Opini

Arab Saudi Perketat Umrah: Bagaimana Dampak Regulasi Baru Ini pada Indonesia?

836
×

Arab Saudi Perketat Umrah: Bagaimana Dampak Regulasi Baru Ini pada Indonesia?

Sebarkan artikel ini
Foto freepik.com premium

Arab Saudi memperketat aturan umrah: visa hanya keluar jika akomodasi dipesan lewat hotel berlisensi dan platform Nusuk. Indonesia harus berbenah cepat menyesuaikan diri.

Oleh Ulul Albab; Ketua Litbang DPP Amphuri

Tagar.co – Setelah menerapkan pembatasan ketat pada musim haji 2025, Pemerintah Arab Saudi kini memperluas pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah umrah.

Sejak Selasa, 10 Juni 2025, Arab Saudi resmi mewajibkan jemaah umrah dari luar negeri untuk memesan penginapan hanya pada hotel atau apartemen yang memiliki lisensi resmi dari Kementerian Pariwisata Arab Saudi dan terdaftar dalam sistem Nusuk.

Kebijakan ini berdampak langsung terhadap proses penerbitan visa umrah, yang kini hanya akan disetujui jika pemesanan hotel dilakukan melalui jalur resmi dan telah disetujui oleh pihak hotel melalui platform Nusuk. Tanpa konfirmasi tersebut, visa tidak akan diproses dan jemaah dipastikan gagal berangkat.

Baca juga: Allah yang Menidurkan dan Membangunkan Kita, untuk Apa?

DPP Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) telah mengeluarkan imbauan tegas: “Kami berharap seluruh penyelenggara, khususnya anggota Amphuri, mematuhi peraturan ini agar proses visa berjalan lancar dan tidak terjadi penolakan di sistem.”

Baca Juga:  Ketika Regulasi Tak Ikut Berhaji

Mulai 14 Zulhijah 1446, semua pemesanan hotel di Makkah dan Madinah wajib mendapat persetujuan dari Pertahanan Sipil dan Otoritas Pariwisata sebagai syarat mutlak penerbitan visa umrah. Ini menutup celah penggunaan akomodasi tidak resmi atau tanpa izin yang selama ini masih digunakan sebagian agen.

Melindungi Hak Jemaah

Menurut Kementerian Pariwisata Arab Saudi, kebijakan ini bertujuan untuk menjamin kualitas layanan akomodasi sekaligus melindungi hak jemaah umrah sebagai tamu Allah. Regulasi ini menjadi bagian dari kampanye nasional bertajuk Duyufuna Awla (Tamu Kami adalah Prioritas) yang diluncurkan sejak awal 2025.

Untuk mendukung kebijakan tersebut, kementerian menyediakan fitur verifikasi lisensi hotel dan apartemen melalui situs resmi www.mt.gov.sa. Fitur ini memungkinkan calon jemaah mengecek status legalitas penginapan, termasuk standar pelayanan dan kelayakan fasilitas.

“Melalui fitur ini, para pengunjung dapat memastikan mereka memilih tempat tinggal yang aman dan nyaman selama menjalankan ibadah,” ujar juru bicara Kementerian Pariwisata.

Menjawab Masalah Masa Lalu

Banyak pihak menilai kebijakan ini lahir sebagai respons atas kekacauan akomodasi jemaah umrah pada awal 2025, menjelang Ramadan. Saat itu, sejumlah jemaah umrah asal Indonesia terlantar karena pembatalan sepihak oleh hotel, meskipun telah membayar untuk akomodasi berbintang. Beberapa bahkan harus dipindahkan ke pemondokan sederhana yang tidak sesuai kontrak.

Baca Juga:  Smart Pilgrimage: Inovasi Umrah di Era Digital

Dengan regulasi ini, Arab Saudi menegaskan bahwa sistem ibadah umrah dan haji tidak lagi memberi ruang bagi praktik nonformal dan manipulatif yang merugikan jemaah. Semua pihak, terutama penyelenggara perjalanan umrah luar negeri, dituntut menjunjung tinggi transparansi dan kepatuhan.

Implikasi bagi Indonesia

Sebagai negara pengirim jemaah umrah terbesar di dunia, Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan sistem baru ini. Agen travel harus menjalin kemitraan strategis dengan hotel-hotel berlisensi dan memahami sistem digital Nusuk.

Pemerintah Indonesia dan asosiasi penyelenggara umrah seperti Amphuri, Himpuh, Kesthuri, dan Asphirasi perlu segera mengambil langkah kolaboratif: memberi edukasi kepada anggota, membentuk konsorsium negosiasi, serta memperkuat literasi digital terkait sistem visa berbasis akomodasi.

Jika dikelola dengan baik, perubahan ini bisa menjadi titik balik menuju industri umrah yang tertib, transparan, dan berorientasi pada perlindungan jemaah. Sebaliknya, jika diabaikan, kebijakan ini bisa menjadi batu sandungan serius bagi keberangkatan jemaah, kredibilitas agen, dan kelangsungan usaha biro perjalanan itu sendiri. Wallahualam. (#)

Baca Juga:  Gen-Z, AI, dan Kampus Masa Depan: Masih Perlukah Kuliah?

Penyunting Mohammad Nurfatoni