Telaah

Bahasa Rindu Allah yang Gagal Dipahami

248
×

Bahasa Rindu Allah yang Gagal Dipahami

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Mohammad Nurfatoni/AI

Kadang Allah tak memanggil lewat kata, melainkan lewat ujian. Setiap luka dan gelisah bisa jadi tanda rindu-Nya agar kita kembali bersujud dengan hati yang jernih.

Oleh Dwi Taufan Hidayat, Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bergas, Kabupaten Semarang.

Tagar.co – Kadang manusia gelisah bukan karena derita, tetapi karena hatinya tak lagi peka terhadap rindu Allah. Musibah yang datang sejatinya bukan hukuman, melainkan bahasa cinta Ilahi yang ingin dipahami lewat luka, hening, dan kehilangan.

Namun banyak hati yang tertutup, menganggapnya petaka, padahal itu panggilan lembut dari Tuhan untuk kembali pulang.

Baca juga: Tuhan Tak Pernah Jauh, Hanya Kita yang Lupa Tersenyum

Setiap manusia akan melewati fase di mana doa terasa tak berjawab, langkah terasa berat, dan dada seolah tak menemukan ruang lapang. Saat itulah Allah sedang berbicara lewat bahasa rindu-Nya yang halus—melalui ujian dan kehilangan.

Sebab rindu Allah tidak datang dalam bentuk hadiah, tetapi dalam bentuk peringatan. Seperti ibu yang menegur anaknya agar kembali, Allah menegur hamba-Nya dengan cara yang paling Ia tahu: musibah, kegelisahan, dan kesepian.

Allah ﷻ berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍۢ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍۢ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِينَ

“Dan sungguh Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 155)

Ayat ini bukan sekadar penegasan bahwa hidup pasti diuji, melainkan pesan lembut bahwa setiap ujian mengandung kabar gembira: bahwa Allah masih memperhatikan kita. Sebab bila Allah sudah berpaling, bahkan musibah pun tak lagi datang—yang tersisa hanyalah kelalaian dan hati yang mati.

Baca Juga:  Tua dan Muda Bukan soal Usia

Rasa gelisah sering kali muncul bukan karena takdir yang berat, tetapi karena hati yang tak lagi mampu membaca maksud Ilahi. Hati yang sibuk dengan dunia cenderung menolak cara Allah mendidik cinta. Padahal, di balik setiap air mata ada getar kasih sayang yang sedang mengetuk hati agar kembali mengenal-Nya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ عَبْدًا ابْتَلَاهُ لِيَسْمَعَ تَضَرُّعَهُ

“Apabila Allah mencintai seorang hamba, Dia akan mengujinya agar mendengar rintihan doanya.” (Al-Baihaqi)

Hadis ini menyingkap makna mendalam bahwa ujian bukan untuk melemahkan, melainkan untuk memulihkan hubungan antara hamba dan Rabb-nya. Dalam tangis dan rintihan doa, manusia kembali menemukan suara jiwanya yang sempat hilang dalam gemuruh dunia.

Allah rindu mendengar lirih suara kita yang dulu lembut memohon, namun kini jarang terdengar karena kesibukan dan kesombongan.

Habib Ali Zaenal Abidin Al-Kaff mengungkapkan: “Terkadang yang membuatmu gelisah bukanlah musibah yang menguji, tetapi bahasa rindu Allah yang gagal kau pahami.”

Kalimat ini sederhana, tetapi mengandung kedalaman luar biasa. Ia menyingkap bahwa kegelisahan spiritual bukan sekadar perasaan tak nyaman, melainkan tanda kasih yang belum kita kenali. Allah berbicara kepada hati, bukan dengan kata, melainkan dengan keadaan.

Ketika pekerjaan tak berjalan, rezeki seret, atau hubungan retak, mungkin itu bukan kebetulan. Mungkin Allah sedang menunggu kita berhenti, merenung, dan menengadah.

Baca Juga:  Kekuatan di Balik Memaafkan

Sebab selama segalanya lancar, manusia cenderung sombong dan merasa cukup. Maka Allah, dengan kasih sayang-Nya, mengirimkan sinyal lewat kesulitan agar kita sadar siapa yang sebenarnya berkuasa.

Dalam Al-Qur’an, Allah mengingatkan:

فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًۭا، إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًۭا

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sungguh bersama kesulitan ada kemudahan.” (Al-Insyirah: 5–6)

Ayat ini tidak sekadar penghiburan, melainkan janji. Bahwa dalam setiap ujian tersimpan rahmat yang menyusul di belakangnya. Hanya saja, banyak hati yang terlalu gelisah untuk bersabar menunggu hadirnya cahaya itu. Mereka menganggap Allah lambat menjawab doa, padahal Allah sedang menyiapkan jawaban yang lebih indah daripada yang kita minta.

Seseorang yang memahami bahasa rindu Allah akan menatap ujian dengan mata yang berbeda. Ia tidak akan mengeluh saat ditimpa kesulitan, tetapi bertanya dalam hati: “Apa yang ingin Engkau ajarkan padaku, ya Rabb?”

Pertanyaan itu menjadi kunci untuk membuka hikmah di balik setiap peristiwa. Sebab rindu Allah bukan untuk menghancurkan, melainkan untuk menyempurnakan cinta dan iman kita.

Dalam hadis kudsi disebutkan:

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

“Hamba-Ku tidak mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan sunah hingga Aku mencintainya.” (H.R. Al-Bukhari)

Baca Juga:  Dari Amarah yang Membakar ke Ramah yang Menyejukkan

Cinta Allah tidak datang tiba-tiba, tetapi tumbuh dari proses panjang—dari ketaatan, dari kesabaran, dari ujian yang membuat kita terpuruk lalu bangkit kembali. Setiap kesulitan adalah latihan jiwa agar kita lebih lembut dalam sujud dan lebih tenang dalam tawakal.

Maka, jika gelisah masih sering datang, jangan buru-buru menyalahkan keadaan. Bisa jadi, itu bukan tanda murka, melainkan sapaan lembut Allah yang rindu didengar. Belajarlah memahami bahasa rindu itu—kadang berupa kehilangan, kadang berupa air mata, kadang berupa keheningan panjang tanpa jawaban. Semua itu adalah surat cinta yang dikirimkan lewat jalan rahasia yang hanya bisa dibaca oleh hati yang bersih.

Rasulullah ﷺ bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ

“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman, karena seluruh urusannya adalah kebaikan, dan itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali orang beriman.” (H.R. Muslim)

Artinya, bagi orang beriman, bahkan kesedihan adalah karunia. Sebab di balik air mata ada kasih Allah yang sedang menuntun kita agar lebih dekat. Hanya saja, tidak semua mampu membacanya. Maka, jangan buru-buru menolak ujian. Mungkin di balik itu, Allah sedang berbisik lembut: “Aku rindu sujudmu yang dulu.”

Dan ketika kau mampu memahami bahasa rindu itu, kegelisahan akan berubah menjadi ketenangan, musibah menjadi madrasah, dan luka menjadi jalan pulang kepada-Nya. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni