Feature

Ahad Pagi di Menganti: Menemukan Cahaya dan Kebahagiaan di Masjid At-Taqwa

243
×

Ahad Pagi di Menganti: Menemukan Cahaya dan Kebahagiaan di Masjid At-Taqwa

Sebarkan artikel ini
Ustaz Muhammad Arfan Mu’ammar bersama Ummahat Masjid At-Taqwa Wisma Sidojangkung Indah Menganti Gresik 5 Januari 2025 (Tagar.co/Mohammad Nurfatoni)

Pengajian Ahad Pagi di Masjid At-Taqwa Menganti Gresik ini benar-benar menjadi oase yang menyejukkan jiwa. Mencerahkan pikiran, membahagiakan hati, dan menumbuhkan semangat untuk terus belajar menjadi pribadi yang lebih baik

Tagar.co – Mentari baru saja merekah di ufuk timur, menyapa bumi dengan lembut. Di hari Ahad (5/1/25) yang cerah itu, langkah saya tertuju ke Masjid At-Taqwa, Wisma Sidojangkung Indah, Menganti, Gresik, Jawa Timur.

Sebuah undangan Pengajian Ahad Pagi yang mampir di gawai sehari sebelumnya, mengusik hati dan menggerakkan raga untuk hadir. Tema yang diusung, “Belajar Memahami Kehendak Allah,” terdengar begitu menyejukkan di tengah hiruk-pikuk kehidupan.

Memasuki pelataran masjid, ratusan pasang alas kaki yang berjejer rapi di bawah tangga menyambut kedatangan saya. Suasana khidmat langsung terasa. Ruang dan teras masjid sudah dipenuhi jemaah yang menanti tausiah dimulai.

Senyum ramah merekah dari wajah ibu-ibu panitia alias Ummahat Masjid At-Taqwa yang kompak berbalut gamis coklat dan jilbab ungu. Pemandangan yang meneduhkan hati, seolah menjadi pembuka yang sempurna untuk pagi yang istimewa ini.

Tepat pukul 6.00 WIB, Ustaz Muhammad Arfan Mu’ammar, dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya, hadir di tengah-tengah kami. Dengan suara yang teduh, dia memulai tausiah-nya dengan sebuah kisah tentang seorang raja yang kehilangan jari. “Seringkali Allah memberi, tapi pemberian itu bermakna pencegahan. Dan seringkali Allah mencegah, tapi pencegahannya itu bermakna pemberian,” tuturnya, membuka gerbang pemahaman.

Baca Juga:  Habibi

Baca juga: Berkah Tersembunyi dari Kisah Sufistik Raja yang Terpotong Jarinya

Saya duduk bersila di teras masjid, menyimak setiap untaian kata yang dia sampaikan. Dua hal penting terpatri dalam benak: pemberian dan pencegahan dari Allah datang silih berganti, dan itulah rumus kehidupan. “Jangan berharap hidup itu mudah terus, atau susah terus. Kadang mudah, kadang susah,” ujar Ustaz Arfan, mengingatkan kami akan fitrah kehidupan.

Dia kemudian mencontohkan dengan analogi yang sederhana namun mengena. Makan daging setiap hari saat Idul Adha, lama-lama akan terasa membosankan. Tidur seharian pun akan membuat badan terasa tidak nyaman. “Kenikmatan itu baru terasa setelah kesusahan,” tegasnya. “Seperti halnya pepatah, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”

Dari sana, Ustaz Arfan mengaitkan dengan pentingnya memiliki rasa syukur. “Kita perlu sesekali sakit, agar bisa merasakan nikmatnya sehat dan mensyukurinya,” lanjutnya. Kemudian, dia menekankan pentingnya ikhlas dalam menerima takdir Allah, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Hijr  41, bahwa hanya orang yang ikhlas (mukhlis) yang tidak bisa digoyahkan oleh setan.

Baca Juga:  Cinta dalam Amplop: Kisah Manis di TK Aisyiyah 41 Menganti
Jemaah perempuan pulang dari acara mendapat bingkisan sayur. (Tagar.co/Nadhirotul Mawaddah)

Suasana hening sejenak, meresapi kata-kata bijak yang baru saja terucap. Lalu, dengan suara yang bergetar, Ustaz Arfan melantunkan doa dalam bahasa Jawa yang begitu menyentuh, “Aku gak duwe opo-opo. Gak duwe apalan. Gak duwe ilmu. Gak iso sodakoh. Aku mek duwe sabar. Aku mek duwe ikhlas. Mugo-mugi ikhlasku, sabarku dari ujian dari Jenengan itu, Engkau berkenan memasukkan aku ke dalam Surga.

Artinya, “Saya tidak punya apa-apa. Hafalan Al-Quran tidak punya. Ilmu juga tidak punya. Tidak bisa bersedekah. Saya hanya punya sabar dan ikhlas. Semoga sabar dan ikhlasku dari ujian-Mu membuat Engkau berkenan memasukkan saya ke Surga.”

Kalimat itu bagaikan oase di tengah padang pasir, menyirami jiwa yang dahaga akan ketenangan. Seketika, hati ini tergugah. Betapa sering saya alpa mensyukuri nikmat Allah, terlalu fokus pada keluh kesah dan lupa pada karunia yang melimpah.

Baca juga: Pemberian Bermakna Pencegahan dan Pencegahan Bermakna Pemberian

Menjelang akhir tausiah, Ustaz Arfan kembali mengingatkan keistimewaan orang-orang mukmin. “Orang mukmin itu menakjubkan. Saat ditimpa musibah, dia bersabar dan mendapat pahala. Saat diberi nikmat, dia bersyukur dan mendapat pahala. Jadi, diuji atau tidak, sama-sama bisa mendapat pahala,” tutupnya.

Baca Juga:  Pesan Menyentuh Wakil Ketua PDM Surabaya saat Ingatkan Jemaah di Gresik

Pukul 7.00 WIB, kajian pun usai. Namun, cahaya pencerahan itu masih terasa hangat di dalam dada. Ilmu yang saya dapatkan hari ini, sungguh tak ternilai. Bukan sekadar teori, tapi juga suntikan semangat untuk menjalani hidup dengan lebih ikhlas dan penuh syukur. Dan kejutan kecil menanti, di penghujung acara, kami dipersilakan membawa pulang satu macam sayur segar yang telah disediakan. Sebuah simbol dari kemurahan hati dan kebersamaan.

Pengajian Ahad Pagi di Masjid At-Taqwa ini benar-benar menjadi oase yang menyejukkan jiwa. Mencerahkan pikiran, membahagiakan hati, dan menumbuhkan semangat untuk terus belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Semoga cahaya kebaikan ini terus terpancar, menerangi setiap langkah kita di jalan-Nya. (#)

Jurnalis Nadhirotul Mawaddah Penyunting Mohammad Nurfatoni