Feature

Dua Kemudahan dalam Satu Kesulitan: Kisah Hamka

243
×

Dua Kemudahan dalam Satu Kesulitan: Kisah Hamka

Sebarkan artikel ini
Kisah Hamka (Foto pinteres.com)

Dari penjara ke puncak karya: kisah Hamka membuktikan bahwa firman Allah tentang hadirnya kemudahan di balik kesulitan bukan hanya teori, tapi nyata dalam hidup seorang ulama.

Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Menulislah, Engkau Akan Dikenang dan 12 judul lainnya

Tagar.co – Kapan pun, termasuk di suasana Idulfitri, terus kuatkan jiwa kita dengan kisah-kisah yang menginspirasi. Di titik ini, bukalah Tafsir Al-Azhar karya Hamka. Di antara kelebihannya, tafsir tersebut memuat kisah-kisah menggugah. Termasuk, kisah yang bisa menjelaskan bahwa “Bersama kesulitan ada kemudahan” benar adanya.

Kita mulai dengan fakta menarik berikut ini. Bahwa, di dunia ini sangat banyak pasangan. Misalnya, pasangan hidup-mati, siang-malam, untung-rugi, menang-kalah, kaya-miskin, suka-duka, dan sulit-mudah. Tentu, atas berbagai pasangan itu ada hikmahnya masing-masing.

Baca juga: Harap dan Takut: Hikmah Ramadan dalam Tafsir Hamka

Tulisan ini fokus ke pasangan sulit-mudah. Bahwa, di sekitar kita pasti ada kesulitan dan kemudahan. Bahwa, masing-masing orang pernah merasakan saat-saat berada dalam kesulitan dan pernah pula merasakan waktu-waktu berada dalam kemudahan.

Kesulitan dan kemudahan, keduanya merupakan ujian dari Allah. Cermatilah, apakah saat merasakan kesulitan kita bersabar? Apakah ketika mendapatkan kemudahan kita bersyukur?

Kita harus bisa menghadapi kesulitan dan kemudahan secara tepat. Perhatikan hadis ini:
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan (kemudahan), maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan (kesulitan), maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (H.R. Muslim)

Tafsir Bersejarah

Perhatikan dua ayat ini: “Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.” (Al-Insyirah [94]: 5–6).

Baca Juga:  Jangan Sia-siakan Kehadiran Syakban!

Dua ayat di Surah Al-Insyirah (atau nama lainnya, Surah Alam Nasyrah) tersebut sangat perlu kita hayati. Termasuk lewat pengalaman Hamka, pribadi yang tergolong sebagai ulama besar.

Kisah Hamka (1908–1981), yang dia tulis di Tafsir Al-Azhar karyanya, insyaallah dapat membuat kita lebih bisa meresapi makna dua ayat di atas. Hamka menyampaikan pengalamannya ketika dulu ditahan secara sewenang-wenang, 1964–1966, dengan total selama dua tahun empat bulan. Saat itu, Hamka amat merasakan kesulitan ditahan oleh penguasa Orde Lama.

Dengan pahit Hamka bertutur tentang akibat perampasan kemerdekaan dirinya. Bahwa itu sangat menyakitkannya. Dia sangat tertekan. Rasanya, situasi saat itu bisa membuatnya gila. Bukankah dirinya sama sekali tak punya salah?

Hanya saja, akal Hamka tetap berjalan. Lalu, ilham Allah datang. Cepat-cepat dia baca Al-Qur’an, sehingga pada lima hari penahanannya yang pertama bisa tiga kali Al-Qur’an khatam dibaca. Tak berhenti di situ, Hamka lalu atur jam-jam buat membaca dan jam-jam buat menulis tafsir Al-Qur’an.

Demikianlah, bagi Hamka, hari berjalan terus dengan tidak mengetahui dan tidak banyak lagi memikirkan kapan dirinya akan keluar dari tahanan. Akhirnya, setelah terjadi kekacauan politik akibat pemberontakan komunis pada 30 September 1965 dan perkembangan selanjutnya, Hamka dibebaskan pada Mei 1966.

Selama di tahanan, Hamka mendapat nikmat besar berikut ini. Dia telah membaca Al-Qur’an lebih dari 150 kali khatam. Tak hanya itu, bahkan Hamka bisa menyelesaikan tafsir Al-Qur’an 28 juz. Adapun dua juz yaitu 18 dan 19 telah Hamka selesaikan tafsirnya sebelum ditahan. Jadi, dengan ditahan, Hamka telah lengkap punya karya tafsir Al-Qur’an 30 juz.

