Buku

Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi: Ulama Nusantara, Guru para Pendiri Bangsa

276
×

Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi: Ulama Nusantara, Guru para Pendiri Bangsa

Sebarkan artikel ini
Buku ini merekam jejak keilmuan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, guru para pendiri ormas Islam besar, para Bapak Bangsa. Isinya sarat hikmah, panduan menulis, dan semangat pendidikan yang menyala dari Makkah.
Ilustrasi Tagar.co/Atho Khoironi

Buku ini merekam jejak keilmuan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, guru para pendiri ormas Islam besar, para bapak bangsa. Isinya sarat hikmah, panduan menulis, dan semangat pendidikan yang menyala dari Makkah.

Oleh M. Anwar Djaelani, peminat biografi ulama dan penulis 13 buku

Tagar.co – Siapa guru K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah? Siapa pula guru K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri NU? Siapa guru Haji Abdul Karim Amrullah dan Syekh Jamil Jambek, dua ulama besar asal Sumatera Barat itu? Siapa guru Haji Agus Salim, tokoh Sarekat Islam yang dijuluki The Grand Old Man itu?

Guru mereka adalah seorang ulama hebat dan pembaharu bernama Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Amal dan karyanya luar biasa. Salah satunya, ia menulis 47 judul buku.

Baca juga: Dari Indeks Al-Qur’an ke Ribuan Artikel: Perjalanan Menulis yang Menginspirasi

Sebagian jejak Sang Ulama direkam dalam buku ini, yang ditulis oleh Maulana La Eda, seorang cendekiawan Muslim lulusan S1 hingga S3 Universitas Islam Madinah. Buku ini merangkum sari pati dari enam karya (bagian dari total 47 karya Ahmad Khatib), yang sarat hikmah dan nasihat (h. xii).

Sosok Besar

Ahmad Khatib Al-Minangkabawi lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 26 Mei 1860. Perjalanan keilmuannya membawanya ke Makkah. Lewat perjuangan yang sungguh-sungguh, ia menjelma menjadi ulama yang akhlak dan ilmunya diakui luas.

Baca Juga:  Petuah Buya Hamka untuk Calon Pengarang

Ia mendapat amanah mulia: menjadi imam, khatib, dan pengajar di Masjidil Haram. Bahkan ia diangkat sebagai mufti mazhab Asy-Syafi‘iyah di masjid suci tersebut.

Agenda hariannya padat. Antara Magrib dan Isya, ia biasa menyampaikan kajian. Sepulangnya, ia makan malam, berbincang dengan keluarga, lalu tidur. Ia bangun pada sepertiga malam terakhir untuk salat malam, kemudian menulis hingga Subuh, dan kembali ke masjid (h. 9–10).

Kiprah Ahmad Khatib menjadikannya salah satu ulama besar Indonesia, dengan gabungan antara kedalaman ilmu, banyaknya amal, kesungguhan dalam pendidikan, keluasan dakwah, serta semangat islah (h. x).

Seni Mendidik

Ahmad Khatib dikenal luas karena kelapangan dadanya dalam berdialog. Ia tidak menyukai murid yang pasif. Ia mendorong diskusi dan pertukaran pendapat demi mencari kebenaran sejati (h. 9).

Banyak muridnya menjadi ulama dan tokoh dakwah terkemuka. Buku ini mencatat 29 nama, di antaranya:

  1. Thahir Jalaluddin – ahli falak terkemuka

  2. Ibrahim Musa Parabek – pendiri Sumatera Thawalib

  3. Muhammad Thaib Umar – pelopor inovasi pendidikan Islam di Sumbar

  4. Zainuddin El-Yunusi – ulama reformis Minangkabau

  5. Abdul Wahab Hasbullah – pendiri NU

  6. Mas Mansur – Ketua Umum PP Muhammadiyah 1937–1942

Baca Juga:  Guru MIM Dupan Luncurkan Buku Inovasi Pendidikan

Penulis Andal

Ahmad Khatib menulis hampir 50 buku. Di antaranya: An-Nafahaa Hasyiah Al-Waraqaat (1306 H), Fataawaa Al-Khatib, dan karya terakhirnya Al-Qaul At-Taufiif fi Tarjamah Ahmad Khatib ibn Abdillatif—sebuah autobiografi berisi wasiat untuk anak-anaknya (h. 21–24).

Pendidikan yang Berkah

Baginya, tiada aktivitas lebih utama daripada menuntut dan mengajarkan ilmu. Ia sangat terinspirasi oleh hadis riwayat Bukhari–Muslim tentang pahala membimbing seseorang menuju hidayah, yang lebih baik daripada unta merah.

Tiga misi utama manusia, menurutnya, adalah: hidup tenang, bahagia, dan beramal untuk akhirat—yang semua itu tak dapat dicapai tanpa konsistensi dalam ibadah dan ilmu (h. 30–31).

Ilmu yang wajib dipelajari setiap Muslim mukalaf adalah:

  1. Ilmu akidah

  2. Ilmu fikih

  3. Ilmu tasawuf (penyucian jiwa)

Bila menghadapi kesulitan dalam belajar, ia menyarankan untuk terus fokus sampai benar-benar menguasainya, meski harus dicurahkan waktu dua hingga tiga hari penuh. Ia mengutip syair:
“Sungguh aku akan membuat yang sulit terasa mudah… karena cita-cita tinggi tak dapat dicapai kecuali oleh orang yang sabar.” (h. 32)

Spirit Menulis

Bagian h. 151–154 memuat panduan khas Ahmad Khatib dalam menulis agar tulisan berkah dan bermanfaat. Berikut beberapa poinnya:

  1. Awali tulisan dengan makna basmalah sesuai bidang ilmu yang dibahas.

  2. Penulis boleh menyanjung karya sendiri untuk memotivasi pembaca, bukan untuk pamer.

  3. Ungkapan seperti “bahasan ini orisinal” adalah bentuk syukur dan motivasi, bukan kesombongan.

  4. Ucapan mencerminkan akal; tulisan mencerminkan kedalaman ilmu.

  5. Kesalahan dalam tulisan harus dikoreksi. Bila dibiarkan, bisa menjadi sumber kesesatan (HR Muslim).

  6. Dalil harus diteliti sebelum ditulis. Jangan keras kepala dalam perdebatan.

  7. Wajar menyebut nama guru atau ulama pendukung sebagai bentuk syukur atas karunia Allah.

Baca Juga:  Berpulangnya Makmun Abdullah Moesa: Aktivis Sepenuh Hati di Masjid Universitas Airlangga

Sebuah Catatan

Buku ini menyajikan kisah dan nasihat dari ulama yang wafat pada 13 Maret 1916 di Makkah. Isinya mudah dicerna dan memotivasi, cocok untuk semua kalangan.

Namun, buku ini tidak menyertakan daftar pustaka meskipun memuat banyak catatan kaki. Cetakan berikutnya sangat dianjurkan menambahkan indeks untuk memudahkan pembaca dan peneliti.

Buku ini bermanfaat besar bagi umat Islam. Para penulis akan tercerahkan, dan para pendidik akan menemukan banyak pedoman berharga dalam membangun peradaban. Buku ini layak dikategorikan sebagai salah satu jawaban atas perintah Surah Yusuf: 111.

Data Buku

  • Judul: Mutiara Ilmu dan Hikmah Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi
  • Penulis: Maulana La Eda
  • Penerbit: Pustaka Al-Kautsar, Jakarta
  • Terbit pertama: Mei 2025
  • Tebal: xviii + 190 halaman

Penyunting Mohammad Nurfatoni