Rihlah penuh makna dilakukan oleh keluarga besar TK Aisyiyah 1 Kota Probolinggo. Tujuannya: kota bersejarah tempat lahirnya Muhammadiyah, organisasi tertua yang kini berusia 116 tahun.
Tagar.co – Di malam yang dingin setelah salat Isya, pada Jumat, 13 September 2024, angin gending bertiup kecang. Keluarga besar TK Aisyiyah 1 Kota Probolinggo berkumpul, siap memulai perjalanan spiritual ke Yogyakarta, sebuah kota yang tak hanya bersejarah tapi juga menjadi saksi lahirnya Muhammadiyah.
Baca juga: Mengobarkan Semangat Kepahlawanan dari Tari Glipang
Aryzana Maharany, M.Pd, sang kepala sekolah, dengan semangat membara, mengajak para guru dan karyawan untuk sejenak melepas lelah, memanfaatkan long weekend yang manis. Di antara rombongan, ada juga wajah-wajah familier dari Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Probolinggo dan Pimpinan Cabang Aisyiyah Mayangan. Bus dari Reza Tour Travel pun melaju, membawa harapan dan kegembiraan menuju Yogyakarta hingga Senin, 16 September 2024.
Menjadi pendidik adalah tugas mulia yang penuh tantangan, dan tak jarang kepenatan menyapa. Namun, seperti kata Aryzana, “Healing sebentar, lalu melompat lebih tinggi.” Destinasi wisata pun telah disusun rapi: dari Masjid Jogokariyan, Candi Prambanan, Puncak Becici, Pinus Pengger, Heha Sky View, hingga jejak langkah K.H. Ahmad Dahlan di Kauman, yang menjadi inti dari perjalanan ini.
Bukan Sekadar Jalan-Jalan
Di Kauman, rombongan mengisi kembali semangat ideologi Muhammadiyah. “Ini bukan sekadar jalan-jalan,” tegas Aryzana. Ada hikmah yang harus dipetik, mengenal lebih dekat sosok K.H. Ahmad Dahlan, bukan dari buku atau film, tapi dari warisan nyata yang ditinggalkannya.
Dra. Endang Dewi Fatimah, Ketua PDA Kota Probolinggo, menambahkan, “Jangan biarkan kelelahan menghalangi semangat kita dalam memajukan Aisyiyah.” Perjalanan ini bukan hanya tentang menjelajah, tapi juga tentang memperkuat tali silaturahmi.
Nasihat Bendahara PDA Kota Probolinggo Indah Nurhidayati, S.Pd., juga menyentuh hati. “Kepala sekolah, guru atau karyawan memiliki tugas yang sama. Berdakwah kepada walimurid, mengajarkan kebaikan akan bernilai pahala disisi Allah,” tuturnya.
Bersama Sekretaris PP Muhammadiyah
Malam harinya, di Gudeg Mbok Mandeg, keakraban makin terasa. Dipilihnya resto ini untuk menyesuaikan lidah orang timur yang cenderung asin gurih. Maka sajian gudeg resto ini solusinya. Sayur nangka muda, telor, ayam, dan teh hangat memuaskan lapar dahaga perjalanan
Di tengah suguhan gudeg yang menggoyang lidah, hadir pula Dr. Muhammad Sayuti, M.Pd, M.Ed, Ph.D., SekretarisPimpinan Pusat Muhammadiyah, yang membakar semangat para peserta. Muhammadiyah sudah 116 tahun. Tetapi tidak ada tanda-tanda kelelahan warga Muhammadiyah untuk menebar kebaikan.
“Sampai saat ini terdapat 5340 sekolah; 20 ribu lebih TK Aisyiyah; 167 perguruan tinggi; 126 rumah sakit; 300 klinik. Jumlah masjid tak terhitung banyaknya,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, kini perbincangan dalam rapat PP Muhammadiyah tidak lagi berfokus kepada pengembangan Muhammadiyah di Indonesia, tetapi beranjak pada dakwah di penjuru negeri. “Dakwah lebih luas yang menggembirakan. Dakwah rahmatan lilalamin,” ujarnya.
Rahasia Muhammadiyah
Sayuti bercerita tentang ekspansi Muhammadiyah, dari sekolah di Australia hingga cabang-cabang istimewa di seluruh dunia, kecuali kutub utara dan selatan, yang disambut dengan gelak tawa. “Apa rahasianya?” tanyanya. Jawabannya sederhana: keikhlasan, ketertiban, dan semangat dakwah yang tak pernah padam.
Keihklasan K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan dan membesarkan Muhammadiyah menjadi inspirasi mengamalkan empat sifat Nabi Muhammad Saw. Fatanah, amanah, sidik dan tablig kunci utama menjalankan amanah Perserikatan,” jelasnya.
Sayuti mengutip apa yang dikatakan Prof. Syafi’i Ma’arif bahwa Allah berpihak kepada Muhammadiyah sehingga Muhammadiyah tetap eksis mendorong kebaikan dan mencegah kemungkaran. Guyub rukun mengelola Muhammadiyah tanpa pertikaian meraih tahta dan harta.
Isnaini Maulida Wahyuni, S.Pd, guru TK Aisyiyah 1 Kota Probolinggo, dengan mata berkaca-kaca, berbagi perasaannya, “Haru melihat Langgar K.H. Ahmad Dahlan yang pernah saya saksikan di film. Betapa sederhana rumah beliau. Tetapi spirit juang amar makruf nahi mungkar telah mewarnai berbagai belahan dunia.” (*)
Jurnalis Izza El Mila Penyunting Mohammad Nurfatoni