Telaah

Rendah Hati, Jalan para Kekasih Allah

236
×

Rendah Hati, Jalan para Kekasih Allah

Sebarkan artikel ini
Rendah Hati: Kisah Iblis menunjukkan satu hal: ilmu dan status tak berarti bila hati dipenuhi keangkuhan. Tawadu adalah kunci keselamatan, bahkan bagi mereka yang merasa paling dekat dengan Tuhan.
Ilustrasi AI

Kisah Iblis menunjukkan satu hal: ilmu dan status tak berarti bila hati dipenuhi keangkuhan. Tawadu adalah kunci keselamatan, bahkan bagi mereka yang merasa paling dekat dengan Tuhan.

Oleh Dwi Taufan Hidayat, Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Cabang  Muhammadiyah Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Tagar.co – Dalam sejarah penciptaan, terdapat sebuah kisah yang sarat pelajaran bagi manusia: kisah tentang Iblis. Ia bukan makhluk biasa. Sebelum kejatuhannya yang tragis, Iblis—yang kala itu dikenal sebagai Azazil—merupakan ahli ibadah yang luar biasa.

Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa ia telah beribadah kepada Allah selama ribuan tahun. Setiap seribu tahun, ia diangkat ke langit yang lebih tinggi, hingga mencapai langit ketujuh. Ia bukan hanya makhluk yang taat, tetapi juga dikaruniai ilmu yang mendalam. Bahkan, ia dijadikan penasihat dan pemimpin para malaikat dalam urusan ibadah.

Baca juga: Kesombongan: Ujian Halus yang Mengintai Hati

Namun, semua itu sirna seketika. Ketika Allah menciptakan Adam dan memerintahkan para malaikat serta Iblis untuk bersujud sebagai bentuk penghormatan, Azazil menolak. Ia berkata dengan penuh kesombongan:

Baca Juga:  Tantangan dan Peluang Bisnis Rental Mobil di Era Transisi Kendaraan Ramah Lingkungan

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

“Aku lebih baik darinya. Engkau menciptakanku dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.”(Al-A’raf: 12)

Ucapan itu menjadi awal kejatuhannya. Ibadahnya yang panjang dan ilmu yang luas hancur hanya karena satu penyakit hati: kesombongan. Di sinilah pelajaran penting bagi kita semua. Kesombongan, walau sekecil apa pun, dapat menjatuhkan seseorang dari derajat tinggi menjadi makhluk yang terlaknat.

Rasulullah Saw. bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِّنْ كِبْرٍ

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan.”(H.R. Muslim)

Iblis jatuh bukan karena kurang ibadah, bukan pula karena tidak berilmu, tetapi karena ia tidak memiliki tawadu—kerendahan hati. Maka, janganlah berbangga dengan sujud kita, jangan sombong dengan ilmu kita. Sebab, Iblis pun dahulu lebih unggul dalam keduanya.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin menulis:

“Barang siapa merasa dirinya lebih baik daripada orang lain, maka ia telah tertipu oleh setan.”

Baca Juga:  Generasi Muda Pilih Kabur? Viral #KaburAjaDulu dan Realitas Pahit di Indonesia

Ibnul Qayyim berkata: “Kerendahan hati adalah jalan menuju kemuliaan sejati, sedangkan kesombongan adalah jalan menuju kehancuran.”

Rendah hati adalah sifat para nabi. Nabi Muhammad Saw., manusia termulia, tetap tawadhu’ meskipun beliau dijamin masuk surga, menjadi pemimpin umat, dan maksum dari dosa. Beliau duduk bersama orang miskin, makan makanan sederhana, dan tidak membedakan dirinya di hadapan para sahabat.

Allah berfirman:

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati …” (Al-Furqan: 63)

Kerendahan hati bukan berarti merendahkan diri. Sebaliknya, ia menunjukkan kekuatan jiwa. Orang yang tawadu mampu meredam gejolak ego, menundukkan keakuan, dan mengakui kelebihan orang lain dengan lapang dada. Ia tidak terusik saat tak dipuji, dan tak marah saat dikritik. Ia menyadari bahwa segala kebaikan datang dari Allah, bukan dari dirinya sendiri.

Jika kita ingin dekat dengan Allah, maka pintunya adalah rendah hati. Sebab, Allah mencintai hamba yang tidak sombong. Sebaliknya, Allah murka terhadap orang yang menyombongkan diri. Dalam hadis Qudsi, Allah berfirman:

Baca Juga:  Berbakti setelah Orang Tua Wafat: Pintu yang Tak Pernah Tertutup

ٱلْكِبْرِيَآءُ رِدَائِى وَٱلْعَظَمَةُ إِزَارِى، فَمَنْ نَازَعَنِى وَاحِدًۭا مِّنْهُمَا قَذَفْتُهُۥ فِى ٱلنَّارِ

“Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah pakaian-Ku. Siapa yang menyaingi-Ku dalam salah satunya, niscaya Aku lemparkan ia ke dalam neraka.” (H.R. Muslim)

Wahai saudaraku, meskipun kita rajin beribadah dan haus akan ilmu, jangan pernah merasa lebih baik dari orang lain. Bisa jadi, orang yang kita remehkan justru lebih mulia di sisi Allah. Karena Allah menilai bukan dari rupa, jabatan, atau ucapan, melainkan dari ketulusan hati dan amal yang tersembunyi.

Sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah Saw.:

ٱللَّهُمَّ اجْعَلْنِي فِي عَيْنِي صَغِيرًا وَفِي أَعْيُنِ النَّاسِ كَبِيرًا

“Ya Allah, jadikanlah aku kecil di mataku sendiri, dan besar di mata manusia karena akhlakku.”

Semoga kita dijauhkan dari penyakit hati yang menyesatkan. Semoga kita dikaruniai hati yang tunduk dan merendah di hadapan Allah dan sesama. Karena hanya dengan hati yang tawadhu’, kita dapat mencium aroma surga. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni