
Prof. Dzo’ul Milal ajak jemaah salat Iduladha di lapangan parkir UMG introspeksi diri tentang ketaatan pada Allah dan kemauan berkorban. Hati, pikiran, ucapan, dan indra harus selaras dengan iman.
Tagar.co – Jumat pagi, 6 Juni 2025, suasana khidmat menyelimuti lapangan parkir Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG). Prof. Dr. A. Dzo’ul Milal, M.Pd., dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMSurabaya ini berdiri di mimbar sebagai khatib Iduladha.
Di hadapan delapan saf pria dan sembilan saf wanita, ia menyampaikan sebuah pesan mendalam. “Salah satu tanda seorang beriman dengan sesungguhnya, dan apabila dibacakan ayat Allah maka bertambah iman seseorang yang mempunyai iman sesungguhnya,” ujar Prof. Milal.
Ia menambahkan, bertambahnya iman ini bisa melalui apa yang diperlihatkan, diperdengarkan, atau bahkan dialami secara langsung. “Pagi ini kita mengalami Iduladha. Dalam kondisi seperti ini harus bertambah keimanannya,” tegas anggota Badan Pembina Harian Umsida itu.
Ketua PDM Sidoarjo itu kemudian mengutip Surat As-Shaffat ayat 101-102, yang mengisahkan Nabi Ibrahim. Setelah sekian lama berdoa, Nabi Ibrahim dikaruniai seorang anak. Namun, ketika anak itu dewasa, Allah memerintahkannya untuk menyembelih buah hatinya sendiri. Dengan penuh ketaatan, Nabi Ibrahim menaati perintah tersebut.
“Pelajaran pertama, taat pada Allah. Kita perlu introspeksi, apakah kita sudah punya ketaatan seperti Nabi Ibrahim?” ajak Prof. Milal.

Periksa Hati
Kemudian ia mengajak jemaah memeriksa hati masing-masing, apakah sudah ada ketaatan total dan berislam sepenuh hati. “Adakah hati kita mengandung kesombongan? Merasa lebih dari yang lain? Jika kita masih merasa itu berarti jati kita belum taat seratus persen,” paparnya.
Prof. Milal juga mengaitkan ketaatan dengan lafal takbir, “Allahu Akbar,” yang selalu diucapkan di awal salat. “Karena hanya Allah yang Akbar, maka tidak ada sedikit pun dalam diri kesombongan,” katanya.
Ia menekankan, orang yang salatnya benar tidak akan mencuri atau berbohong, karena mereka berupaya mewujudkan nilai-nilai salat dalam kehidupan.
“Lihat apakah hati masih ada iri? Sedih ketika melihat orang lain bahagia? Kadang kita melihat seseorang dengan iri dengki, agar nikmat yang diberikan kepada orang itu kita juga punya. Mari bermuhasabah,” ujarnya. Ia juga mengingatkan bahwa orang yang bergosip masih menyimpan dendam dan kemarahan, menunjukkan hati yang belum suci.
Ketaatan tidak hanya berhenti di hati, tetapi juga merambat ke pikiran. “Sesuatu yang kita pikirkan akan terjadi. Ada law of attraction,” kata Prof. Milal, merujuk pada kekuatan doa.
“Ketika kita berdoa, pikiran kita menggambarkan apa yang kita inginkan. Karena doa begitu khusyuk maka terwujud. Maka jangan sekali-kali berpikir negatif, karena akan terwujud seperti yang kita pikirkan.”
Ia menyarankan untuk segera membaca Auzubillahiminasyaitonirojim saat pikiran negatif muncul, agar selalu terhubung kepada Allah. Selanjutnya, ia juga menyoroti pentingnya menjaga ucapan, pandangan mata, dan pendengaran agar senantiasa dalam ketaatan.
Menguatkan Semangat Pengorbanan
Selain ketaatan, Iduladha juga menjadi momentum untuk muhasabah tentang kemauan berkorban. “Berkurban itu mengurangi sedikit hak kita untuk orang lain,” jelas Prof. Milal, mengutip ayat Al-Qur’an tentang orang-orang yang berinfak dalam kondisi lapang maupun sempit.
“Ketika kita sisihkan sebagian nikmat yang Allah berikan untuk orang lain, itu infak.” Ia memberikan contoh sederhana, seperti saat prasmanan di resepsi pernikahan, agar tidak mengambil terlalu banyak tanpa memikirkan orang lain.
“Alhamdulillah nanti 8 kambing, besok 14 sapi,” ujarnya, merujuk pada jumlah hewan kurban yang akan disembelih di UMG.
Ia menekankan rasa syukur bagi mereka yang berkontribusi dalam berkurban, karena telah menyedekahkan sebagian nikmat yang Allah berikan. “Kurban selalu berdasarkan keimanan,” pungkasnya.
Dari infak jemaah salat Iduladha pagi itu, terkumpul dana sebesar Rp13.489.000. (#)
Jurnalis Sayyidah Nuriyah Penyunting Mohammad Nurfatoni