Soeratin berjuang mempersatukan bangsa melalui sepakbola melawan diskriminasi orang-orang kolonial di dunia olahraga.
Tagar.co – Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sebagai federasi sepakbola di tanah air kembali menggelar turnamen usia muda Piala Soeratin. Ada tiga kelompok umur. U-13, U-15, dan U-17.
Turnamen sepakbola diikuti oleh sekolah sepakbola (SSB) dari kabupatan/kota yang terafiliasi dengan PSSI tingkat Asprov (Asosiasi Provinsi), Askab (Asosiasi Kabupaten) dan Askot (Asosiasi Kota). Ini turnamen yang ditunggu pegiat sepakbola usia muda di level grassroot.
Kompetisi Piala Soeratin digelar dengan sistem grup setengah kompetisi yang dilaksanakan mulai 24-30 Oktober, 2-3 November, dan 9-10 November 2024.
Ajang ini menjadi tolok ukur pembinaan sepakbola usia muda di Indonesia yang diharapkan menjadi muara bagi pemain muda menjadi bibit sepakbola andal.
Beberapa nama beken pesepakbola hingga pemain tim nasional jebolan turnamen usia muda ini seperti Egi Maulana Vikri asal klub Dewa United, Gian Zola hingga Febri Hariyadi asal klub Persib Bandung.
Piala Soeratin pada awalnya sebuah kompetisi yang diikuti klub sepakbola untuk pemain usia di bawah 18 tahun. Mulai tahun 2012, PSSI mengubah peraturan Piala Soeratin menjadi turnamen bagi pemain berusia 17 tahun ke bawah.
Baca Juga Pelajaran Favorit tapi Punya Stigma Negatif
Insinyur Bangunan
Mengapa turnamen ini dinamakan Piala Soeratin?
Soeratin adalah pendiri dan Ketua Umum PSSI pertama. Pria kelahiran Yogyakarta, 17 Desember 1898. Ayahnya seorang guru dan pengarang buku Bausastra Jawi bernama R. Soesrosoegondo.
Soeratin mendapat gelar insinyur sipil dari Sekolah Tinggi Teknik Heckelenburg Jerman pada tahun 1927. Tahun 1928 pulang ke tanah air. Lalu bekerja di perusahaan konstruksi Belanda Sizten en Lausada di Yogyakarta.
Saat muda aktif di pergerakan dan organisasi. Kegemarannya pada sepak bola dan kecintaannya terhadap tanah air mendorongnya menjadikan sepakbola sebagai media pemersatu kaum muda Indonesia.
Tak terpaut lama dengan peristiwa Sumpah Pemuda 1928, ia bertemu dengan sejumlah tokoh sepakbola di beberapa kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung, dan Solo. Dia menggagas federasi sepak bola kaum pribumi.
Baca Juga Sportivitas Olahraga dan Kehidupan Nyata
Gagasan itu dia lontarkan karena ada diskriminasi dalam sepakbola. Kaum pribumi tak bisa masuk klub NIVB (Nederlansch Indische Voetbal Bond) yang berisikan orang Belanda, Eropa, dan Indo. Maupun HNVB (Hwa Nan Voetbal Bond) yang anggotanya orang-orang Cina.
Gagasan Soeratin dibicarakan dengan Ketua Voetbalbond Indonesische Jakarta (VIJ) Soeri di Hotel Binnenhof Jl. Kramat 17, Jakarta. Kemudian dilanjutkan pertemuan dengan beberapa pimpinan klub berbagai kota.
Setelah itu berkumpullah tokoh-tokoh sepakbola pribumi di Yogyakarta pada 19 April 1930. Mengutip website pssi.org, utusan yang hadir dalam kongres itu seperti tuan rumah Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo mewakili Persatuan Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta, wakil VIJ Sjamsoedin yang mahasiswa Rechts Hoogeschool Batavia, Gatot dari Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB).
Dari Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo hadir Soekarno, wakil Madioensche Voetbal Bond (MVB) Kartodarmoedjo, Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A. Mangindaan saat itu siswa Hoogere Kweek School Magelang juga Kapten IVBM, Soerabajache Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji.
Pertemuan ini melahirkan PSSI. Singkatan dari Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia. Ir. Soeratin dipilih sebagai ketua umum PSSI. Beranggotakan tujuh bond (klub) pribumi dari Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Solo, Madiun, dan Magelang yang ikut kongres itu.
PSSI lantas menganjurkan klub menggelar kompetisi internal untuk strata I dan II. Lantas mengadakan kejuaraan antar klub pada tahun 1931 di alun-alun Surakarta atas dukungan Susuhunan Paku Buwono X. Pesertanya tujuh klub pribumi. Kompetisi ini bernama Stedenwerd I.
Paku Buwono juga membangun Stadion Sriwedari untuk membangkitkan sepakbola pribumi yang diresmikan pada Oktober 1933.
Baca Juga Pertahanan Timnas Indonesia Sama Pentingnya dengan Negara
Karena prestasi klub PSSI bagus, keberadaannya mulai diperhitungkan NIVB yang pada tahun 1936 berubah menjadi NIVU (Nederlandsh Indische Voetbal Unie). Lantas disepakati kerja sama dengan PSSI. Namun tahun 1938 terjadi perselisihan ketika mengirimkan tim ke Piala Dunia 1938 Prancis sebagai wakil dari Asia.
Dengan nama Timnas Dutch East Indies, NIVU hanya memilih pemainnya sendiri yang berangkat. PSSI protes. Akhirnya terdapat sembilan pemain pribumi dan Tionghoa disertakan. Tapi Timnas dikalahkan Hungaria 0-6.
Masuk Tentara
Di zaman pendudukan Jepang semua organisasi dibekukan termasuk PSSI. Lalu di zaman perang kemerdekaan Soeratin masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan pangkat letnan kolonel di batalyon zeni.
Setelah kemerdekaan PSSI mengadakan kongres di Semarang pada 2-4 September 1950 untuk menghidupkan lagi sepakbola. Hasil keputusannya antara lain kata Sepakraga diubah menjadi Sepakbola, R. Maladi dipilih menjadi Ketua Umum PSSI menggantikan Soeratin, masuk FIFA, dan menggelar kejuaraan nasional.
Setelah pensiun dari PSSI, Soeratin tinggal di Bandung dan wafat pada 1 Desember 1959. Dimakamkan di TPU Sirnaraga.
Baca juga Resep Sukses Toko PRM Gading Diungkap di Sini
Kini melalui event Piala Soeratin diharapkan para pemain muda dapat menempa mental melalui jam terbang pertandingan yang dilakukan. Penguasaan mental mutlak dikuasai oleh pemain muda untuk menghadapi setiap kompetisi.
Dalam olahraga permainan seperti sepakbola pada fase usia 13-17 tahun yang lebih penting bukan menang atau kalah, tetapi menjadi contoh kepada pemain yang lainnya. Permainannya dapat dinikmati oleh semua orang yang melihatnya. (#)
Penulis Bening Satria Prawita Diharja Penyunting Sugeng Purwanto