
Wartawan patuhi rambu-rambu etika dan hukum pers dalam bekerja. Wartawan yang profesional minimal punya empat elemen, yaitu skill, pengetahuan, kesadaran, dan leadership
Tagar.co – Direktur Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Nurcholis MA Basyari sampaikan materi tentang Rambu-rambu Etika dan Hukum Pers pada pelatihan Journalisme Fellowship on CSR 2025 Batch 2 melalui zoom meeting, Selasa (2/9/2025).
Hari kedua pelatihan JFC 2025 Batch 2, tiga belas peserta dari berbagai daerah ini mendalami materi tersebut. Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) dengan PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).
Menurut Nurcholis, materi ini penting karena meskipun jaman sudah canggih namun pemahaman tentang etika dan hukum pers masih belum memadai. “Media-media yang top pun seringkali melanggar, sehingga perlu banyak belajar,” terangnya.
Nurcholis menerangkan, sebagai lembaga ekonomi dan mendapatkan uang, pers bersifat profesional, tidak seperti buzzer. “Oleh karena itu kita memiliki aturan,” katanya.
“Pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik 6M. 6M ini meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi,” urainya.
Selanjutnya Nurcholis memberikan keterangan terkait media pers sebagai wahana komunikasi massa yang dikelola oleh perusahaan pers berbadan hukum Indonesia.
“Media pers itu selain berbadan hukum, juga memiliki nama, alamat, dan penanggung jawab yang jelas di declare dalam media yang bersangkutan dan menaati kode etik,” jelas Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat ini.
Menurutnya, akun media sosial merupakan bagian dari media pers jika pemilik akun itu menyatakannya di media pers.

Beda Karya Jurnalistik dan Produk Pers
Ahli Dewan Pers ini juga menyampaikan perbedaan antara karya jurnalistik dengan produk pers.
“Karya jurnalistik merupakan karya wartawan yang dimuat di media pers. Tentu saja harus mematuhi kode etik. Sedangkan produk pers adalah diluar itu. Misalnya opini, kolom surat pembaca, termasuk juga iklan,” terang wartawan senior ini.
Produk pers, menurutnya menjadi tanggung jawab penuh pemimpin redaksi. “Kalau terjadi sesuatu yang berkaitan dengan pemberitaan atau produk pers, yang akan dipanggil oleh aparat penegak hukum adalah pemimpin redaksi. Bukan wartawan yang menulisnya,” ungkapnya. Dia menambahkan, jika pimred menugaskan orang lain maka harus ada surat kuasa khusus.
Menurut Nurcholis, yang tidak kalah penting dalam media pers, adalah tentang hak jawab dan hak koreksi.
“Hak Jawab adalah hak, baik pribadi maupun lembaga yang namanya disebut-sebut dalam berita untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang berkaitan langsung dengan berita. Sedangkan hak koreksi bisa oleh siapa saja,” terang Pemimpin Redaksi koridor.co.id ini.
Koridor Kemerdekaan Pers
Dia mengemukakan, untuk bisa menjadi wartawan yang profesional, sekurang-kurangnya harus memiliki empat elemen, yaitu skill, pengetahuan, kesadaran, dan leadership.
“Wartawan itu pekerja intelektual sehingga harus punya landasan, termasuk pengetahuan mengenai jurnalistik. Oleh karena itu, wartawan membutuhkan pelatihan,” tegasnya.
Selain itu, untuk bisa meliput dan mempublikasikan berita, wartawan harus peka terhadap situasi sehingga bisa menilai berita itu layak atau tidak.
“Kita terikat pada aturan-aturan baik di lingkungan pres maupun di lingkungan berbangsa dan bernegara,” kata Nurcholis.
Menurutnya, meskipun terlihat sepele, namun seorang wartawan harus bisa memahami dalam menjalankan agar bisa menjadi wartawan yang profesional. (#)
Jurnalis Sugiran