
Hidup kadang pedas, kayak ayam geprek level 10. Tapi justru dari rasa itu, kita belajar bertahan. Buku ini mengajak kita hidup enjoy, berpikir, dan gak gampang tumbang.
Tagar.co – Apa jadinya kalau buku motivasi dikemas seperti podcast sore hari yang santai, penuh canda, tapi diam-diam mengajak kita merenung dalam?
Itulah kesan yang muncul setelah menelusuri halaman demi halaman buku Geprek Anti Galau karya Cak Muhid. Judulnya memang unik—nyeleneh bahkan—tapi justru di sanalah letak pesonanya.
Baca juga: Geprek Antigalau: Menemukan Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Tantangan Hidup
Dalam buku ini, Cak Muhid, nama populer Muhammad Hidayatulloh, mengajak pembaca—terutama generasi muda—untuk menyelami makna hidup dengan cara yang tidak kaku. Alih-alih menyodorkan teori-teori berat atau petuah panjang, penulis memilih pendekatan ringan, akrab, dan penuh humor.
Ia memakai metafora ayam geprek untuk menggambarkan kondisi jiwa yang sedang “digeprek” oleh masalah hidup. Tapi seperti ayam geprek yang justru jadi lezat setelah dihancurkan, manusia pun bisa menjadi lebih kuat dan beraroma makna setelah dilumat masalah dan tekanan.
Setiap segmen dalam buku ini bisa dibaca lepas, tanpa urutan. Format seperti ini cocok bagi pembaca yang moody dan lebih suka memilih bacaan berdasarkan suasana hati. Bab-babnya pun punya judul menarik: Rebahan Dapat Cuan, Drama Apalagi, Naik Roller Coaster, hingga Racun Rasa Stroberi. Di balik kelucuan judul-judul itu, tersembunyi refleksi yang serius—tentang pentingnya kesehatan mental (hlm. 4–5), perlunya tujuan hidup (hlm. 3–4), dan bahayanya relasi toksik (hlm. 46–48).
Gaya Cair
Bahasa yang digunakan terasa sangat dekat. Seperti ngobrol bareng teman lama yang asyik, sesekali nyeleneh, tapi penuh perhatian. Cak Muhid berhasil menjangkau bahasa generasi Z tanpa terdengar seperti “orang tua yang berusaha keren”.
Ia tidak segan memasukkan istilah populer seperti “overthinking”, “fake life”, “scroll medsos”, atau “drama free zone”, dan justru di situlah kekuatannya: membumi, akrab, dan mengena.
Tak hanya dari isi, kekuatan buku ini juga didukung oleh desain tata letaknya yang lapang dan nyaman di mata. Paragraf-paragrafnya tidak rapat, kalimatnya pendek-pendek, dan banyak ruang kosong yang memberi jeda bagi pembaca untuk bernapas sejenak.
Bahkan, beberapa kutipan penting ditempatkan di tengah halaman atau ditandai secara visual, menambah daya pukau sekaligus membuat pembaca mudah menangkap pesan-pesan utama.
Desain sampulnya yang cerah dan playful juga memperkuat kesan bahwa buku ini memang hadir untuk dibaca dengan santai, tapi bukan sembarangan. Ia sederhana, tapi dirancang dengan cermat—seperti ayam geprek yang tampak biasa, tapi selalu bikin nagih.
Namun, di balik gaya yang cair itu, terselip kontemplasi mendalam. Salah satu segmen paling menggugah adalah kisah seorang profesor Jepang yang tampak sukses di luar, tapi menyimpan kehampaan hingga akhirnya mengakhiri hidupnya dalam diam (hlm. 8–9). Bagian ini menyuarakan pesan penting: bahwa pencapaian tidak selalu sejalan dengan kebahagiaan, dan hampa bisa menghuni siapa saja.
Pedang Bermata Dua
Meski demikian, gaya bahasa yang sangat kasual juga bisa menjadi pedang bermata dua. Bagi sebagian pembaca, terutama yang lebih senior atau terbiasa dengan gaya penulisan reflektif klasik, gaya ini bisa terasa terlalu ringan, bahkan terkesan “main-main”.
Pembaca yang mengharapkan pembahasan teoritis atau rujukan ilmiah mungkin akan kecewa, karena buku ini lebih mengandalkan intuisi dan pengalaman daripada data atau analisis akademik.
Struktur buku yang non-linier memberi keleluasaan, tapi juga bisa membingungkan. Tidak ada indeks tematik membuat pembaca yang ingin mencari ulang satu tema tertentu harus mencarinya manual. Gaya menulis yang gaul pun punya risiko cepat kedaluwarsa, karena bahasa slang mudah berubah dan cepat berganti tren.
Namun di luar segala kekurangannya, Geprek Anti Galau berhasil menyampaikan misinya: menyapa hati pembaca yang sedang kacau, galau, dan butuh pegangan. Bukan untuk menggurui, melainkan untuk menemani.
Buku ini mengajak kita tidak hanya untuk tertawa, tetapi juga untuk bangkit. Bahwa di balik setiap “geprek”, ada rasa hidup yang lebih kuat dan penuh makna—asal kita mau mencicipinya dengan hati yang lapang.
Spesifikasi Buku
- Judul: Geprek Anti Galau: “Resep Rahasia” Hidup Enjoy
- Penulis: Cak Muhid
- Penerbit: eLKISI, Mojokerto
- Tahun Terbit: Maret 2025
- ISBN: 978-602-6382-26-9
- Halaman: xii + 110 halaman
- Ukuran: 14 x 20 cm
- Harga Buku: Rp89.000,-
- Info pemesanan: +62 821-4081-1465 (Iswantoro)
Jurnalis Mohammad Nurfatoni