Opini

Jangan Berlebihan, Cinta dan Politik Itu Fana

344
×

Jangan Berlebihan, Cinta dan Politik Itu Fana

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi AI/freepik.com premium

Dalam hubungan antarmanusia, bersikaplah sewajarnya. Jangan terlalu memuja, jangan pula terlalu menghina. Sebab, hubungan antarmanusia itu bersifat relatif, nisbi, tak kekal.

Jangan Berlebihan, Cinta dan Politik Itu Fana; Oleh dr. Mohamad Isa

Tutup Banner untuk melanjutkan baca

Tagar.co – “Jangan terlalu sayang, bila ditinggal bisa sakit hati.” Kalimat itu terdengar melankolis, apalagi jika dikaitkan dengan asmara, antara wanita dan pria. Ketika cinta bertepuk sebelah tangan, atau bahkan dikhianati, luka menganga di hati. Bak lirik lagu Meggi Z yang melegenda, “Daripada sakit hati, lebih baik sakit gigi ini.”

Namun, tahukah Anda, fenomena ini tak hanya terjadi dalam ranah asmara. Di dunia politik, kejadian serupa pun kerap tersaji. Seseorang yang dulu dicintai, diagung-agungkan, bisa tiba-tiba berbalik menjadi musuh yang paling dibenci. Ketika masih mesra, mereka bak “amplop dan meterai,” ke mana pun selalu berdua, tak terpisahkan. Segala atribut kebersamaan dipamerkan, seolah dunia hanya milik mereka. Cacat dan kekurangan pun tertutupi oleh puja-puji dan sanjungan.

Lalu, apa yang terjadi? Kepentingan berbicara. Seseorang bisa dengan mudah berbalik arah, mengkhianati partai atau sosok yang dulu dipuja-puji, demi kepentingannya sendiri. Inilah realitas politik yang kerap kita saksikan.

Hal ini mengingatkan kita bahwa keimanan manusia memang tak selalu stabil. Ada kalanya menguat, ada kalanya melemah. Oleh karena itu, dalam mencintai dan menyayangi seseorang, janganlah berlebihan. Sebab, ketika cinta itu pudar, atau bahkan dikhianati, yang tersisa hanyalah sakit hati yang mendalam.

Dalam hubungan antarmanusia, bersikaplah sewajarnya. Jangan terlalu memuja, jangan pula terlalu menghina. Sebab, hubungan antarmanusia itu bersifat relatif, nisbi, tak kekal. Relatif, artinya terikat ruang dan waktu. Ada kalanya baik, ada kalanya tidak, tergantung situasi dan kondisi.

Berbeda dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, yang bersifat mutlak, abadi. Inilah yang seharusnya menjadi pegangan utama kita.

Mengidolakan seseorang tentu boleh saja, asalkan jangan berlebihan. Seorang Muslim yang baik, mengidolakan seseorang karena ketaatannya kepada Allah. Sebab, kelak di akhirat, kita akan dikumpulkan bersama orang-orang yang kita cintai. Dan tentunya, kita ingin berkumpul dengan orang-orang saleh di surga-Nya.

Sebagai penutup, ingatlah pepatah bijak ini: “Satu musuh sudah terlalu banyak, seribu teman masih terasa kurang.” Namun, untuk sahabat sejati, cukuplah beberapa saja. Merekalah yang tetap setia menemani di kala suka maupun duka, yang tak pernah meninggalkan kita saat menghadapi masalah, yang selalu menggandeng tangan kita dalam melewati setiap rintangan. (#)

Banjarmasin, 10 Januari 2025

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Baca Juga:  Dari Hollywood hingga Masjid At-Thohir: Mengenang Perjalanan ke Los Angeles sebelum Dilanda Kebakaran
Opini

Presiden Prabowo mengucapkan “ndasmu” tiga kali dalam orasi…