
Bahagia tak selalu soal harta. Islam dan sains sepakat: hati yang syukur, sabar, penuh cinta dan kebaikan memicu hormon bahagia yang membuat hidup terasa cukup dan bermakna.
Oleh Muhammad Hidayatulloh Kepala Pesantren Kader Ulama Pondok Pesantren Islamic Center (PPIC) Elkisi Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur; Penulis buku Geprek! Anti Galau Rahasisa Resep Hidup Enjoy
Tagar.co – Di tengah arus zaman yang bergerak cepat, banyak dari kita mendambakan hidup yang lebih bahagia. Sebagian mencarinya lewat kekayaan, jabatan, atau pencapaian materi lain. Namun, seiring waktu, muncul kesadaran bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu sejalan dengan banyaknya harta. Sering kali, justru orang yang sederhana hidupnya memiliki senyum yang paling tulus dan hati yang paling lapang.
Islam sejak awal telah menanamkan konsep “kaya hati”—kekayaan yang tidak tampak di rekening, tetapi terasa dalam ketenangan batin, kelapangan jiwa, dan keikhlasan hidup. Rasulullah ﷺ memberi pesan yang sangat dalam tentang hal ini:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
“لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ”
(رواه البخاري ومسلم)
“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan sejati adalah kekayaan hati.”
Baca juga: Enam Kunci Pembuka Pintu Rezeki
Pesan tersebut tidak hanya selaras dengan nilai-nilai Islam, tetapi juga diamini oleh ilmu pengetahuan modern. Ternyata, tubuh kita menghasilkan hormon-hormon yang berperan besar dalam menghadirkan rasa bahagia—dan semua itu dipengaruhi oleh kondisi hati dan sikap hidup kita.
Mari kita telusuri bagaimana empat hormon bahagia ini bekerja dalam tubuh dan bagaimana Islam telah sejak lama mengajarkan kita cara merawatnya.
1. Dopamin – Buah dari Syukur
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (Ibrahim: 7)
Dopamin dikenal sebagai “hormon motivasi”. Ia memberi semangat dan dorongan ketika kita berhasil atau mendapatkan penghargaan. Saat kita bersyukur atas hal-hal kecil dalam hidup, tubuh merespons dengan melepaskan dopamin, menciptakan rasa puas dan dorongan untuk terus berkembang.
Dalam Islam, syukur adalah fondasi ketenteraman jiwa. Hati yang bersyukur tak pernah merasa kekurangan. Bahkan dengan sedikit, ia merasa cukup. Ini adalah bentuk kekayaan yang tidak akan habis oleh waktu.
2. Serotonin – Cahaya dari Sabar
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153)
Serotonin sering disebut “hormon ketenangan”. Ia hadir saat kita merasa damai, tidak terguncang oleh keadaan. Ketika seseorang bersabar dalam menghadapi cobaan, tubuhnya melepaskan serotonin yang menstabilkan emosi dan menenangkan pikiran.
Islam mengajarkan bahwa sabar adalah cahaya. Ia bukan sekadar menahan diri, melainkan kekuatan untuk tetap teguh dalam menghadapi takdir. Serotonin hadir ketika hati ikhlas menerima, tidak memberontak, dan tetap percaya bahwa pertolongan Allah pasti datang.
3. Oksitosin – Cinta Ikhlas karena Allah
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah salah seorang dari kalian beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (H.R. Muslim)
Oksitosin disebut juga “hormon cinta”. Ia muncul saat kita membangun hubungan yang tulus, saling percaya, dan penuh kasih. Islam mendorong cinta yang bukan hanya pada pasangan, tapi juga cinta sosial—cinta kepada sesama manusia.
Saat kita mencintai karena Allah, oksitosin memperkuat rasa keterhubungan dan kedamaian. Islam menjadikan cinta sebagai pondasi ukhuwah (persaudaraan) yang tidak sekadar emosional, tetapi juga spiritual.
4. Endorfin – Bahagia dari Kebaikan yang Sederhana
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.” (H.R. Tirmizi)
Endorfin adalah “hormon kebahagiaan” yang muncul saat kita tertawa, berolahraga, atau melakukan kebaikan. Ia seperti hadiah dari tubuh bagi mereka yang senang menyebarkan kebaikan.
Islam menekankan bahwa sedekah tidak harus besar. Bahkan senyuman pun dihitung sebagai sedekah. Saat kita tersenyum, membantu, atau sekadar menyapa dengan hangat, tubuh merespons dengan kebahagiaan. Itulah endorfin—cermin dari kebaikan yang menular.
Kaya Hati adalah Kunci Bahagia
Dunia mengajarkan kita mengejar banyak hal di luar diri, tetapi Islam menunjukkan bahwa kebahagiaan justru tumbuh dari dalam—dari hati yang kaya. Bukan kaya karena harta, melainkan karena syukur, sabar, cinta, dan kebaikan.
Empat hormon ini—dopamin, serotonin, oksitosin, dan endorfin—adalah bukti ilmiah bahwa ajaran Islam tidak hanya menenangkan jiwa, tapi juga menyehatkan tubuh.
Ketika hati kita kaya, kebahagiaan akan datang tanpa perlu dicari. Karena seperti yang diajarkan Rasulullah ﷺ: kaya hati adalah kekayaan yang paling sejati. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni