
LPCR-PM Surabaya mengadakan diskusi Subuh membahas tiga masalah kemasjidan: organisasi, fundraising, dan kader muda.
Tagar.co – Tiba di Masjid Al-Falah Sragen, Sabtu (1/11/2025), rombongan Rihlah Dakwah dan Rakor LPCR-PM Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surabaya melaksanakan salat tahajud.
Di keheningan malam itu sebanyak 50 peserta khusyuk beribadah dan berdoa. Setelah itu dilanjutkan salat Subuh berjemaah.
Usai salat digelar diskusi antara rombongan Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCR-PM) dengan narasumber dari takmir Masjid Al-Falah Sragen, Lutfi Orbani yang juga menjabat Direktur Bankziska.
Diskusi mengupas tiga masalah. Pertama, bagaimana masjid tumbuh, berkembang, dan bermanfaat bagi umat.
Kedua, penggalangan infak. Ketiga, bagaimana caranya menghadirkan anak-anak dan remaja aktif di masjid.
Membuka diskusi, Lutfi Orbani menyampaikan jargon apapun masalahnya, masjid solusinya. Karena itu upayakan takmir masjid menyediakan layanan bagi jemaah, seperti konsultasi keuangan dan jodoh.
“Dua masalah itu yang sering dibutuhkan jemaah,” katanya. “Misalnya, ada orang pusing diuber-utang, larinya ke masjid untuk berkeluh kesah. Begitu mencari jodoh banyak orang tua berharap anaknya menemukan jodoh di masjid.”
Memakmurkan Masjid
Kemudian dia mengulas cara memakmurkan masjid menjadi bertumbuh, berkembang, bermanfaat untuk jemaah dengan membuat banyak kajian yang dibutuhkan jemaah.
Dia mencontohkan di Masjid Al-Falah Sragen dalam sepekan ada 14 kajian. Berarti setiap hari ada dua program kegiatan untuk anak-anak, ibu-ibu, dan lansia.
Kemakmuran masjid, sambung dia, bisa dilihat dari organisasinya yaitu takmir. Kalau takmir berisi orang sibuk yang jarang ke masjid, maka perlu dibentuk badan eksekutif yang dibayar sesuai kompetensinya.
“Takmir yang jarang ke masjid tidak bakal masjidnya makmur. Karena itu perlu badan eksekutif mengurusi masjid setiap hari. Begitu juga imam lebih baik dipilih orang yang hafalan Quran dan bacaannya bagus. Mereka ini menerima insentif,” ujar Lutfi.
Di Masjid Al-Falah, tuturnya, awalnya terjadi perdebatan setuju dan tidak setuju pengurus dan imam dibayar. “Ya jalan saja, kalau tidak dilaksanakan masjid tidak bakal berkembang,” katanya.
Dia menuturkan, karyawan yang dibayar belum tentu kehilangan keikhlasannya mengelola masjid. Begitu juga seorang imam menerima insentif sebagai penghargaan ilmunya. “Tugas imam bukan hanya mimpin salat juga bikin proposal program. Semua ada jobdes-nya,” ujar Lutfi.
Dalam manajemen masjid ada relawan yaitu yang membantu kegiatan. Ada karyawan mengerjakan tugas tertentu dan mendapat insentif. Ada ahli shuffah yaitu anak-anak yang tidur di masjid, masih bersekolah, dan bertugas membantu kegiatan. Mereka ini juga mendapat insentif.
Fundraising
Bicara masalah dana, Masjid Al-Falah bekerja sama Lazismu. Di masjid sudah dibentuk KLL (Kantor Layanan Lazismu). Pendapatan infak, sedekah, zakat dicatatkan di Lazismu. Tiap tahun masjid membuat program yang dananya dari Lazismu.
“Kami ada kerja sama fundraising. Contoh Lazismu punya program beasiswa, UMKM, kesehatan, masjid punya data jemaah sebagai penerima manfaat,” katanya. “Kalau kas masjid minus ditutup Lazismu.”0
Sumber dana masjid berasal infak offline berupak kotak infak dan donatur. Hasilnya Rp 9-19 juta per pekan.
Infak online lewat QRIS, Gopay, Shopi. Jangkauan lebih luas sampai luar kota. Hasilnya lebih besar karena lintas kota.
“Contoh, kami dapat donasi kasur untuk program menginap dari donatur Surabaya. Ketika Ramadan berdatangan sumbangan beras, gula, sayur, kurma dari luar kota,” tuturnya.
Hasil fundraising KLL Al-Falah, kata dia, mencapai Rp 3,5 miliar setahun.
Masjid punya beberapa usaha seperti provider internet wifi bernama Core1. Ini kerja sama dengan PT Inti Data. Jumlah pelanggan masih 500 rumah. Kapasitasnya 10 mbps per titik.
“Usaha lainnya Hidromart jualan air, Al-Falah Market, dan sawah,” jelasnya.
Untuk rekrutmen anak muda, Lutfi menjelaskan, mengumpulkan apa yang disenangi oleh anak muda. Seperti wifi di masjid dengan pass word: untuk jamaah. Lalu makan, rekreasi, dan jodoh.
“Masjid ini terkenal dengan jargon Tiga M. Yaitu makan, makan, makan. Habis ngaji makan, selesai kegiatan makan,” ujarnya. (#)
Penyunting Sugeng Purwanto