Baca Juga:  Masjid Jogokariyan: Revolusi Kemasjidan yang Pro-Rakyat

Masih ada nikmat besar yang lain. Pada 1968, Hamka dapat menunaikan ibadah haji bersama istri dan salah seorang anaknya. Biayanya dari mana? Separuh dari biaya hajinya berasal dari honorarium Tafsir Al-Azhar Juz 1 (Hamka, Tafsir Al-Azhar, 2003:8042).

Kisah Nabi dan Sahabat

Al-Insyirah, lengkapnya ada delapan ayat. Menurut As-Suyuthi, surah tersebut turun ketika kaum musyrik memperolok-olok kaum Muslim. Itu terjadi karena kekafiran kaum musyrik itu.

Khusus ayat 6, di kitab Asbabun Nuzul (Qamaruddin Shaleh dkk., 1995:595), ada riwayat berikut ini. Bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Bergembiralah kalian karena akan datang kemudahan bagi kalian. Kesusahan/kesulitan tidak akan mengalahkan dua kemudahan.” (H.R. Ibnu Jarir)

Rupanya, hal yang sama dicontoh oleh Umar bin Khaththab Ra. Tentang hal ini, Hamka mengutip kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Di bahasan jihad, ada satu riwayat sebagai berikut.

Dari Zaid bin Aslam, berkata dia: “Abu Ubaidah bin Jarrah menulis surat kepada Umar bin Khaththab Ra. yang isinya menerangkan bahwa tentara Romawi yang amat besar telah siap akan menyerang mereka. Kekuatan tentara itu amat mencemaskan.”

Surat itu dibalas oleh Umar bin Khaththab Ra., yang di antara isinya sebagai berikut:
Amma ba’du. Bagaimanapun kesulitan yang dihadapi oleh orang beriman, namun Allah akan melepaskannya dari kesulitan itu karena satu ’usrin (kesulitan) tidak akan dapat mengalahkan dua yusran (kemudahan).”

Di halaman yang sama di Tafsir Al-Azhar (2003:8044), Hamka menuturkan kisah yang terhubung langsung dengan dirinya. Bahwa, di waktu Hamka masih kanak-kanak, ipar sekaligus gurunya yaitu Buya A.R. Sutan Mansur sering membaca sambil menyanyikan sebuah syair. Tersebab dari kerapnya Hamka mendengar syair itu, dia pun dapat menghafalnya dan menyanyikannya dengan baik. Berikut ini syair tersebut:

Baca Juga:  Ada Ibu Hebat di Balik Anak Cemerlang

Apabila bala bencana telah bersangatan menimpamu
Pikirkan segera Surat Alam Nasyrah
’Usrun terjepit di antara dua yusran
Kalau itu telah engkau pikirkan, niscaya engkau akan gembira.

Penjelasan Ahli

Adakah penjelasan yang lebih mudah kita pahami tentang Al-Insyirah: 5–6? Penjelasan berikut ini, insyaallah bisa membantu kita. Mari simak.

Para ahli tafsir menerangkan bahwa kesulitan yang disebutkan dalam ayat tersebut hanyalah satu karena ia menggunakan isim ma‘rifah (sesuatu yang sudah tertentu). Maksudnya, kesulitan pertama sama dengan kesulitan kedua.

Sedangkan kemudahan dalam ayat tersebut adalah dua karena ia menggunakan isim nakirah (sesuatu yang penunjukannya belum tertentu). Maksudnya, kemudahan pertama dan kedua itu berbeda. Jadinya, kesulitan yang ada itu hanya satu, sedangkan kemudahan yang ada itu dua. Inilah keterangan Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim (https://rumaysho.com/1151-1-kesulitan-mustahil-mengalahkan-2-kemudahan.html, akses 29 Maret 2025).

Yakin dan Yakin

Demikianlah! Lewat ayat dan hadis serta kisah, sudah kita peroleh keyakinan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan, itu benar adanya. Oleh karena itu, hadapilah berbagai kesulitan dengan sabar. Sadarilah, tak ada kesulitan yang tak bisa kita selesaikan dengan pertolongan Allah.

Nabi Muhammad Saw. dan Umar bin Khaththab Ra. telah memberi teladan. Hamka, telah turut pula menambahkan ilmu dan pengalamannya. Bahwa, sekali lagi, benar adanya: Bersama kesulitan ada kemudahan. Allahu Akbar, alhamdulillah! (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni