
Ramadan menjadi momentum untuk menjaga amalan, penyucian jiwa, dan empati terhadap sesama. Jangan sampai hilang karena asyik dengan gadget.
Oleh Bening Satria Prawita Diharja, Guru PJOK SMP Muhammadiyah 1 Gresik
Tagar.co – Liburan Ramadan dan Idulfitri membuat pemerintah bingung. Mula-mula Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya spontan mengatakan selama Ramadan siswa libur penuh.
Kemudian terbit surat edaran bersama (SEB) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Agama (Kemenag) Nomor 2 Tahun 2025, Nomor 2 Tahun 2025 dan Nomor 400.1/320/SJ ternyata liburnya tidak penuh.
Semula hari libur puasa Ramadan dan Idulfitri bagi siswa SD, SMP, SMA dimulai 26-28 Maret 2025. Ternyata berubah lagi direvisi mulai 21-28 Maret dan 2-4, 7-8 April 2025.
Harapan pemerintah, orang tua, dan guru, liburan Ramadan siswa khusyuk melaksanakan ibadah puasa, salat, tadarus Al-Quran hingga khatam di masjid, membantu pekerjaan rumah tangga, aktif di komunitas remaja masjid, dan membantu pelaksanaan zakat, infak, sedekah.
Namun harapan tinggal harapan. Di lapangan, alih-alih mengisi Ramadan dengan ibadah yang khusyuk, yang terjadi malah anak-anak asyik bermain game dan media sosial. Inilah fenomena generasi Z alias Gen Z.
Mereka menghabiskan waktu dengan memegang HP untuk bermedia sosial, main game, nonton YouTube. Betah berjam jam. Inilah ngabuburit anak-anak Gen Z. Lapar dahaga puasa terlupa karena khusyuk main HP.
Mengaji di TPQ ingin segera bubar. Cerita nabi-nabi tak menarik lagi. Tadarus cukup satu halaman. Berkata terus terang kepada gurunya supaya mengaji segera selesai karena ingin main game. Inilah godaan puasa Gen Z. Bukan bau makanan dan minuman yang lezat.
Melansir katadata.com, rata-rata waktu yang dihabiskan oleh Gen Z dan Gen Alpha main game mencapai 7-9 jam per hari. Bahkan bisa lebih. Perangkat yang dipakai: HP seluler di urutan pertama. Kemudian tablet dan komputer.
Data ini memperlihatkan betapa dominannya Gen Z dan Gen Alpha menggunakan perangkat seluler dalam kehidupan digital.
Aktivitas ini memicu sedentary lifestyle. Perilaku menetap yang ditandai dengan kurangya aktivitas fisik kalangan remaja dan anak anak. Bergantung HP menjadikan anak malas bergerak.
Gangguan Mental
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, pernah menyampaikan bahwa teknologi harus digunakan secara produktif dan mendidik, bukan sekadar hiburan.
Ini merupakan penekanan bahwa pentingnya pemanfaatan teknologi untuk tujuan yang bermanfaat. Teknologi dapat menjadi alat yang membantu meningkatkan efisiensi, kreativitas, dan kualitas hidup manusia. Penggunaan teknologi secara produktif mencakup kegiatan seperti bekerja, belajar, berkomunikasi, serta menciptakan inovasi.
Penggunaan gadget tanpa batas menyebabkan kecanduan pada anak-anak. Waktu habis untuk scroll kejadian yang sedang happening dan viral di jagad media sosial.
Mabar alias main bareng hingga berlarut-larut dengan tujuan push rank di beberapa game online yang beredar hingga lupa waktu.
Penggunaan gadget tanpa batas dengan waktu yang lama membuat mereka lebih tertutup karena sering berinteraksi dengan teknologi daripada dengan orang di sekitarnya.
Egois, mental terganggu, tantrum adalah dampak psikologis yang muncul sehingga menggangu serta memengaruhi proses pembelajaran karakter terutama kesehatan mental.
Penggunaan gadget tanpa batas dalam waktu yang lama juga menyebabkan gangguan mata. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan obesitas, diabetes, gangguan tidur.
Kebiasaan menonton video sebelum tidur atau bermain game hingga larut malam membuat anak-anak sulit bangun sahur.
Kendali Orang Tua
Kendali orangtua mengawasi penggunaan gawai oleh anak-anak bisa dengan cara, pertama, memberi tugas pekerjaan rumah. Seperti menyapu, mengepel, mencuci baju, mencuci piring, sendok, panci. Cara ini seklaigus membangun komunikasi orang tua dengan anak.
Kedua, menekankan keutamaan menjalankan ibadah bulan Ramadan seperti membaca Al-Quran hingga khatam, rutin melaksanakan salat lima waktu berjamaah, hadir salat tarawih, menjadi muazin di musala dekat rumah hingga menjadi imam salat menjadi kegiatan positif kepada anak-anak.
Ketiga, menekankan menjadi orang bermanfaat bagi masyarakat. Seperti mengikuti pengajian menjelang buka puasa di masjid dan kegiatan berbagi takjil.
Pahamkan teknologi menjadi alat memperkuat ibadah bukan malah menjauhkan. Harus bisa menyeimbangkan penggunaan teknologi dengan aktivitas spiritual.
Ramadan menjadi momentum untuk memperbaiki diri, menjaga amalan, dan menumbuhkan rasa syukur terhadap nikmat Allah. (#)
Penyunting Sugeng Purwanto