
Bukan wajah memesona yang membuat surga rindu, melainkan hati yang bersih, akhlak yang terjaga, dan rasa malu yang menjadi perisai. Inilah kecantikan sejati yang abadi.
Oleh Dwi Taufan Hidayat, Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Tagar.co – Di tengah dunia yang berlomba menampilkan wajah, masih adakah yang menampilkan hati? Kecantikan fisik memang memikat mata, tetapi akhlaklah yang menggugah jiwa.
Wanita yang cerdik dan memiliki rasa malu tidak hanya terpuji di dunia, tetapi juga dirindukan oleh surga. Inilah seruan untuk kembali menjadi perempuan yang memahami nilai dirinya di hadapan Allah.
Baca juga: Adab Sosial: Ujian Sejati Ada di Jalanan, Bukan di Istana
Dunia hari ini sangat mudah membentuk standar kecantikan. Media sosial, iklan, dan mode bersatu padu menciptakan gambaran wanita ideal: wajah tirus, kulit putih mulus, tubuh langsing, dan senyum merekah. Akibatnya, banyak perempuan terjebak dalam perlombaan tanpa ujung demi tampil sempurna di mata manusia, namun lupa mempercantik diri di hadapan Allah.
Padahal, kecantikan fisik tidak akan abadi. Kulit akan keriput, rambut memutih, dan tubuh tak selamanya ramping. Maka, wanita bijak adalah dia yang tidak menghabiskan waktunya hanya untuk mempercantik raga, tetapi memperindah akhlak, menumbuhkan rasa malu, dan memperkuat ilmu. Sebab, saat ajal datang, yang abadi bukan kecantikan, melainkan kemuliaan akhlak dan iman.
Salah satu sifat mulia yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam dan kerap diabaikan oleh perempuan masa kini adalah rasa malu (al-ḥayāʾ). Rasa malu bukan kelemahan, melainkan kekuatan. Ia adalah penjaga martabat, benteng dari kehinaan, dan jembatan menuju kemuliaan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ
“Malu adalah cabang dari iman.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Seseorang yang memiliki rasa malu berarti masih memiliki iman. Malu membuka aurat, malu berkata kasar, malu menggoda laki-laki bukan mahram, malu menari di depan kamera, malu mengumbar diri demi pujian manusia.
Lalu, siapa wanita yang dirindukan surga?
Bukan dia yang paling cantik wajahnya, tetapi dia yang paling indah hatinya. Bukan yang paling tajam eyeliner-nya, melainkan yang paling tajam akalnya. Bukan yang penuh followers, tetapi yang penuh rasa takut kepada Allah.
Allah ﷻ berfirman:
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan (kebaikan).” (Al-Baqarah: 195)
Wanita yang cerdik adalah dia yang berbuat baik bukan karena ingin dipuji, tetapi karena ingin dicintai Allah. Ia tahu bahwa hidup ini bukan soal tampil memukau, melainkan tentang bertakwa dalam diam.
Mari tengok sosok Maryam binti Imran. Wanita suci ini disebut dalam Al-Qur’an bukan karena parasnya, melainkan karena kesuciannya. Allah ﷻ menyebut:
وَإِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَىٰ نِسَاءِ الْعَالَمِينَ
“(Ingatlah) ketika malaikat berkata: Wahai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu, menyucikanmu, dan melebihkanmu atas segala wanita di dunia (pada masa itu).” (Ali Imran: 42)
Maryam tidak dikenal karena ketenaran. Ia tidak bersolek demi manusia. Ia justru menyendiri dari keramaian, menjaga diri, dan memperbanyak ibadah. Saat ia mengandung Isa dan dicaci, Allah sendiri yang membelanya.
Itulah wanita mulia: bukan yang menjadi pusat perhatian manusia, tetapi yang diam-diam menjadi kesayangan Allah.
Rasa malu dalam Islam adalah pelindung. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“Jika kamu tidak memiliki rasa malu, maka berbuatlah sesukamu.” (H.R. Bukhari)
Hadis ini bukan ajakan untuk bebas berbuat, tetapi peringatan: tanpa rasa malu, seseorang akan mudah tergelincir dalam dosa. Wanita yang kehilangan rasa malu akan kehilangan kehormatan. Sedangkan yang menjaga malu, menjaga iman dan harga dirinya.
Namun, jangan salah: malu bukan berarti diam atau bodoh. Seorang wanita bisa cerdas, kritis, dan bersuara, asalkan tetap menjaga adab. Cerdik berarti tahu kapan bicara, tahu batas dalam bergaul, dan tahu cara menjaga harga diri. Islam tidak melarang perempuan belajar, bekerja, atau berkontribusi. Yang dilarang adalah mengorbankan rasa malu demi popularitas atau lelaki yang belum halal.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salehah.” (H.R. Muslim)
Wanita salehah bukan berarti tanpa masa lalu. Tapi dia yang bertobat, memperbaiki diri, dan kembali pada Allah dengan kerendahan hati.
Jadilah wanita yang saat disebut namanya, para malaikat turut mendoakan. Bukan karena kecantikan, tetapi karena keikhlasan, ilmu, dan rasa malu yang terjaga. Surga tidak bertanya apakah kamu cantik, tetapi apakah kamu taat.
Maka, wahai para muslimah, tak perlu berlomba menjadi cantik di mata dunia. Berlombalah menjadi cerdik dan beriman di hadapan Allah. Sebab kecantikan akan pudar, tetapi malu dan iman akan abadi, bahkan menjadi saksi di hadapan Rabb semesta alam.
Semoga Allah menjadikan kita wanita-wanita yang tidak hanya baik di foto, tetapi juga indah di sisi-Nya. Amin. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni