
Kebijakan baru Mendikdasmen Abdul Mu’ti membawa hawa segar untuk pendidikan berkualitas di Indonesia. Meski pada kenyataannya berbenturan dengan beragam kondisi dan tuntutan administratif di lapangan. Lantas, bagaimana agar terimplementasi sesuai harapan?
Mengurai Beban Guru: Antara Tuntutan Administrasi dan Kebijakan Baru Mendikdasmen; Opini oleh Dwi Taufan Hidayat, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Semarang.
Tagar.co – Dalam dunia pendidikan Indonesia, guru sering berhadapan dengan berbagai tuntutan administratif yang kerap menyita waktu. Tugas utama mendidik dan membimbing siswa terkadang terpinggirkan oleh kewajiban-kewajiban nonpengajaran.
Sebelum menilik kebijakan baru Mendikdasmen Abdul Mu’ti yang bertujuan mengurangi beban guru, mari analisis dahulu beragam beban administratif guru yang meliputi PMM, e-Kinerja, dan sertifikasi.
Guru di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi tanggung jawab administratif. Beberapa tugas yang guru rasa membebani di antaranya Program Merdeka Mengajar (PMM).
Pada program ini, guru wajib mengikuti pelatihan berbasis modul dan mendokumentasikan penerapan pembelajaran. Keterbatasan fasilitas, seperti akses internet, menambah kompleksitas.
Kedua, e-Kinerja. Sistem ini mengharuskan guru mencatat dan melaporkan aktivitas harian mereka secara rinci. Kurangnya pelatihan teknis menyebabkan sebagian guru kesulitan memahami sistem ini.
Ketiga, sertifikasi guru. Proses sertifikasi membutuhkan pengumpulan portofolio, pelatihan intensif, dan supervisi. Beban administrasi ini kerap memakan waktu yang seharusnya bisa guru manfaatkan untuk mendidik siswa.
Dampak dari beban ini adalah berkurangnya fokus guru pada tugas utama mereka. Yaitu mengajar. Sehingga berpotensi memengaruhi kualitas pembelajaran di kelas.
Kebijakan Baru Mendikdasmen
Sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed. memperkenalkan sejumlah kebijakan strategis untuk mengurangi beban guru. Misalnya, pengurangan beban administratif.
Guru tidak lagi wajib mengunggah laporan kinerja mandiri. Proses pelaporan kini beralih kepada kepala sekolah. Hal ini memberikan guru lebih banyak waktu untuk fokus pada tugas utama mendidik.
Kedua, redistribusi guru ASN. Guru ASN, baik PNS maupun PPPK, kini dapat ditugaskan di sekolah swasta guna mengatasi kekurangan tenaga pengajar.
Ketiga, peningkatan kesejahteraan guru. Berupa bantuan pendidikan kepada guru yang belum memiliki kualifikasi D4 atau S1.
Keempat, program pendukung pendidikan karakter. Senam Anak Indonesia Hebat (SAIH) dan program makan sehat bergizi gratis sebagai bagian dari pendidikan karakter sudah mereka luncurkan.
Keunggulan Kebijakan Baru
Keempat program baru tersebut bikin guru fokus pada tugas utama. Dengan mengalihkan beban pelaporan administratif kepada kepala sekolah, guru dapat lebih memusatkan perhatian pada pembelajaran.
Di samping itu, bisa mewujudkan pemerataan tenaga pengajar. Redistribusi guru ASN memungkinkan sekolah swasta mendapatkan akses tenaga pengajar yang lebih baik. Sehingga meningkatkan kualitas pendidikan.
Memungkinkan pula adanya peningkatan kualifikasi guru. Bantuan pendidikan kepada guru yang belum memiliki kualifikasi akademik memacu meningkatkan kompetensi mereka.
Terakhir, program pendidikan karakter. Program SAIH dan makan sehat tidak hanya mendukung kesehatan fisik siswa, tetapi juga membentuk kebiasaan baik sejak dini.
Minusnya Kebijakan Baru
Hanya saja, berjalannya program ini tergantung pada kepala sekolah. Kebijakan pelaporan administratif yang beralih ke kepala sekolah dapat menambah beban kerja mereka. Terutama jika tidak ada pelatihan manajerial yang memadai.
Perlu pertimbangan juga, bagaimana implementasi redistribusinya. Tidak semua guru ASN siap mendapat tugas di sekolah swasta karena perbedaan sistem kerja dan budaya organisasi.
Selain itu, dalam hal efektivitas kebijakan, keberhasilan kebijakan ini bergantung pada kesiapan sistem pendidikan di tingkat daerah yang sering kali tidak seragam.
Kemudian, meski program seperti SAIH memiliki manfaat, efektivitasnya bisa terbatas jika tidak disertai pengawasan dan integrasi ke dalam kurikulum yang lebih luas.
Rekomendasi Perbaikan
Lantas, bagaimana mengatasi persoalan yang kemungkinan muncul? Adakan pelatihan untuk kepala sekolah. Agar kebijakan pengurangan beban guru efektif, kepala sekolah perlu mendapatkan pelatihan manajerial tambahan.
Kedua, perlu monitoring dan evaluasi redistribusi. Program redistribusi guru ASN memerlukan pengawasan ketat agar sesuai dengan kebutuhan sekolah swasta dan daerah.
Perlu jug penyelarasan program. Kebijakan baru perlu terintegrasi secara menyeluruh dengan program pendidikan lainnya agar dampaknya lebih optimal.
Kebijakan baru Mendikdasmen Abdul Mu’ti merupakan langkah progresif dalam meringankan beban guru. Memberikan mereka kesempatan untuk kembali fokus pada tugas utama mendidik.
Namun, implementasi kebijakan ini membutuhkan perhatian serius pada aspek teknis dan manajerial agar dapat memberikan dampak yang maksimal.
Dengan demikian, keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, kepala sekolah, dan guru itu sendiri. (#)
Penyunting Sayyidah Nuriyah