Opini

Skandal Pagar Laut, Sinyal Pemerintah Tak Ada

425
×

Skandal Pagar Laut, Sinyal Pemerintah Tak Ada

Sebarkan artikel ini
Skandal pagar laut di perairan Tangerang itu pertanda mutakhir bahwa ada salah urus pada kekayaan kita : ruang laut yang membentang seluas Eropa ini.
Daniel Mohammad Rosyid

Jika ada kue di laut, banyak pihak rame-rame berebut, namun jika ada masalah di laut, masing-masing bersembunyi entah di mana.

Oleh Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS dan Pendiri Rosyid College of Arts

Tutup Banner untuk melanjutkan baca

Tagar.co – Selama beberapa pekan terakhir ini, masyarakat diributkan dengan pagar bambu di laut sepanjang 30 Km di perairan Tangerang dan Bekasi.

Sebagian nelayan mengaku sebagai pihak yang melakukan pemagaran. Sementara banyak pihak sampai hari ini diam seribu bahasa mengaku tidak tahu menahu soal pagar laut itu, termasuk pejabat gubernur Banten.

Masyarakat menuding pengembang Agung Podomoro yang melakukan. Terakhir TNI mulai membongkar pagar laut yang terbuat dari bambu ini.

Ternyata tidak mudah. Rangkaian peristiwa skandal pagar laut ini merupakan bukti paling mutakhir betapa negeri ini tidak memiliki pemerintahan maritim yang efektif.

Dulu pernah ada seorang Menkomarinves yang sangat sibuk mengurusi banyak urusan, kecuali kemaritiman. Karena kesibukannya itu, Prabowo malah menghapus kementerian koordinator maritim ini.

Setelah pejabat gubernur Banten mengaku tidak bertanggung jawab,  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga tidak mengaku bertanggung jawab. Kali ini Presiden tidak bisa menyerahkan urusan ini ke rumput yang bergoyang ala Ebiet G. Ade.

Sudah lama urusan pemerintahan di laut terbengkalai. Pernah ada kebijakan Poros Maritim Dunia. Kini bahkan mengurus ruang laut Tangerang saja pemerintah tidak kompeten.

Arsitektur Kabinet Merah Putih ini masih arsitektur kabinet darat. Sampai pejuang Deklarasi Djuanda Prof. Hasyim Djalal wafat beberapa hari lalu, pemerintah zaman reformasi ini masih gagap hadir di laut.

Akibatnya, biaya logistik negara kepulauan ini sangat tinggi yang menjelaskan ketimpangan spasial kita saat ini antara Jawa and the rest of Indonesia.

Akibat ketidakhadiran pemerintah di laut secara efektif ini, terjadi ekonomi biaya tinggi di semua kegiatan kita di laut, termasuk berbagai kegiatan melanggar hukum sejak illegal fishing, illegal logging, illegal waste dumping, ekspor pasir laut liar dan illegal mining sampai human trafficking yang terjadi melalui laut.

Perairan Indonesia termasuk perairan yang tidak aman. Badan Keamanan Laut dan TNI AL tidak dirancang sebagai pemerintahan di laut dengan single authority, and responsibility dengan alokasi sumberdaya yang cukup.

Jika ada kue di laut, banyak pihak rame-rame berebut, namun jika ada masalah di laut, masing-masing bersembunyi entah di mana.

Sementara itu agenda membangun National Sea and Coast Guard yang beneran masih diganggu konflik kepentingan antar kementerian dan lembaga lain.

Obsesi pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan komoditas seperti tambang telah secara sistemik menelantarkan laut sebagai ruang. Kepentingan maritim adalah kepentingan ruang yang penting untuk trade and commerce.

Kita tidak pernah kaya hanya menjadi petani sawit, kopi, atau coklat karena tidak pernah menentukan harga komoditas tersebut.

Mindset kita masih seperti era kolonial, sementara VoC atau Belanda yang menjadi pedagang kopi dan coklat serta rempah.

Ini menjelaskan mengapa Belanda kaya raya, kita sampai hari ini masih miskin. Bahkan dengan membangun administrasi maritim yang kuat, Belanda mampu menjajah bangsa ini untuk waktu yang cukup lama.

Skandal pagar laut di perairan Tangerang itu pertanda mutakhir bahwa ada salah urus pada kekayaan kita : ruang laut yang membentang seluas Eropa ini.

Sementara itu arsitektur Kabinet Merah Putih ini tampaknya dirancang untuk gagal menghadirkan pemerintahan di laut yang efektif. Jika pagar laut bambu di perairan Tangerang itu saja membawa masalah, saya tidak bisa bayangkan giant sea wall yang membentang sejak Banten hingga Gresik. (#)

Malang, 18 Januari 2025

Penyunting Sugeng Purwanto

Baca Juga:  Kurikulum Merdeka, Selamat Tinggal
Opini

Presiden Prabowo mengucapkan “ndasmu” tiga kali dalam orasi…