
Dari Malang ke Korea, Diani Fatmawati membawa misi kesehatan lansia. Di tengah salju dan cherry blossom, ia berjuang meneliti sel otot demi masa depan yang lebih baik.
Tagar.co – Di balik antrean panjang lansia di rumah sakit dan daftar panjang obat yang harus mereka konsumsi, Diani Fatmawati melihat tantangan yang lebih besar: mungkinkah memperbaiki sel otot yang menua tanpa efek samping berbahaya?
Pertanyaan itu membawa dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini melangkah jauh, hingga ke Department of Genetic Engineering, Kyung Hee University, Korea Selatan. Berbekal beasiswa HEAT (Higher Education for ASEAN Talents) dari pemerintah Korea Selatan, Diani menempuh perjalanan ilmiah yang penuh lika-liku, mengusung tekad untuk berkontribusi di bidang kesehatan lansia.
Sebagai muslimah berhijab, Diani sadar tantangan adaptasi di Negeri Ginseng tak akan mudah. Namun keyakinannya untuk menuntut ilmu membuatnya pantang menyerah.
Ia memilih Kyung Hee University bukan tanpa alasan. Fasilitas laboratorium molekuler yang lengkap, ditambah lokasi kampus di Yongin—yang lebih tenang dibandingkan hiruk-pikuk Seoul—membuatnya mantap. “Area di sini enak banget, tidak terlalu ramai, cocok untuk fokus belajar,” ujarnya.
Tantangan adaptasi yang semula dibayangkannya berat, ternyata bisa ia lalui dengan persiapan matang. Sebelum berangkat, Diani rutin berdiskusi dengan teman-teman yang sudah lebih dulu menempuh studi di Korea.
“Alhamdulillah, saya tidak pernah mengalami diskriminasi sebagai muslimah berhijab. Orang-orang di sini justru ramah, meski mereka cenderung lebih cuek dalam urusan pribadi,” ceritanya.
Di kampus, Diani menemukan semangat baru lewat pendekatan pembelajaran multidisipliner. Teman-temannya berasal dari beragam latar belakang, termasuk teknik sipil, tetapi mereka semua meneliti genom bakteri. “Ini sangat menantang sekaligus membuka wawasan,” tuturnya, dikutip dari siaran pers Humas UMM yang diterima Tagar.co, Senin (28/4/25).
Suasana di laboratorium pun jauh dari kekhawatiran soal senioritas. “Senior di sini lebih seperti mentor. Mereka mengajarkan banyak hal dengan detail. Sebagai mahasiswa doktoral, kami memang dituntut untuk mandiri dan menguasai banyak hal,” tambahnya. Salah satu tantangan lain yang ia hadapi adalah menemukan makanan halal, sesuatu yang tidak selalu mudah di Korea.
Penelitian yang ditekuni Diani berfokus pada terapi sel otot berbahan alami, tanpa menggunakan senyawa sintetik yang bisa memicu efek samping. “Kami memanfaatkan stem cell (sel punca) untuk mempercepat proliferasi dan diferensiasi sel otot, khususnya pada lansia yang mengalami sarkopenia atau penurunan massa otot akibat penuaan,” jelasnya.
Semangat itu berangkat dari keprihatinannya terhadap kondisi lansia di Indonesia, yang harus berulang kali antre berobat dan bergantung pada banyak obat. Diani berharap, hasil risetnya bisa membuka jalan untuk memperbaiki kualitas hidup para lansia, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga secara global.
Sebagai dosen di lingkungan Muhammadiyah, Diani tak lupa menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai keislaman dalam perjalanan menuntut ilmu. “Jika semua diniatkan karena Allah, maka segala kesulitan akan dipermudah. Bonusnya, kita bisa dapat pengalaman luar biasa seperti melihat cherry blossom, merasakan salju, atau bertemu orang-orang hebat,” katanya.
Dengan tekad kuat dan semangat tanpa lelah, Diani Fatmawati membuktikan bahwa ilmu dan niat tulus bisa membawa seseorang menembus batas geografis maupun akademis. Kisahnya menjadi pengingat: di balik setiap perjuangan, tersimpan harapan besar untuk memberi manfaat seluas-luasnya bagi sesama. (*)
Penyunting Mohammad Nurfatoni