Rileks

Serbamerah di Kompleks Masjid ‘Merah’ Moekhlas Sidik

611
×

Serbamerah di Kompleks Masjid ‘Merah’ Moekhlas Sidik

Sebarkan artikel ini
Masjid ‘Merah Moekhlas Sidik dPandaan Kabupaten Pasuruan (Tagar.co/Mohammad Nurfatoni)

Meski punya nama Masjid Moekhlas Sidik, namun masjid di Desa Durensewu, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur ini lebih dikenal sebagai Masjid Merah.

Warna merah menyala memang mendominasi masjid yang dilengkapi dengan Waroeng Sumringah dan Merdeka Bermain.

Tagar.co – Memasuki kompleks Masjid Moekhlas Sidik di Desa Durensewu, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur—2,3 km dari gerbang Taman Dayu—pandangan Anda akan tertuju pada beberapa bangunan yang berwarna merah merona, termasuk Masjid Moekhlas Sidik.

Jika pada umumnya masjid-masjid di Indonesia didominasi warna hijau dan biru—terutama di pedesaan, warna hijau simbol masjid milik warga NU dan warna biru milik warga Muhammadiyah—tapi masjid Masjid Moekhlas Sidik melepaskan dari dari dua warna mainstream tersebut, termasuk warna-warna cerah seperti putih dan krem.

Sebelumnya warna merah menjadi kelir yang dominan pada Masjid Cheng Ho, baik yang ada di Surabaya maupun Pandaan. Namun kedua masjid tersebut masih menampilkan warna lain seperti hijau dan kuning dalam unsur bangunan atau ornamennya.

Tapi Masjid Moekhlas Sidik benar-benar merah—merah menyala. Baik kubah maupun tubuh bangunan, semua berwarna merah. Satu-satunya warna lain, putih, hanya dipakai untuk mengelir garis-garis pembentuk bidang.

Warna putih juga dipadukan untuk menonjolkan batu alam hitam yang menghiasi bagian dasar atau fondasi masjid yang diresmikan pada 19 September 2019 itu.

Baca Juga:  Juara Lomba Tilawatil Qur’an FFU 2024

Mengutip jatimsatunews.com nama masjid ini merujuk pada H. Moekhlas Sidik—sosok dermawan di balik bangunan megah tersebut. Ia merupakan purnawirawan Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan pangkat Laksaman Madya (Laksdya).

Dia pernah bertindak sebagai inspetur upacara dalam penciptaan rekor dunia pada selam massal Guinness World Records, di Pantai Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, 16 Agustus 2009.

Penyelaman tersebut, sebagai The Largest Scuba Diving Lesson setelah 2.465 peserta berhasil melakukan penyelaman dan upacara di bawah permukaan laut selama 30 menit.

Dua orang musafir sedang salat Zuhur dengan memakai mukena warna merah yang disediakan takmir masjid. (Tagar.co/Siti Rondiyah)

Diferensiasi Merah

Warna merah yang begitu dominan dengan kombinasi minor warna putih itu membuat imajinasi kita melayang pada bendera kebangsaan Merah Putih atau bahkan logo PDI Perjuangan. Artinya imajinasi kita dibawa pada warna merah-putih sebagai simbol nasionalisme yang menyatukan hijau dan biru.

Terlepas dari imajinasi atau tafsir warna itu, warna merah berhasil menjadi pembeda antara masjid ini dengan masjid pada umumnya. Tak salah jika masjid ini lebih dikenal dengan nama Masjid Merah ketimbang nama aslinya: Masjid Moekhlas Sidik.

Bentuk masjid yang unik dengan delapan sudut saling bersilang itu tak menjadi ingatan penting pengunjung. Mereka hanya berfokus pada warna merah.

Baca Juga:  Mimsix Panen Kreativitas, Menuai Karakter Rahmatanlilalamin

Dalam segitiga marketing ala Hermawan Kertajaya dari Markplus Institute, sepertinya pendiri masjid berhasil memosisikan (positioning) masjid wisata dengan warna merah sebagai diferensiasi (pembedaan) sehingga lahir merek (brand) yang sangat kuat: Masjid Merah.

Tak hanya bangunan yang berwarna merah menyala, mukena yang disediakan untuk jemaah yang salat di situ juga berwarna merah. Aneh kan, melihat wanita salat memakai rukuh merah membara!

Di kompleks Masjid Moekhlas Sidik terdapat juga Waroeng Sumringah dan wahana Merdeka Bermain (Tagar.co/Mohamamd Nurfatoni)

Tak Hanya Masjid

Di awal ditulis bahwa tempat ini disebut kompleks, sebab selain ada masjid, terdapat juga restoran bernama Waroeng Sumringah dan wahana permainan berlabel Merdeka Bermain. Konsisten dengan masjid, dua bangunan ini dan segala rupa yang ada di dalamnya juga didominasi warna merah.

Di restoran misalnya, semua kursi berwarna merah. Baju atasan para pramusaji juga berwarna merah. Sebagian dinding restoran juga dicat warna merah mencolok. Bahkan sebuah jip yang dipajang di depan restoran pun berwarna merah. Demikian pula payung-payung besar yang ada di beberapa titik halaman: semuanya berwarna merah.

Kami rombongan Majelis Dikdasmen dan PNF Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik selesai rapat kerja di Agrowisata Pinus Kota Batu, menyempatkan mampir di tempat itu, Sabtu (28/12/24). Selain untuk menunaikan salat jamak qasar Zuhur-Asar, kami juga makan siang di Waroeng Sumringah itu.

Baca Juga:  Program Gemilang dari Masjid Surya Gemilang

Baca juga: Rapat Kerja serasa Pertemuan Keluarga

Tempatnya luas dan bersih. Pengunjung bisa memilih tempat makan di ruang terbuka atau di dalam bangunan. Makanan yang disajikan pun tergolong maknyus. Beberapa menu yang kami pesan tidak ada yang mengecewakan. Misalnya ayam dan bebek goreng atau empal daging. Bahkan tempe mendoan sebagai kudapan juga recommended.

Sebuah kelompok band sedang manggung menghibur pengunjung Waroeng Sumringah (Tagar.co/Mohammad Nurfatoni)

Santap makan menjadi lebih romantis karena sebuah kelompok band hadir di panggung khusus untuk mengiringi para pengunjung. Mereka yang berbaik hati bisa memberi mereka ‘tips’ di kotak transparan yang disediakan. Warna merah yang berkesan panas dan garang pun berubah jadi lembut dan memesona oleh lagu-lagu pop dan dangdut yang mereka lantunkan.

Sayangnya, kami tak sempat menikmati wahana Merdeka Bermain. Di samping karena kami harus segera pulang, di rombongan kami anak-anak tergolong minoritas. Apalagi beberapa anggota rombongan, seperti istri saya, Siti Rondiyah, sudah pernah ke sana. “Waktu itu bersama guru-guru SD Islam Nurul Iman Menganti Gresik,” katanya.

Salah satu permainan favorit di Merdeka Bermain adalah kereta dinosaurus. Anda penasaran? Datang saja ke destinasi wisata yang lagi viral itu! (#)

Jurnalis Mohammad Nurfatoni