
Khotbah Idulfitri ini mengajak kita meneladani kelembutan Rasulullah Saw. dalam berinteraksi sosial, menciptakan harmoni, menghindari penghakiman, dan membahagiakan sesama sebagai wujud dakwah yang menggembirakan.
Oleh Ustaz Dr. Aji Damanuri, M.E.I. CFRM; Dosen FEBI IAIN Ponorogo; Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tulungagung; dan Ketua Dewan Pengawas Syariah Lazismu Tulungagung.
Khotbah Idulfitri lainnya: Menjadi Muslim Bermartabat: Menuai Takwa dari Ladang Ramadan, Khotbah Idulfitri Terbaru
Tagar.co – Khotbah Idulfitri 1446 ini berjudul Khotbah Idulfitri: Kelembutan yang Menenangkan, Meneladani Akhlak Nabi dalam Interaksi Sosial. Berikut naskah lengkapnya:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
اللهُ أَكْبَرُ ٣×، اللهُ أَكْبَرُ ٣×، اللهُ أَكْبَرُ ٣
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا،وَالْحَمْدُلله كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ أَصِيْلاً. لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَ نَصَرَ عَبْدَهُ، وَ أَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ هُوَاللهُ أَكْبَرُ. اللهُ أَكْبَر ُوَللهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُللهِ الًّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ اَحَسَنُ عَمَلاَ
وَ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِالتَّقْوَى وَ نَهَانَاعَنِ اتِّبَاعِ الْهَوَى
أَشْهَدُأَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ
الَّذِيْ أَوْضَحَ الطَّرِيْقَ لِلطَّالِبِيْنَ، وَ سَهَلَ مَنْهَجَ السَّعَادَةِ لِلْمُتَّقِيْنَ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِالأَمِيْنَ وَاْلإِمَامُ ِللْمُتَّقِيْنَ
صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Takbir. Tahlil. Tahmid. Tak henti-hentinya meluncur dari setiap lisan kaum beriman. Menggetarkan dada. Menyentuh jiwa. Bergemuruh di langit. Menghujam ke bumi.
Dengan hati yang khusyuk, tulus dan ikhlas. Semua Muslim. Termasuk kita di sini. Bersimpuh. Bersujud. Merunduk dan merendahkan diri. Di haribaan Zat Yang Mahasuci. Hanyut dalam senandung pujian kepada Ilahi. Tenggelam dalam pengagungan kepada Zat Yang Mahatinggi. Allah Rabbul ‘Izzati.
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Pada pagi yang cerah ini izinkan khatib menyampaikan materi tentang bagaimana akhlak kita dalam interaksi sosial karena kita adalah makhluk sosial. Setiap hari kita berinteraksi, bergaul, bertransaksi, membangun relasi dengan sesama manusia. Baik sesama muslim maupun nonmuslim. Karenanya penting bagi kita memahami bagaimana interaksi sosial tersebut kita lalukan sesuai dengan identitas kita sebagai seorang muslim.
Mari kita jadikan Idulfitri ini sebagai momentum untuk meneladani akhlak Rasulullah Saw. Dengan kelembutan, kita dapat menciptakan lingkungan yang damai, menjaga kesehatan mental, dan menyebarkan dakwah dengan lebih efektif. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang lembut hati dan penuh kasih sayang.
Rasulullah Saw dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, diceritakan sebagai berikut:
أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ دَخَلَ رَهْطٌ مِنْ الْيَهُودِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكُمْ قَالَتْ عَائِشَةُ فَفَهِمْتُهَا فَقُلْتُ وَعَلَيْكُمْ السَّامُ وَاللَّعْنَةُ قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْلًا يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ قُلْتُ وَعَلَيْكُمْ
bahwa Aisyah Radliallahuanha isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata; “Sekelompok orang Yahudi datang menemui Rasulullah Salaallahu alaihiwasalam, mereka lalu berkata; “Assaamu ‘alaikum (semoga kecelakaan atasmu). Aisyah berkata; “Saya memahaminya maka saya menjawab; ‘wa’alaikum as saam wal la’nat (semoga kecelakaan dan laknat tertimpa atas kalian).” Aisyah berkata; “Lalu Rasulullah salaallahualaihi wasalam bersabda: “Tenanglah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah mencintai sikap lemah lembut pada setiap perkara.” Saya berkata; “Wahai Rasulullah! Apakah engkau tidak mendengar apa yang telah mereka katakan?” Rasulullah Salaallahualaihiwasalam menjawab: “Saya telah menjawab, ‘Waalaikum (dan semoga atas kalian juga).”
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Dalam konteks sosial, hadis ini mengajarkan pentingnya menjaga hubungan baik dengan semua pihak, termasuk dengan orang-orang yang berbeda keyakinan atau bahkan yang bersikap negatif terhadap kita. Rasulullah Saw menunjukkan bahwa sikap lemah lembut dan tidak membalas keburukan dengan keburukan adalah kunci untuk menciptakan harmoni sosial.
Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa kelembutan (ar-rifq) adalah sifat yang sangat dianjurkan dalam Islam, terutama dalam interaksi sosial. Beliau menegaskan bahwa kelembutan dapat meredakan konflik dan membuka pintu kebaikan. Rasulullah selalu tenang menghadapi semua situasi, merespon secukupnya dengan santai bahkan menenangkan Aisyah.
Dari sudut pandang psikologis, hadis ini mengajarkan pengendalian emosi dan kesabaran. Aisyah RA, yang merespons dengan emosi, diingatkan oleh Rasulullah Saw untuk tenang dan tidak terpancing oleh kata-kata kasar.
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa kelembutan adalah bentuk pengendalian diri yang tinggi. Beliau menyebutkan bahwa Rasulullah Saw tidak hanya mengajarkan kelembutan sebagai sikap lahiriah, tetapi juga sebagai bentuk ketenangan batin.
Dalam kehidupan modern, di mana stres dan konflik sering terjadi, sikap seperti ini dapat menjadi solusi untuk menjaga kesehatan mental. Dengan tidak membalas keburukan, seseorang akan terhindar dari lingkaran negatif yang dapat merusak psikologisnya.
Di tengah masyarakat yang plural, sikap seperti ini sangat dibutuhkan. Misalnya, ketika ada provokasi atau ujaran kebencian, seorang muslim seharusnya merespons dengan bijak dan tidak terpancing emosi. Ini akan menciptakan lingkungan sosial yang damai dan saling menghargai.
Dalam konteks politik dakwah, hadis ini memberikan pelajaran tentang strategi dakwah yang efektif. Rasulullah SAW tidak membalas keburukan dengan keburukan, tetapi justru merespons dengan kelembutan. Ini adalah strategi dakwah yang sangat cerdas.
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Imam Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an menjelaskan bahwa kelembutan adalah salah satu metode dakwah yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Beliau mencontohkan bagaimana Rasulullah SAW selalu menggunakan pendekatan yang santun dalam menyebarkan Islam.
Dalam konteks dakwah kontemporer, sikap seperti ini sangat relevan. Misalnya, ketika menghadapi kritik atau cemoohan terhadap Islam, seorang dai seharusnya merespons dengan bijak dan tidak defensif. Ini akan membuat dakwah lebih diterima oleh masyarakat luas.
Ulama klasik dan kontemporer banyak membahas hadis ini sebagai contoh akhlak mulia yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Mereka menekankan bahwa kelembutan adalah sifat yang dicintai Allah dan menjadi ciri khas seorang muslim.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyebutkan bahwa kelembutan adalah bagian dari akhlak para nabi. Beliau menjelaskan bahwa kelembutan dapat melunakkan hati yang keras dan mengubah permusuhan menjadi persaudaraan.
Sementara itu Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya Al-Halal wal Haram fil Islam menegaskan bahwa kelembutan adalah kunci keberhasilan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dakwah, pendidikan, dan hubungan sosial. Beliau mencontohkan bagaimana Rasulullah Saw berhasil mengislamkan banyak orang karena sikapnya yang lembut dan penuh kasih sayang.
Hadis ini mengajarkan kita bahwa kelembutan dan kasih sayang adalah sifat yang mulia dan dicintai oleh Allah. Dari perspektif sosial, psikologis, dan politik dakwah, sikap ini memiliki dampak yang sangat positif. Ulama klasik dan kontemporer sepakat bahwa kelembutan adalah kunci untuk menciptakan harmoni dalam kehidupan.
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Pada kesempatan lain juga diceritakan bagaimana mulianya Rasulullah Saw dalam menerima tamu, padahal tamu yang sedang menghadap adalah orang yang sifatnya tidak disukai. Imam Bukhari menceritakan hadis ini dalam Sahih Bukhari pada kitab adab.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ ابْنِ الْمُنْكَدِرِ حَدَّثَهُ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ ائْذَنُوا لَهُ فَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ أَلَانَ لَهُ الْكَلَامَ فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْتَ مَا قُلْتَ ثُمَّ أَلَنْتَ لَهُ فِي الْقَوْلِ فَقَالَ أَيْ عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ تَرَكَهُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ibnu Al Munkadir dia menceritakan dari ‘Urwah bin Zubair bahwa Aisyah telah mengabarkan kepadanya, bahwa seorang laki-laki meminta izin kepada Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, beliau lalu bersabda: “Izinkanlah dia masuk, amat buruklah Ibnu ‘Asyirah (maksudnya kabilah) atau amat buruklah Suadara ‘Asyirah (maksudnya kabilah).” Ketika orang itu masuk, beliau berbicara kepadanya dengan suara yang lembut, lalu aku bertanya; “Wahai Rasulullah, anda berkata seperti ini dan ini, namun setelah itu anda berbicara dengannya dengan suara yang lembut, Maka beliau bersabda: “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya seburuk-buruk kedudukan manusia di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia karena takut akan kejahatannya.”
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Hadis ini diriwayatkan oleh Aisyah Ra melalui Urwah bin Zubair, yang menceritakan tentang seorang laki-laki yang meminta izin untuk bertemu Nabi Muhammad Saw. Nabi Saw awalnya menyebut orang tersebut sebagai “Ibnu ‘Asyirah” atau “Saudara ‘Asyirah” dengan konotasi negatif, yang menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki reputasi buruk di masyarakat. Namun, ketika orang itu masuk, Nabi Saw justru berbicara kepadanya dengan lemah lembut. Aisyah Ra pun bertanya mengapa Nabi Saw bersikap seperti itu, dan beliau menjawab:
“Wahai Aisyah, sesungguhnya seburuk-buruk kedudukan manusia di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia karena takut akan kejahatannya.”
Hadis ini mengandung makna substansial yang sangat dalam, baik dari segi akhlak, sosial, maupun spiritual. Nabi Saw mengajarkan bahwa meskipun seseorang memiliki reputasi buruk, kita tetap harus memperlakukannya dengan baik dan lemah lembut. Ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan akhlak yang mulia, bahkan kepada orang yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Seorang muslim harus menjaga sikapnya, tidak boleh menghakimi orang lain secara sepihak, dan harus tetap berinteraksi dengan baik meskipun orang tersebut memiliki latar belakang yang kurang baik.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui orang-orang yang mungkin memiliki perilaku atau reputasi buruk. Hadis ini mengajarkan kita untuk tidak mengucilkan mereka, tetapi justru mendekati mereka dengan sikap yang baik, karena hal itu bisa menjadi jalan untuk memperbaiki mereka.
Nabi Saw menegaskan bahwa orang yang dihindari oleh masyarakat karena kejahatannya adalah orang yang memiliki kedudukan buruk di sisi Allah. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menentang pengucilan sosial (social exclusion) terhadap seseorang, sekalipun orang tersebut memiliki kesalahan. Pengucilan sosial hanya akan memperburuk keadaan seseorang. Alih-alih mengucilkan, kita seharusnya berusaha membimbing dan mengajak mereka kepada kebaikan.
Di era modern, pengucilan sosial sering terjadi, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Hadis ini mengingatkan kita bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan untuk berubah dan diperlakukan dengan adil.
