
Sebagai guru TK, membayangkan harus menyelami dunia kesehatan masyarakat yang penuh dengan istilah rumit, sejujurnya, sempat membuat benak saya berkecamuk.
Tagar.co – Dunia pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah keseharian saya yang mengabdebagai guru TK Aisyiyah IV Kota Probolinggo. Membayangkan harus menyelami dunia kesehatan masyarakat yang penuh dengan istilah rumit, sejujurnya, sempat membuat benak saya berkecamuk.
Namun, surat tugas dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Probolinggo untuk menghadiri Workshop Advocasy and Safeguarding Program USAID Mentari-PHC di Hotel Movenpick, Surabaya, pada 8-11 Januari 2025, adalah amanah yang harus dijalankan. Inilah kontribusi berkhidmat saya pada perserikatan Muhammadiyah.
Kegelisahan itu sedikit terobati ketika mengetahui saya tidak sendiri. Lima orang utusan dari Kota Probolinggo, mewakili berbagai unsur: Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Pimpinan Daerah Aisyiyah, Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah, Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah, dan Institut Ahmad Dahlan, turut serta. Kami akan bersama-sama berlayar mengarungi samudra pengetahuan baru.
Kerangka acuan kerja acara ini kembali saya cermati. Informasi di dalamnya cukup menarik. Mentari-PHC, yang bertujuan mencapai agenda transformasi Primary Health Care (PHC) Pemerintah Indonesia di 15 kabupaten atau kota terpilih di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada tahun 2029, menjadi sesuatu yang menggelitik rasa ingin tahu.
Baca juga: Menjaga Kesehatan Mental: Berhenti Mengkritik Diri Sendiri
Program ini diimplementasikan oleh Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Muhammadiyah dengan dukungan sub-grant dari FHI 360. Tujuannya mulia: meningkatkan kapasitas tim Mentari-PHC dalam mengelola pendanaan langsung USAID, mendukung pemberdayaan masyarakat, serta merangkul berbagai pemangku kepentingan untuk memperkuat layanan PHC di Puskesmas dan Posyandu.
Family Health International (FHI) 360 lembaga yang bergerak di bidang kesehatan internasional, pun digandeng MPKU Muhammadiyah untuk menyelenggarakan Batch 2 lokakarya bagi tim nasional, provinsi, dan kabupaten di Jawa Timur.
Tahun 2025 menjadi babak baru. Mentari-PHC memperluas jangkauan ke tujuh wilayah tambahan: Gresik, Sumenep, Probolinggo, Nganjuk, Ngawi, Tulungagung, dan Madiun. Dan lokakarya kali ini memfokuskan diri pada tiga wilayah: Gresik, Sumenep, dan Probolinggo.
Materi yang disajikan pun tak main-main: strategi advokasi, penyusunan regulasi dan kebijakan lokal, struktur penganggaran dalam pemerintahan kabupaten dan desa, komitmen multi-pemangku kepentingan, hingga akuntabilitas sosial.

Serius tapi Santai, Belajar pun Menyenangkan
Kekhawatiran saya akan tenggelam dalam lautan teori perlahan sirna. Dr. dr. Gea Pandhita S, Mkes, Sp.S. dari MPKU Bidang Kerja Sama Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dengan gayanya yang kalem, membuka pikiran saya tentang esensi program ini.
Dalam sambutan awalnya, dia menyinggung pemahaman agama dalam Muhammadiyah yang termaktub dalam “Masalah Lima,” yaitu agama, dunia, ibadah, sabilillah, dan qiyas. Intinya, manusia harus bahagia di dunia dan akhirat. “Menjaga kesehatan adalah indikasi hidup yang bahagia dan sejahtera,” ujarnya, menyentuh nurani saya.
Materi yang disuguhkan memang benar-benar baru. Sempat terlintas keraguan, mampukah saya mengemban amanah ini? Namun, bayangan akan duduk diam, pasif mendengarkan, sirna seketika. FHI 360, sebagai konsultan capacity building, mengemas materi dengan begitu menyegarkan.
Dua hari pertama, kami digembleng tentang advokasi integrasi layanan primer. Diskusi, tanya jawab, dan kerja kelompok mewarnai hari-hari kami. Rolan Sihombing, Program Manager FHI 360, dengan piawai membawa suasana lokakarya ini begitu nyaman. Pengalamannya berkeliling Indonesia menangani persoalan kesehatan masyarakat menjadi inspirasi tersendiri.
Kemudian, ada Sunardi, yang dengan sabar membedah setiap materi. Dia mendefinisikan forum dengan begitu apik. “Integrasi Layanan Primer ini tidak bisa dikerjakan sendiri. Libatkan forum. Di dalam sebuah forum kita akan belajar bersama, aksi bersama dan pintar bersama,” ujarnya ramah, menancapkan pemahaman baru dalam benak saya.
Tak ketinggalan, Yuniyanti Chuzaifah, yang getol menyuarakan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion). “Jika teman-teman merencanakan sebuah aksi, libatkan semua masyarakat, tanpa memandang sebelah mata. Apakah lelaki, perempuan, kaya, miskin, kaum terpinggirkan, difabel. Ingatlah selalu semboyan no one left behind (tidak ada yang tertinggal),” tegasnya, mengukuhkan makna GEDSI dalam hati saya.
Bertemu dengan dua tim lainnya dari Gresik dan Sumenep menjadi bonus tersendiri. Kami saling berbagi informasi dan kondisi layanan kesehatan di daerah masing-masing. Dalam kerja kelompok, kami bisa melihat hasil diskusi, bahkan memberikan masukan. Semangat belajar dan berbagi pun semakin berkobar.
Menuju Keadilan dan Kesetaraan Akses Kesehatan
Hari kedua workshop ditutup dengan wejangan dari Wakil Ketua MPKU Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes. “Inti kegiatan ini adalah kita ingin meningkatkan keadilan dan kesetaraan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Percuma membuat sistem bagus tetapi masyarakat tidak bisa mengakses. Kita sebagai komunitas dapat mendorong, menciptakan keputusan agar akses itu bisa dicapai,” ujarnya, menegaskan tujuan mulia program ini.
Dia juga berpesan agar kami menjaga nama baik Muhammadiyah. “Jaga nama baik Muhammadiyah saat bersinergi dan berkolaborasi dengan siapapun. Terus tingkatkan kinerja agar program ini tetap berjalan berkesinambungan,” pesannya.
Sebuah harapan pun diapungkan, diiringi optimisme yang mencerahkan. Apalagi, setiap daerah akan didampingi oleh seorang koordinator. Untuk Kota Probolinggo, Ahmad Nafi Faruqy, selaku Distrik Koordinator USAID Mentari-PHC, siap mengawal program ini hingga tuntas.
Beban di pundak saya pun terasa lebih ringan, berganti dengan semangat untuk berkontribusi nyata bagi kesehatan masyarakat. Dari seorang guru PAUD, kini saya melangkah ke meja advokasi, menyelami integrasi layanan primer, demi terwujudnya Indonesia yang lebih sehat. (#)
Jurnalis Izza El Mila Penyunting Mohammad Nurfatoni