FeatureUtama

Nelayan Pantai Timur Tolak Proyek Surabaya Waterfront Land

655
×

Nelayan Pantai Timur Tolak Proyek Surabaya Waterfront Land

Sebarkan artikel ini
Nelayan pantai timur kembali demonstrasi menolak proyek Surabaya Waterfront Land. Mereka berbaris di atas Jembatan Suroboyo.
Nelayan Pantai Timur Surabaya demonstrasi lagi menolak proyek SWL, Rabu (8/1/2024).

Nelayan pantai timur kembali demonstrasi menolak proyek Surabaya Waterfront Land. Mereka berbaris di atas Jembatan Suroboyo.

Tagar.co – Nelayan Pantai Timur Surabaya hari itu hatinya panas meskipun sejak Subuh mendung menggelayut di kawasan Pantai Kenjeran Kota Surabaya, Rabu (8/1/2025).

Hari semakin siang, para nelayan dan keluarganya keluar rumah menuju Jembatan Suroboyo yang berdiri mengangkangi laut timur.

Pukul 08.00 WIB warga makin ramai berkumpul di jembatan yang dibangun untuk mengurai kemacetan dari Jln. Sukolilo menuju Taman Hiburan Pantai Kenjeran dan Bulak Cumpat.

Nelayan pantai timur ini berasal dari kampung Larangan, Sukolilo, Kejawan Putih Tambak, Keputih, Bulak Cumpat, Tambak Deres, dan sekitarnya.

Hari itu mereka menggelar deklarasi serentak nasional penolakan Proyek Strategis Nasional (PSN). Di wilayah kampung nelayan ini ada PSN Surabaya Waterfront Land yang digarap oleh PT Granting Jaya, investor Pantai Ria Kenjeran.

Mereka membentangkan banyak spanduk penolakan PSN SWL. Warga menuntut Presiden Prabowo Subianto membatalkan proyek Surabaya Waterfront Land karena merugikan rakyat.

Aksi sama juga berlangsung di Ponpes Hidayatullah Surabaya Jl Kejawan Putih Tambak VI. Dihadiri tokoh masyarakat, ulama, intelektual, pengusaha, dan warga Surabaya.

Baca Juga:  Imlek dan PSN

Tema Deklarasi Serentak Nasional di Lokasi Pantai Kenjeran adalah PSN SWL, Menolak Keras Proyek untuk Kepentingan Oligarki.

Demontrasi ini kelanjutan dari aksi penolakan nelayan pesisir timur Kenjeran yang dilakukan sejak Agustus 2024. Unjuk rasa pernah dilakukan di depan gerbang wisata Pantai Ria Kenjeran.

Aksi itu mendapat dukungan berbagai elemen masyarakat dari praktisi pendidikan, budayawan hingga pemerhati lingkungan.

Hadi Siswanto, Ketua Paguyuban Udang Rebon, mengatakan, warga kampung nelayan Sukolilo menolak rencana reklamasi akibat proyek Surabaya Waterfront Land.

”Reklamasi itu merusak pantai, mengganggu permukiman nelayan, dan menghambat mencari ikan,” katanya.

Salah satu warga berteriak kencang: “Kakek nenek kami nelayan yang tak gentar mengarungi samudera, maka jangan coba-coba patahkan semangat itu dengan dalih reklamasi.”

Surat Wali Kota

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menampung aspirasi nelayan pantai timur itu. Dia mengatakan sudah berkirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto soal dampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfront Land (SWL) seperti yang disampaikan rakyat pesisir.

”Suara nelayan sudah sampai ke presiden. Seperti yang ditolak oleh warga itu, kami sudah sampaikan ke presiden,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (8/1/2025).

Baca Juga:  Heboh Elpiji Melon, Kasus Pagar Laut Lenyap

Surat itu, sambung dia, menjelaskan dampak yang terjadi jika proyek Surabaya Waterfront Land dijalankan.

”Sebelum warga menolak pun kita sudah memberikan dampak-dampak dari reklamasi itu apa ke presiden, setelah itu warga menyampaikan ke kami, setelah itu kami sampaikan kembali ke presiden,” katanya.

Salah satu dampak itu, kata dia, terkikisnya mangrove, sehingga memperparah banjir rob.

”Ketika yang namanya mangrove dihilangkan, mangrove ini kan mencegah rob, ketika hilang apa enggak makin dahsyat robnya, apa yang menahan air kalau tidak mangrove,” serunya.

Dia berharap pemerintah pusat belum menurunkan perizinan mengenai Surabaya Waterfront Land. Menurut Wali Kota Eri, proyek itu belum ada izinnya. Perizinan dari nol sampai sekian kilometer dari bibir pantai itu kewenangan provinsi.

Proyek Rp 72 T

April 2024 lalu pemerintah pusat mengumumkan 14  Proyek Strategis Nasional (PSN) baru. Salah satunya Surabaya Waterfront Land (SWL). Lokasinya sepanjang pesisir timur Surabaya.

Proyek ini bakal mereklamasi pantai timur seluas 1.084 hektare. Reklamasi itu untuk membuat empat pulau. Nilai investasinya sebesar Rp72 triliun. Dikerjakan oleh PT Granting Jaya.

Baca Juga:  Surabaya Waterfront Land Terlalu Dipaksakan

Empat pulau dibagi empat blok. Blok A seluas 84 hektare menjadi pusat pariwisata, perumahan, perkantoran, hotel, ruko, kawasan rekreasi, dan area konservasi mangrove.

Blok B seluas 120 hektare untuk zona perikanan, pelabuhan perikanan modern, pasar ikan segar, cold storage, pusat lelang perikanan, fasilitas pemeliharaan kapal, pusat perbelanjaan, industri olahan hasil laut, UMKM hasil laut, balai latihan perikanan, pusat pembibitan. Juga ada perumahan nelayan modern.

Blok C seluas 260 hektare zona kemaritiman, menampung kompleks marina, museum maritim nasional, convention center, hotel, dermaga, pusat pengembangan ilmu pengetahuan kemaritiman, perguruan tinggi aspek kemaritiman, ruko, area komersial, villa estate, apartemen, dan kompleks pendidikan umum.

Blok D seluas 620 hektare tempat hiburan dan bisnis dengan hall pertunjukan, hotel, apartemen, ruko, SWL Square, pasar produk ekonomi kreatif, dan industri zero emission. (#)

Penyunting Sugeng Purwanto