Feature

Penjurusan di SMA: Muhammadiyah Soroti Pentingnya Ruang Tumbuh bagi Potensi Siswa

240
×

Penjurusan di SMA: Muhammadiyah Soroti Pentingnya Ruang Tumbuh bagi Potensi Siswa

Sebarkan artikel ini
Ketua PP Muhammadiyah Irwan Akib

Muhammadiyah menilai sistem penjurusan di SMA bisa menjadi sarana bagi siswa untuk fokus mengembangkan bakat dan minat, asalkan dijalankan tanpa stigma dan pengotakan kecerdasan.

Tagar.co – Wacana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk mengembalikan sistem penjurusan di jenjang sekolah menengah atas (SMA) menuai tanggapan beragam dari kalangan masyarakat dan pemerhati pendidikan.

Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya reformasi yang digagas Mendikdasmen Abdul Mu’ti untuk meningkatkan mutu pendidikan dan memberikan ruang yang lebih luas bagi siswa dalam mengembangkan potensinya.

Baca juga: Rektor Umla: Penjurusan di SMA Strategis jika Adaptif dan Humanis

Sebelumnya, sistem penjurusan sempat ditiadakan. Alasannya, siswa diharapkan mendapat wawasan luas lintas bidang sebelum akhirnya memilih spesialisasi tertentu. Namun kini, pendekatan itu ditinjau ulang.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Irwan Akib, menyambut positif langkah peninjauan ulang itu. Menurutnya, sistem penjurusan justru menjadi ruang penting bagi siswa untuk mengembangkan bakat dan minat secara lebih terarah.

“Perlu dipahami bahwa setiap anak memiliki bakat dan kemampuannya masing-masing, sehingga perlu diberi ruang untuk meningkatkan kemampuan dan mengasah bakat tersebut,” ujar Irwan saat dihubungi pada Selasa (15/4/24).

Baca Juga:  Kemendikdasmen Terapkan Ijazah Elektronik dan Cetak Mandiri Mulai 2025

Ia menekankan bahwa penjurusan memungkinkan siswa fokus pada bidang yang sesuai dengan potensi mereka, alih-alih dipaksa mempelajari segala hal yang belum tentu relevan dengan minatnya.

“Oleh karena itu penjurusan menjadi penting agar siswa dapat menekuni bidang yang menjadi bakat dan kemampuan serta minatnya, sehingga mereka dapat fokus belajar. Bila tanpa penjurusan, siswa justru menjadi terbebani dengan berbagai bidang yang mungkin tidak sesuai minat dan kemampuannya,” jelasnya.

Lebih jauh, Irwan menilai bahwa spesialisasi sejak SMA juga dapat menjadi bekal untuk menyusun arah pendidikan jangka panjang.

“Siswa sejak menetapkan jurusan yang mereka minati, sudah dapat juga menetukan kemana arah yang dia akan tuju ketika melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi nantinya,” imbuhnya.

Menyoroti jurusan Bahasa, Irwan mengusulkan agar nama jurusan tersebut diubah menjadi Sastra Humaniora. Menurutnya, bahasa seharusnya menjadi materi dasar yang diajarkan di semua jurusan, sedangkan sastra humaniora lebih cocok dikembangkan sebagai jalur khusus.

“Humaniora merupakan salah satu jurusan yang penting untuk memberi pemahaman kepada siswa terkait sisi-sisi kemanusiaan, sehingga menjadi salah satu bidang perlu dikuasai oleh anak yang memiliki bakat dan minat yang terkait sastra dan humaniora,” tambahnya.

Baca Juga:  10 Ribu Guru Profesional Lulusan PPG UAD Siap Ubah Wajah Pendidikan Indonesia

Meski demikian, Irwan mengingatkan agar pelaksanaan sistem penjurusan ini tidak menimbulkan stigma di kalangan siswa maupun orang tua.

“Stigma terhadap pemjurusan tertentu ini perlu diantisipasi, bahwa penjurusan itu bukan masalah pengklasifikasian berdasarkan tingkat kecerdasan,” tegasnya.

Dengan pengelolaan yang tepat, Irwan yakin penjurusan dapat menjadi strategi efektif dalam mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tapi juga terarah dalam meniti masa depan. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni