Opini

Brainrot, Hati-Hati Menjangkiti Mental Anda

861
×

Brainrot, Hati-Hati Menjangkiti Mental Anda

Sebarkan artikel ini
Brainrot menjadi Word of the Year tahun 2024. Ini diumumkan Oxford University Press. Arti harfiah kata itu pembusukan otak.
Ilustrasi brainrot (techno)

Hati-hati! Suka menonton konten video rendahan memengaruhi kecerdasan dan perilaku. Membuat hidup cemas dan depresi.

Oleh Bening Satria Prawita Diharja, guru SMP Muhammadiyah 1 Gresik

Tagar.co – Brainrot menjadi Word of the Year tahun 2024. Ini diumumkan Oxford University Press.

Arti harfiah kata itu pembusukan otak. Namun sekarang kata itu dipakai untuk menggambarkan penurunan mental dan intelektual seseorang akibat suka konten receh di media sosial.

Contoh, cuplikan CCTV kejadian di toko skincare di Jember viral di media sosial. Isinya seorang pria tertangkap kamera sedang memfoto area sensitif wanita penjaga toko.

Beragam komentar keluar. Mengecam pria maupun penjaga toko yang berpakaian seksi. Konten receh itu menyebar di Instagram, Tiktok, Facebook hingga WA. Ditonton siapa saja. Orang dewasa hingga anak-anak.

Orang yang menyukai konten seperti ini dinamai brainrot. Istilah ini mulai tahun lalu populer di media sosial terutama di kalangan Gen Z dan netizen.

Istilah ini sebenarnya sudah lama muncul. Pertama kali dikenalkan oleh Henry David Thoreau, penulis dan filsuf asal Amerika Serikat yang juga anggota kelompok penulis New England Transcendentalist. Dia pengarang buku Walden or Life in the Wood yang terbit tahun 1854.

Baca Juga:  Patrick Kluivert dan Tiga Strategi Lolos Piala Dunia

Selama tahun 2023-2024 penggunaan kata Brainrot meningkat 230 % di AS. Ini terkait dengan konten receh. Seperti serial video skibidi toilet dari konten kreator Alexey Gerasimov yang menampilkan toilet humanoid. Juga meme ’Hanya di Ohio’ menampilkan video insiden aneh di negara bagian tersebut.

Kini perbincangan dampak negatif menonton konten receh meluas dan serius. Sebab pengaruhnya sangat buruk terhadap perilaku, mental, dan kecerdasan orang.

Karena itu orang tua dan guru perlu perhatian terhadap masalah ini supaya pengaruh tidak terjadi kepada anak dan muridnya.

Paparan Buruk

Penjelasan beberapa literatur tentang paparan buruk konten receh sehingga terkena brainrot bisa menimbulkan gejala seperti ini.

Pertama, meningkatkan risiko depresi dan kecemasan.

Paparan terus-menerus konten negatif, seperti berita buruk atau perbandingan sosial yang tidak sehat di media sosial menyebabkan perasaan tertekan dan cemas. Kurang interaksi sosial dan aktivitas dapat memperdalam perasaan isolasi dan kesepian.

Kedua, penurunan kualitas hidup.

Ini mencakup berkurangnya kepuasan dalam pekerjaan atau studi, menurunnya kemampuan menikmati waktu luang, kesulitan mengelola stres hingga berkurangnya rasa pencapaian dan tujuan hidup.

Baca Juga:  Tahun 2025, Selamat Datang Generasi Beta

Ketiga, mengganggu hubungan sosial.

Ini dapat terjadi karena berkurangnya keterampilan komunikasi tatap muka, kesulitan dalam berempati dan memahami perspektif orang lain. Juga ketergantungan berlebihan pada interaksi online daripada interaksi nyata.

Keempat, meningkatkan risiko kesehatan mental lainnya. Seperti gangguan kecemasan sosial, obsesif-kompulsif (OCD) hingga susah tidur.

JOMO

Di sekolah guru harus bisa mencarikan solusi kalau ada siswa mengalami gejala tersebut. Perlu  memahami prinsip JOMO (Joy of Missing Out) dan Stoikisme.

Prinsip JOMO mengajarkan untuk menikmati waktu tanpa harus selalu terhubung dengan dunia maya.

JOMO adalah kebalikan dari FOMO (Fear of Missing Out) yang banyak dipromosikan di media sosial. Orang merasa terpaksa untuk terus mengikuti tren atau perbincangan viral.

JOMO memberi ruang bagi seseorang menikmati ketenangan, menyisihkan waktu untuk aktivitas offline yang memberi manfaat lebih besar bagi kehidupan pribadi dan professional.

Sementara Stoikisme sebuah filosofi mengajarkan untuk menerima hal-hal yang tidak dapat kita kontrol dan fokus pada apa yang ada dalam genggaman kita.

Baca Juga:  YouTube Jadi Aplikasi Media Sosial Paling Banyak Digunakan Tahun 2025

Prinsip Stoikisme anjuran menjaga ketenangan pikiran dalam menghadapi gangguan luar, dan memanfaatkan waktu.

Dengan pandangan ini orang bisa mengatasi brainrot dan kembali menemukan ketenangan hidup meskipun dunia di luar penuh tekanan.

Langkah Praktis

Langkah praktis yang dapat digunakan untuk mengurangi brainrot dengan JOMO dan Stoikisme.

Pertama, bersikap selektif dalam menggunakan teknologi. Gunakan teknologi hanya untuk hal-hal yang mendukung tujuan pribadi dan profesional.

Jangan biarkan media sosial mengalihkan perhatian. Terapkan prinsip JOMO dengan disengaja memilih untuk tidak terhubung dengan medsos setiap saat.

Kedua, praktikkan mindfulness. Memberi perhatikan terhadap sesuatu. Contoh, berkonsentrasi, salat, merenung, mengatur pernafasan.

Ketiga, ciptakan rutinitas sehat tanpa teknologi. Sisihkan waktu setiap hari untuk aktivitas tanpa perangkat, seperti berjalan-jalan, membaca, atau berolahraga.

Aktivitas ini menyegarkan tubuh, memberikan peluang bagi otak untuk berpikir jernih dan segar

Zaman digitalisasi sudah berkembang. Harus diikuti supaya tak ketinggalan zaman. Namun bukan menjadikan ketergantungan hingga melemahkan daya akal dan mental. (#)

Penyunting Sugeng Purwanto

Opini

Presiden Prabowo mengucapkan “ndasmu” tiga kali dalam orasi…