
Apa jadinya jika hakim bisa disuap dan keadilan bisa dibeli? Inilah ancaman nyata terhadap masa depan hukum Indonesia—dan seruan agar kita tidak lagi diam.
Oleh Ulul Albab; Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah (Orwil) Jawa Timur.
Tagar.co – Bayangkan kita ikut lomba. Kita jujur, kerja keras, dan taat aturan. Tapi ternyata jurinya bisa disuap oleh peserta lain. Masih percayakah kita pada hasilnya?
Sekarang, bayangkan itu bukan sekadar lomba. Tapi pengadilan. Dan yang disuap bukan juri biasa, melainkan hakim—tokoh yang seharusnya menjadi simbol keadilan dan integritas tertinggi.
Baca juga: Manusia, AI, dan Jalan Sunyi Menjadi Khalifah
Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan kabar bahwa tiga hakim di Indonesia diduga menerima suap puluhan miliar rupiah dalam kasus ekspor minyak sawit (CPO).
Akibatnya, para terdakwa korupsi dibebaskan begitu saja. Bukan karena mereka tidak bersalah, tapi karena uang berbicara lebih lantang daripada hukum.
Ini Bukan Sekadar Kasus Suap, Ini Ancaman untuk Masa Depan Kita
Saat seorang hakim memperdagangkan keputusannya, itu artinya sistem hukum sedang dirusak dari dalam. Kalau ini terus dibiarkan, jangan kaget kalau suatu saat keadilan hanya bisa dibeli, bukan diperjuangkan.
Kita bisa hidup di negara di mana yang kaya bisa bebas meski bersalah, sementara yang miskin bisa dipenjara meski tak berbuat jahat. Itukah masa depan yang kita inginkan?
Kalau Kita Tak Lagi Percaya Hukum, Apa yang Tersisa?
Bayangkan generasi muda, mahasiswa, dan masyarakat umum menyaksikan ini terus-menerus. Perlahan, kepercayaan terhadap sistem hukum akan luntur. Lalu muncul pikiran: “Buat apa jujur, toh yang curang tetap menang?”
Itu sangat berbahaya. Negara tanpa kepercayaan rakyatnya adalah negara yang mudah runtuh.
Saatnya Kita Bertindak, Bukan Cuma Bereaksi
Kasus ini bukan hanya berita. Ini peringatan keras bahwa kita membutuhkan:
-
Sistem hukum yang bersih dan transparan,
-
Hukuman tegas bagi hakim dan aparat yang menyalahgunakan wewenangnya,
-
Dan yang paling penting: kesadaran kita semua untuk menjaga nilai-nilai keadilan.
Kita, sebagai bagian dari generasi muda dan masyarakat sipil, punya peran besar. Kita bisa bersuara di ruang publik, berdiskusi di kampus, menyebarkan kesadaran lewat media sosial, dan menjaga nurani hukum bangsa ini.
Suara Kita Menentukan Arah Negeri Ini
Kita hidup di era digital. Satu unggahan bisa membuka mata ribuan orang. Satu diskusi bisa menginspirasi perubahan. Kalau kita peduli pada masa depan bangsa, jangan diam ketika keadilan diinjak-injak.
Karena kalau kita diam, yang curang akan merasa aman.
Dan kalau keadilan terus diperjualbelikan, yang bangkrut bukan hanya hukum, tapi juga harapan kita semua. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni