
Tegang dan seru melihat anak-anak TK Aisyiyah se-Cabang Brondong, Lamongan mengikuti lomba ranking satu. Ada yang tiba-tiba nangis, ada yang minta pipis, ada yang sedih karena tereliminasi, ada yang semringah karena juara.
Tagar.co – Aula MI Muhammadiyah Sedayulawas, Brondong, Lamongan, Jawa Timur mendadak ramai ketika puluhan anak berseragam hijau kuning berkumpul untuk mengikuti lomba ranking satu, Senin (9/6/2025)
Anak-anak dengan usia kurang lebih 6 tahun itu telah siap dengan ‘alat tempur’ masing-masing. Ada spidol, papan tulis mini, penghapus, tak ketinggalan name tag yang tertera di depan dada.
“Anak-anak semua, bagaimana kabarnya hari ini?” tanya Endang Supadmi, Koordinator Lomba Ranking 1 PCA Brondong kepada para siswa PAUD Aisyiyah.
Pertanyaan itu langsung dijawab serentak oleh anak-anak yang hampir semua duduk bersila bersiap mengikuti lomba.
“Alhamdulillah, luar biasa, Allahu Akbar, yess!” ucap mereka semangat.
“Sudah siap untuk mengikuti lomba ranking satu?” tanya Endang ramah.
“Siap…” jawab mereka.
Setelah dirasa siap, Endang segera membacakan soal. Belum selesai dia membacakan soal, tiba-tiba ada interupsi. Dua anak berlinang air mata tidak mau ikut lomba.
“Monggo bu diputuskan bagaimana baiknya. Namanya juga anak-anak nggeh. Jika masih tetap menangis, boleh undur diri,” ucap Endang kepada guru TK Aisyiyah yang siswanya menangis.
Saat situasi sudah kondusif. Ia lantas membacakan soal pertama. “Konsentrasi nggeh. Apa nama tempat ibadah umat Islam?” tanya Endang.
Beberapa anak ada yang spontan mulutnya berucap ‘Masjid’. Sehingga Endang segera mengingatkan, bahwa jawaban ditulis, bukan diucapkan.
Lalu dengan sigap anak-anak segera menulis di papan kecil yang sudah mereka bawa. Mayoritas menulis Masjid, ada juga yang menulis Masjit pakai ‘t’.
“Tidak masalah, di babak penyisihan masih dimaklumi ya. Yang menulis Masjid benar, yang menulis Masjit boleh,” ucap Endang.

Mayoritas Anak Merasa Enjoy Mengerjakan
Beragam pertanyaan dilontarkan Endang. Contohnya, Apa nama kitab umat islam? Siapa nama nabi kita yang terakhir? Apa nama negara kita? Apa nama ibukota negara Indonesia? dan lain-lain. Bagi anak yang benar dalam menjawab pertanyaan tentu masih bertahan. Sebaliknya, yang salah menjawab, gugur dan keluar dari ruangan.
Setelah babak penyisihan selesai, lanjut ke babak semifinal. Di babak penyisihan, semua siswa harus menjawab benar dalam penulisan. Sebelum itu, di tengah situasi yang menegangkan untuk masuk semifinal. Tiba-tiba ada guru yang mengetuk pintu ruangan dan berbisik.
“Bu, itu siswa saya katanya pengen pipis, dari tadi nahan,” ujar Suharmini, Guru TK Aisyiyah 1 Labuhan.
Panitia pun meminta izin kepada Endang Supadmi, apakah diperbolehkan siswa tersebut keluar untuk pipis?
“Ya boleh toh, masak saya mau melarang untuk pipis. Namanya juga anak-anak ya bu. Apakah ada yang mau pipis lagi?” tanya Endang kepada peserta lainnya.
Setelah break sebentar karena ada yang pipis, lomba pun dilanjutkan hingga tersisa 6 siswa terbaik. Mereka adalah siswa dari TK Aisyiyah Sedayulawas, dua siswa dari TK Aisyiyah Brengkok, TK Aisyiyah Betiring, TK Aisyiyah Geneng dan TK Aisyiyah 1 Labuhan.
Ditemui Tagar.co di sela-sela istirahat selesai lomba, Endang mengatakan, lomba ranking 1 ini menjadi salah satu inovasi baru. Perdana dilaksanakan untuk anak-anak TK, namun menurutnya banyak hal positif didapatkan.
“Pertama antusiasme wali murid dan guru luar biasa. Mereka mengaku lebih senang karena anak-anak dirasa lebih enjoy. Meskipun di sisi lain wali murid dan ibu guru merasakan ketegangan yang luar biasa,” katanya.
Dia menambahkan, sebelum-sebelumnya lomba seperti ini bertajuk cerdas cermat. Namun dia mencoba melakukan inovasi baru untuk mengajak siswa berpikir dan fokus pada aktivitas menulis.
“Kalau cerdas cermat itu kan jawabannya fokus pada pengucapan ya, sementara ranking 1 ini fokus pada penulisan. Jadi kami ingin membuat inovasi baru. Mengajak anak-anak belajar sigap dalam menulis,” katanya.
Sebelumnya, Endang mengaku mendapatkan banyak kritikan. Dalihnya, standar pembelajaran di TK tidak boleh ada calistung (membaca, menulis dan berhitung).
“Tapi kan kita dihadapkan pada realita, bahwa kurikulum di SD atau MI sudah mengharuskan anak bisa membaca, menulis, dan berhitung. Sehingga, jika anak masuk SD tidak bisa tiga hal itu tentu akan tertinggal,” ucap Endang.
Maka dia pun mengaku optimis untuk tetap melaksanakan lomba ranking satu ini. Setelah dilaksanakan, ternyata anak-anak semua bisa mengikuti dengan baik. Orang tua dan guru juga mengaku lomba ini lebih menyenangkan.
“Biasanya kalau cerdas cermat itu anak-anak spaneng. Latihan pun harus selalu kerja tim ya. Sementara ranking 1 ini latihannya bisa dilakukan secara personal, di rumah bersama orang tua. Sehingga peran wali murid lebih dominan. Mereka bisa menggembleng anak mereka di rumah,” ucapnya.
Sementara evaluasi kekurangannya, menurut Endang anak-anak memang harus lebih siap mental, karena bisa tereleminiasi secara mendadak.
“Selain itu butuh personalia yang banyak untuk pengawasan. Tapi secara durasi waktu lomba ini membutuhkan waktu yang tidak terlalu panjang. Beda dengan cerdas cermat,” jelasnya.
Lomba ranking satu ini dilaksanakan sebagai rangkaian kegiatan PAUD Aisyiyah Competition yang digelar Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Brondong dalam rangka Milad Ke-108 Aisyiyah. Selain lomba ranking satu, ada juga lomba tahfizh 4 bahasa, lomba salat, lomba senam, dan lomba pidato. (#)
Jurnalis Nely Izzatul