Nabi SAW berbicara dengan lemah lembut kepada orang yang memiliki reputasi buruk, menunjukkan bahwa beliau menggunakan pendekatan edukatif dan dakwah yang efektif. Sikap lembut ini bisa menjadi sarana untuk mengubah perilaku seseorang. Dakwah dan pendidikan harus dilakukan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, bukan dengan kekerasan atau penghakiman.
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Dalam konteks dakwah kontemporer, pendekatan seperti ini sangat dibutuhkan. Misalnya, ketika menghadapi orang yang terlibat dalam tindakan kriminal atau maksiat, kita seharusnya tidak langsung menghakimi, tetapi berusaha membimbing mereka dengan cara yang baik.
Nabi Saw mengaitkan sikap manusia terhadap orang yang dianggap buruk dengan kedudukan mereka di sisi Allah. Ini menunjukkan bahwa memperlakukan orang lain dengan baik adalah bagian dari tanggung jawab spiritual seorang muslim. Setiap muslim memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki hubungan sosial dan tidak boleh abai terhadap orang-orang yang dianggap bermasalah oleh masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat, kita sering dihadapkan pada situasi di mana kita harus memilih antara mengucilkan atau membantu seseorang. Hadis ini mengingatkan kita bahwa membantu dan membimbing orang lain adalah bagian dari ibadah.
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadis ini mengajarkan pentingnya kelembutan dan kasih sayang dalam berinteraksi, bahkan dengan orang yang dianggap buruk.
Dalam Fathul Bari, beliau menegaskan bahwa hadis ini menunjukkan bahwa seorang muslim tidak boleh terburu-buru menghakimi orang lain, tetapi harus berusaha memahami dan membimbing mereka.
Dalam bukunya Al-Halal wal Haram fil Islam, beliau menekankan bahwa hadis ini relevan dengan konsep tanggung jawab sosial dalam Islam, di mana setiap muslim harus berusaha memperbaiki keadaan masyarakat, bukan justru mengucilkan mereka yang bermasalah.
Secara umum hadis ini mengandung pesan universal tentang akhlak, tanggung jawab sosial, dan spiritualitas. Nabi SAW mengajarkan kita untuk tidak mengucilkan orang yang dianggap buruk, tetapi justru mendekati mereka dengan kelembutan dan kasih sayang. Ini adalah bentuk dakwah yang efektif dan tanggung jawab sosial yang harus diemban oleh setiap muslim.
Dalam konteks kehidupan modern, hadis ini mengingatkan kita untuk tidak mudah menghakimi orang lain, tetapi berusaha menjadi agen perubahan yang membawa kebaikan bagi sesama. Dengan demikian, kita tidak hanya memperbaiki hubungan sosial, tetapi juga meningkatkan kedudukan kita di sisi Allah.
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Sebagai seorang muslim maka yang lebih utama kita selalu mampu menghadirkan kebahagiaan dan kegembiraan bagi orang lain, dakwah haruslah menggembirakan kemanusiaan. Sebagaimana sabda Nabi Saw.
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمَا قَالَ : إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِنَّ اَحَبَّ الْاَعْمَالِ اِلَى اللهِ بَعْدَ الْفَرَائِضِ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى الْمُسْلِمِ. (رواه الطبراني)
Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Baginda Nabi Muhammad SAW bersabda “sesungguhnya amal yang paling disukai Allah SWT setelah melaksanakan berbagai hal yang wajib adalah menggembirakan muslim yang lain. (H.R. Thabrani)
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Hadis ini mengandung makna yang mendalam dan memiliki relevansi yang kuat untuk memberikan pencerahan kepada umat. Hal ini menegaskan bahwa setelah melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam Islam (seperti shalat, puasa, zakat, dan haji), amal yang paling dicintai Allah adalah membahagiakan sesama muslim. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur hubungan vertikal (hablumminallah), tetapi juga hubungan horizontal (hablumminanas) yang penuh dengan kasih sayang dan kepedulian.
Kata Kunci dari hadis ini adalah menghadirkan kebahagiaan. Amal yang paling disukai Allah adalah membahagiakan orang lain memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah. Setelah melaksanakan berbagai hal yang wajib sebagai prioritas utama, tetapi setelah itu, membahagiakan orang lain adalah amal yang sangat mulia. Menggembirakan muslim yang lain mencakup segala bentuk kebaikan yang dapat membawa kebahagiaan kepada orang lain, baik secara materi maupun non-materi.
Hadis di atas juga mengajarkan umat Islam untuk menjadi pribadi yang peduli terhadap sesama. Membahagiakan orang lain tidak hanya sekadar memberi materi, tetapi juga memberikan perhatian, kasih sayang, dan dukungan moral.
Contoh Praktis dari menggembirakan orang lain diantaranya: Membantu orang yang sedang kesulitan, seperti memberi makan orang lapar, membantu biaya pendidikan, atau memberikan pekerjaan. Menghibur orang yang sedang sedih atau tertimpa musibah. Memberikan senyuman, sapa, atau kata-kata yang menenangkan.
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Dengan membahagiakan orang lain, kita dapat menciptakan lingkungan sosial yang harmonis dan penuh kasih sayang. Ini sejalan dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Membahagiakan orang lain adalah bentuk ibadah sosial yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan seseorang. Ini karena amal tersebut dilakukan dengan niat ikhlas untuk mencari ridha Allah.
Rasulullah Saw. adalah teladan dalam membahagiakan orang lain. Beliau selalu memperhatikan kebutuhan umatnya, baik secara materi maupun spiritual. Hadis ini mengajak kita untuk meneladani akhlak beliau.
Membahagiakan orang lain adalah bentuk ibadah hati yang dapat membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Beliau menekankan bahwa kebahagiaan yang diberikan kepada orang lain akan kembali kepada diri sendiri dalam bentuk pahala dan keberkahan.
Hadis di atas juga menunjukkan betapa pentingnya solidaritas sosial dalam Islam. Beliau menegaskan bahwa membahagiakan orang lain adalah tanggung jawab setiap muslim untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Hadis ini mengajarkan kita bahwa membahagiakan orang lain adalah amal yang sangat mulia dan dicintai oleh Allah. Ini adalah bentuk ibadah sosial yang dapat menciptakan harmoni, meningkatkan keimanan, dan meneladani akhlak Rasulullah Saw.
Mari kita jadikan hadis ini sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Dengan membahagiakan orang lain, kita tidak hanya mendapatkan pahala, tetapi juga berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih baik dan penuh kasih sayang. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang senantiasa membahagiakan sesama.
Allâhu Akbar 3x, walillâhilhamd
Saudaraku kaum Muslim Rahimakumullâh
Akhirnya, marilah kita bermunajat kepada Allah Swt agar kita selalu berada di jalan-Nya dan meraih ridla serta karunia-Nya:
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ ,اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِاْلحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ اْلفَاتِحِيْنَ
اَلَّلهُمَّ تَقَبَّلْ مِنّآ صَلاَتَنا َوَجَمِيعَ عِبآدَتِنآ بِرِضآكَ وَفَضْلِكَ الْكَرِيْم وَتُبْ عَلَيْنآ إِنَّكَ أَنْتَ تَوَابُ الرَّحِيْمُ . رَبَّنآ لاَتُزِغْ قُلُوْبَنآ بَعْدَ إِذْ هَذَيْتَنآ وَهَبْ لَنَآ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ الْوَهَآبُ. رَبَّنآ هَبْ لَنَآ مِنْ أَزْوَاجِنَآ وَذُرِّيَتِنَآ قُرَّةً أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَآ لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. اللهم أصلح لنا دينناالدى هوعصمة أمرنا, وأصلح لنا دنيانا التى فيهامعاشنا, وأصلح لناآخرتنا التى إليها معادنا, وجعل الحياة زلادة لنا فى كل خير وخعل الموت راحةلنا من كل شر. رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ
اَلّلَهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسِلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبُ مُخِيْبُ الدَّعْوَاتِ يَاقَظِيَ الْحَخَاتِ
رَبَّنَآ أَتِنَآ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَآ عَذَابَ النَّار
واَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَاكَاتُهُ
Penyunting Mohammad Nurfatoni