
Api membara, istana gemetar. Di balik asap dan bayangan, pengkhianat terungkap. Tapi benarkah hanya satu? Atau perang baru saja dimulai? Saksikan babak mencekamnya!
Hantom Manoe (Seri 9): Jejak di Balik Pengkhianatan; Cerbung oleh Dwi Taufan Hidayat
Tagar.co – Malam di Benua Tamiang semakin mencekam. Api yang membakar gudang senjata belum sepenuhnya padam, menyisakan bau kayu hangus dan asap yang berputar di udara. Para prajurit sibuk mengendalikan kebakaran, sementara Hantom Manoe, meskipun masih lemah, sudah berdiri di antara mereka, matanya menelusuri setiap sudut.
Teuku Gantar Alam dan Teuku Cindaku berdiri di sampingnya, ekspresi mereka penuh kewaspadaan.
“Ini bukan serangan biasa,” gumam Hantom Manoe. “Pelakunya tahu persis di mana titik terlemah kita.”
Teuku Cindaku mengangguk. “Gudang ini seharusnya terlindungi. Tak ada tanda-tanda pergerakan musuh dari luar. Seseorang dari dalam telah membuka jalan.”
Baca Seri 1-8 Hantom Manoe
Raja Muda Sedia tiba di lokasi, wajahnya tegang. “Kita harus menemukan pengkhianat itu sebelum dia merusak lebih banyak lagi.”
Teuku Gantar Alam menoleh ke arah prajurit yang baru saja menyampaikan laporan. “Apakah ada saksi yang melihat sesuatu?”
Prajurit itu menunduk, lalu menjawab, “Beberapa penjaga melihat bayangan seseorang meninggalkan gudang sebelum api berkobar. Tapi dia bergerak cepat dan menghilang dalam kegelapan.”
Mencari Jejak di Kegelapan
Hantom Manoe mengepalkan tangannya. “Aku tidak akan membiarkan pengkhianat ini bebas berkeliaran. Kita harus menyisir istana.”
Teuku Cindaku memberi isyarat kepada beberapa prajuritnya. “Sebarkan orang-orang kita. Periksa setiap lorong, setiap penjuru. Siapa pun yang bertingkah mencurigakan, tangkap!”
Dalam kegelapan malam, bayangan seseorang bergerak di balik tembok istana. Malem Peulawi berusaha menahan napasnya, menyadari bahwa langkah-langkah para prajurit semakin mendekat.
Ia telah membakar gudang senjata sesuai perintah Majapahit. Tapi ia tahu misinya belum selesai. Jika ia tertangkap sekarang, semua akan sia-sia.
Dengan hati-hati, ia menyelinap ke dalam sebuah ruang penyimpanan tua yang sudah jarang digunakan. Namun, saat ia hendak keluar dari balik bayangan, sebuah tangan kekar mencengkeram bahunya.
Terungkapnya Pengkhianat
Malem Peulawi menoleh, matanya membelalak saat melihat wajah Teuku Gantar Alam.
“Ke mana kau hendak pergi, Malem Peulawi?” suara Teuku Gantar Alam terdengar dingin.
Malem Peulawi berusaha menarik keris dari balik pinggangnya, tapi sebelum sempat bergerak lebih jauh, Hantom Manoe muncul dari kegelapan, menatapnya dengan tatapan tajam.
“Jadi, kaulah pengkhianat itu,” kata Hantom Manoe.
Malem Peulawi menelan ludah, otaknya berpacu mencari alasan. “Aku… aku hanya mencari udara segar setelah kebakaran tadi.”
Teuku Cindaku menyeringai. “Udara segar? Di tengah malam? Setelah kau menghilang dari pandangan prajurit lainnya?”
Malem Peulawi tahu ia telah ketahuan. Dengan gerakan cepat, ia mencoba menusukkan keris ke arah Hantom Manoe. Tapi tangan Hantom Manoe lebih gesit. Dengan satu gerakan kuat, ia menangkap lengan Malem Peulawi dan memelintirnya hingga keris jatuh ke tanah.
Malem Peulawi berteriak kesakitan. Para prajurit segera menangkapnya dan membelenggu tangannya.
Raja Muda Sedia mendekat, menatapnya dengan tajam. “Katakan, siapa yang memerintahkanmu?”
Malem Peulawi terdiam sejenak, lalu menyeringai meskipun keringat dingin mengalir di dahinya. “Majapahit akan datang, dan kalian semua akan hancur.”
Hantom Manoe menatapnya dalam-dalam. “Kita lihat siapa yang akan hancur.”
Di kejauhan, embusan angin malam membawa bisikan perang yang belum usai. (#)
Bersambung pada seri ke-10: Amukan di Perbatasan
Penyunting Mohammad Nurfatoni