Feature

Kisah Ashuri: Dari Tapak Tilas Soedirman hingga Komandan Kokam Abadi

438
×

Kisah Ashuri: Dari Tapak Tilas Soedirman hingga Komandan Kokam Abadi

Sebarkan artikel ini
Bagi Ashuri, menjadi Kokam bukan karena baret, brevet dan atribut lainnya. Kokam menurutnya adalah soal jiwa, semangat, keikhlasan, dan militansi untuk Muhammadiyah.
Ashuri berpose bersama Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dzulfikar Ahmad Tawalla (Tagar.co/Bayu Firdaus)

Bagi Ashuri, menjadi Kokam bukan karena baret, brevet dan atribut lainnya. Kokam menurutnya adalah soal jiwa, semangat, keikhlasan, dan militansi untuk Muhammadiyah.

Tagar.co – Ashuri bin Alhari (63) saat ini mengabdi dan mengemban amanah sebagai imam Masjid At-Tin di Kecamatan Ngoro, Mojokerto. Pria yang pernah menjadi tenaga keamanan di SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Sidoarjo ini memiliki perjalanan panjang sebelum bertemu dan mengenal Persyarikatan Muhammadiyah.

Ashuri, yang lahir di Situbondo pada 1961, awalnya tidak mengenal Muhammadiyah. Saat duduk di bangku SMA, ia pernah ditunjuk untuk mewakili sekolah dalam Lomba Napak Tilas Gerilya Soedirman yang dilakukan dengan berjalan kaki dari Kediri menuju Yogyakarta.

“Sewaktu kelas 2 SMA, saya dipilih sebagai salah satu perwakilan dari SMA Negeri 1 Situbondo untuk mengikuti kegiatan Napak Tilas Gerilya Jenderal Soedirman. Kami berjalan kaki selama tujuh hari tujuh malam dari Kediri ke Yogyakarta,” ujarnya.

Dalam perjalanan, lanjut dia, kelompoknya kemudian beristirahat di Trenggalek untuk salat Magrib. “Saat itu, saya berwudu bersama beberapa bapak-bapak yang tidak saya kenal, salah satunya Pak Abror. Saya memperhatikan wudhunya, tetapi menurut saya tidak sesuai dengan tata cara yang benar. Spontan, saya pun menegur dan menyalahkan beliau,” tutur Ustaz Huri, sapaan akrabnya, saat wawancara pada Selasa (4/2/2025).

Baca Juga:  Ramadan Have Fun ala AMM Buduran bersama Takmir Masjid Al-Furqon

Sejak kecil, Ashuri memang tidak mengenal Muhammadiyah, sehingga ada perbedaan dalam pemahaman keagamaan yang ia terima. Setelah kejadian tersebut, usai salat Magrib berjamaah, ia diajak ke rumah Pak Abror.

Di sana, ia disuguhi hidangan pisang susu, nasi, dan lauk yang jarang ditemui, yaitu walang goreng. Setelah makan, mereka melanjutkan diskusi mengenai cara berwudu dan salat hingga malam hari.

Menempuh 12 Km

Seusai kegiatan Napak Tilas, Ashuri mulai tertarik dan jatuh cinta pada Muhammadiyah. Ia pun berniat mencari masjid Muhammadiyah di Situbondo. Satu per satu masjid ia datangi hingga akhirnya menemukan Masjid Al-Jihad, satu-satunya masjid Muhammadiyah di Kabupaten Situbondo.

“Setiap Rabu malam, saya mengayuh sepeda onthel dari rumah di desa menuju Kabupaten Situbondo untuk mengikuti kajian rutin di Masjid Al-Jihad. Saya selalu bersemangat menunggu hari Rabu agar bisa belajar Muhammadiyah. Padahal, jarak rumah saya ke masjid itu 12 km, ditambah lagi jalan desa yang masih belum mulus serta minimnya penerangan,” cerita Ashuri penuh semangat.

Tak butuh waktu lama bagi Ashuri untuk bergabung dengan Remaja Masjid Al-Jihad. Ia kemudian aktif di Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM), yang kini menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan berlanjut aktif berorganisasi di Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Situbondo.

Baca Juga:  Push Up Bersama, Serunya LDKS IPM Driyorejo

Pada 1986, setelah lulus D2 di IKIP PGRI Situbondo, ia mendaftarkan diri dalam program Sarjana Masuk Desa dari Depnaker. Setelah mengikuti tes di Kabupaten Situbondo, ia dinyatakan lolos. Ia pun melanjutkan tes di tingkat provinsi dan kembali meraih nilai sempurna. Berkat itu, ia mendapat kesempatan mengikuti ikatan dinas Depnaker dan ditempatkan di Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo.

Ashuri memulai karier di Kecamatan Tanggulangin, tepatnya di Desa Sentul dan Penatar Sewu. Pada 1996, ia yang masih menjadi pengurus PDPM Situbondo ditunjuk untuk mengikuti Apel Akbar Kokam se-Jawa Timur di Surabaya. Kegiatan ini menjadi awal kebangkitan Kokam setelah beberapa tahun vakum. Kebangkitan ini juga merupakan hasil keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-43 di Aceh pada 1995.

“Setelah beberapa tahun di Tanggulangin, orang-orang Muhammadiyah di sana mengetahui bahwa saya aktif di Pemuda Muhammadiyah Situbondo. Pada 1998, saya bergabung dengan Pemuda Muhammadiyah Sidoarjo yang saat itu diketuai oleh Ustaz Misbach dan H. Sutrisno (Alm.), yang juga menjabat sebagai Komandan Kokam Sidoarjo. Saya berkali-kali dipercaya memimpin apel dan berbagai kegiatan Kokam karena suara saya yang sangat lantang,” ungkap Ashuri.

Komandan Kokam Abadi

Pada 2000, Ashuri sudah aktif di Kokam Jawa Timur, dan pada 2003, ia mendapat kehormatan menjadi koordinator keamanan Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke-12 yang diadakan di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya.

Baca Juga:  Kisah si Santri Mbeling: Taman Ismail Marzuki

“Sejak aktif di Kokam dan mendapat amanah sebagai BPO Kokam Jatim, saya mengikuti banyak kegiatan. Saya sering ditunjuk sebagai komandan instruktur dalam berbagai diklat Kokam, baik di Sidoarjo maupun di luar daerah. Sejak 2014, saya juga menjadi Instruktur Kokam Pusat,” katanya.

Hingga kini, setiap ada diklat Kokam, Ashuri masih sering diundang sebagai komandan instruktur. Hal ini membuat para pengurus Kokam lain menjulukinya sebagai Komandan Kokam Abadi.

Namun, semakin ke sini, jumlah kader Kokam semakin berkurang. Banyak kader yang setelah mengikuti diklat di kabupaten kemudian melanjutkan studi atau bekerja di luar daerah, sehingga mereka tidak bisa aktif di Kokam kabupaten berikutnya. Oleh karena itu, ia berpesan agar kaderisasi terus berjalan.

“Sebelum patah, harus sudah tumbuh. Sebelum hilang, harus sudah berganti. Teman-teman yang berada di Kokam harus memiliki jiwa ikhlas yang tinggi, bukan karena baret, doreng, brevet, atau kopel. Kita terpilih menjadi kader Kokam bukan karena atribut itu semua, tetapi karena jiwa, semangat, keikhlasan, dan militansi kita untuk Muhammadiyah,” tutup Ashuri di akhir perbincangan. (#)

Penulis Bayu Firdaus Penyunting Darul Setiawan.