Opini

Menata Haji 2026: Peringatan Arab Saudi Momentum Reformasi bagi Indonesia

735
×

Menata Haji 2026: Peringatan Arab Saudi Momentum Reformasi bagi Indonesia

Sebarkan artikel ini
Menag Nasaruddin Umar dalam konferesi pers di Tanah Suci 11 Juni 2025 (Foto Kemenag.go.id)

Wacana pemangkasan kuota haji Indonesia sebesar 50 persen untuk 2026 akhirnya dibatalkan Arab Saudi. Momentum ini harus dijadikan pijakan untuk reformasi total tata kelola dan pelayanan haji.

Oleh Ulul Albab; Ketua Litbang DPP Amphuri; Ketua ICMI Jawa Timur

Tagar.co – Berita yang paling menyita perhatian umat Islam Indonesia belakangan ini adalah kabar menggembirakan bahwa Arab Saudi membatalkan wacana pemangkasan kuota haji Indonesia hingga 50 persen.

Badan Penyelenggara Haji (BPH) memastikan bahwa Pemerintah Arab Saudi telah mengurungkan rencana tersebut, meskipun sebelumnya sempat mencuat sebagai bentuk evaluasi keras atas pelaksanaan haji Indonesia tahun ini yang dinilai belum tertib dan profesional.

Baca juga: Arab Saudi Perketat Umrah: Bagaimana Dampak Regulasi Baru Ini pada Indonesia?

Namun, pembatalan ini bukan tanpa alasan. Arab Saudi menunjukkan sikap terbuka dan memberi ruang perbaikan dengan mempertimbangkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji melalui pembentukan lembaga baru, yakni Badan Penyelenggara Haji.

Harapan pun tumbuh bahwa dengan pengelolaan yang lebih fokus dan profesional, pelayanan jemaah haji Indonesia tahun depan akan lebih baik, tertib, dan sesuai standar internasional.

Baca Juga:  Menjaga Independensi Cendekiawan Muslim di Tengah Krisis Pendanaan

Keputusan Pemerintah Arab Saudi membatalkan rencana pemangkasan kuota haji Indonesia untuk tahun 2026 adalah kabar baik sekaligus peringatan serius.

Meskipun dibatalkan, sinyal evaluatif dari pihak Saudi menunjukkan bahwa penyelenggaraan haji 2025 dinilai memiliki banyak kelemahan mendasar. Di balik keputusan itu, tersimpan pelajaran berharga tentang pentingnya reformasi internal, diplomasi yang efektif, serta peningkatan mutu pelayanan haji secara menyeluruh.

Mengapa Wacana Itu Muncul?

Menurut Wakil Kepala BP Haji, Dahnil Anzar Simanjuntak, wacana pemotongan kuota muncul sebagai peringatan akibat buruknya penyelenggaraan haji tahun ini. Artinya, kritik dari Arab Saudi bukan sekadar isapan jempol, melainkan bentuk evaluasi atas kinerja Indonesia dalam manajemen jemaah.

Beberapa kemungkinan penyebabnya meliputi:

  • Keterlambatan pelayanan logistik dan akomodasi di Tanah Suci.

  • Manajemen kloter dan layanan transportasi yang tidak efisien.

  • Masih adanya jemaah lansia atau berisiko tinggi tanpa mitigasi memadai.

  • Kualitas petugas haji yang belum merata.

  • Koordinasi antarlembaga yang lemah dalam penanganan situasi darurat.

Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?

Meski kuota tidak dipotong, Indonesia tak boleh lengah. Beberapa langkah konkret yang perlu dipersiapkan sejak dini antara lain:

Baca Juga:  Haji Era Digital: Aktivasi eSIM di Saudi Kini Bisa lewat Aplikasi

1. Audit Total Penyelenggaraan Haji 2025

Evaluasi menyeluruh oleh BP Haji bersama mitra swasta dan Kementerian Kesehatan. Libatkan lembaga independen atau akademisi untuk penilaian objektif.

2. Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi Petugas Haji

Perekrutan harus berbasis kompetensi dan integritas. Pelatihan dilakukan intensif dengan simulasi lapangan serta pendekatan spiritual dan psikologis.

3. Penguatan Diplomasi Haji

Komunikasi dengan Kementerian Haji Saudi harus dilakukan secara berkala, tidak hanya menjelang musim haji. Saluran diplomatik yang berbasis kepercayaan dan data harus dibangun.

4. Optimalisasi Sistem Informasi dan Digitalisasi Layanan

Aplikasi digital harus dimaksimalkan untuk pelaporan layanan, pemantauan kesehatan jemaah, dan komunikasi antar tim. Integrasi sistem e-Hajj nasional dengan Nusuk milik Arab Saudi perlu dilakukan secara real time.

5. Perbaikan Manajemen Kuota dan Kloter

Distribusi kloter harus mempertimbangkan usia dan kondisi kesehatan jemaah. Simulasi keberangkatan dan pemulangan harus dilakukan sejak dini dan terencana.

Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat melalui pembentukan BP Haji. Namun, langkah ini harus dibarengi dengan:

  • Kejelasan tugas dan fungsi antara BP Haji dan Kementerian Agama;

  • Transparansi dalam pengadaan dan layanan;

  • Partisipasi publik dan ormas Islam dalam pengawasan.

Baca Juga:  Emas dan Rasa Aman: Ketika Masyarakat Menyimpan Harapan dalam Logam Mulia

Haji sebagai Diplomasi Umat dan Martabat Bangsa

Perlu digarisbawahi bahwa tata kelola haji mencerminkan kapasitas negara dalam melayani rakyatnya. Ancaman pengurangan kuota adalah bentuk ketidakpuasan dari mitra strategis (Arab Saudi).

Maka, pembenahan manajemen haji bukan hanya tugas teknis, tetapi juga bagian dari strategi diplomasi, pelayanan umat, dan penjagaan martabat bangsa.

Ke depan, Indonesia tak cukup hanya mempertahankan kuota. Kita harus mampu menunjukkan diri sebagai model pengelolaan haji terbaik di dunia Islam. Ini adalah tantangan besar yang harus dijawab dengan kerja kolektif antara BPH, Kementerian Agama sebagai regulator, dan asosiasi penyelenggara haji.

Pekerjaan rumah kita saat ini adalah merancang dan mempersiapkan konsep reformasi dan transformasi tata kelola haji yang rapi, terukur, dan inklusif. Diplomasi haji tak akan berarti bila pelaksanaannya tidak profesional. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni