Cerpen

Rahasia di Balik Tabung Gas

297
×

Rahasia di Balik Tabung Gas

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi AI

Arif, bocah cerdas penuh rasa ingin tahu, menemukan rahasia di balik tabung gas. Dari kebocoran hingga kelangkaan, ia belajar bahwa energi harus dijaga dan dicari solusinya demi masa depan.

Rahasia di Balik Tabung Gas; Cerpen oleh Nurkhan, Kepala MI Muhammadiyah 2 Campurejo, Panceng, Gresik.

Tagar.co – Di sebuah desa kecil bernama Sumber Asri, hiduplah seorang anak bernama Arif. Ia adalah bocah cerdas dan penuh rasa ingin tahu. Suatu hari, saat membantu ibunya memasak, ia melihat ibunya mengganti tabung gas LPG yang habis dengan yang baru.

“Bu, kenapa kita pakai gas? Kenapa nggak pakai kayu bakar saja seperti dulu?” tanyanya sambil menatap tabung hijau itu dengan penuh rasa penasaran.

Ibunya tersenyum. “Karena gas lebih praktis, Nak. Dulu kalau pakai kayu, dapur selalu penuh asap. Sekarang lebih bersih dan cepat.”

Arif mengangguk, tapi rasa ingin tahunya belum hilang. “Tapi, Bu, kok bisa sih gas ini dipakai untuk memasak?”

Ibunya tertawa kecil. “Wah, Ibu juga nggak tahu pasti. Coba tanya Pak Danu, tukang gas di desa ini. Dia pasti lebih paham.”

Keesokan harinya, Arif langsung berlari ke rumah Pak Danu, seorang penjual gas yang ramah. Saat tiba, ia melihat Pak Danu sedang menurunkan tabung dari gerobaknya.

“Pak Danu! Saya mau bertanya!” seru Arif dengan mata berbinar.

Pak Danu menyeka keringatnya. “Ada apa, Arif?”

“Kenapa gas LPG bisa dipakai untuk memasak? Apa yang ada di dalam tabung ini?”

Baca Juga:  Hangatnya Kebersamaan, Momen Berbuka Puasa di MI Muhammadiyah 2 Campurejo

Pak Danu tersenyum. Ia mengetuk salah satu tabung pelan-pelan. “Di dalamnya ada gas yang bernama Liquefied Petroleum Gas (LPG). Gas ini sebenarnya berbentuk cair karena ditekan. Tapi saat keluar dari tabung, dia berubah jadi gas dan bisa terbakar.”

Arif terperangah. “Wah, jadi awalnya cair, lalu berubah jadi gas?”

“Tepat!” kata Pak Danu. “Tapi ingat, gas ini mudah terbakar, jadi harus disimpan dengan aman dan jangan sampai ada kebocoran.”

Sejak hari itu, Arif selalu memastikan tabung gas di rumahnya dalam kondisi baik. Ia juga membantu ibunya mengecek regulator agar terpasang dengan benar.

Bahaya Mengintai

Suatu sore, saat bermain di rumah temannya, Arif mencium bau gas menyengat. Ia langsung teringat nasihat Pak Danu.

“Jangan nyalakan api!” serunya panik.

Mereka segera memanggil orang dewasa. Ternyata, regulator gas di rumah temannya longgar dan ada kebocoran kecil. Berkat Arif, masalah itu cepat ditangani sebelum menjadi bencana.

Saat ibunya mendengar cerita itu, ia tersenyum bangga. “Kamu memang anak hebat, Arif. Karena rasa ingin tahumu, kamu bisa menyelamatkan banyak orang.”

Arif tersenyum lebar. “Ilmu itu penting, Bu. Sekarang aku tahu, di balik tabung gas kecil ini, ada rahasia besar yang harus kita pahami dan jaga!”

Sejak saat itu, Arif bercita-cita menjadi ilmuwan yang bisa membuat energi lebih aman dan ramah lingkungan bagi semua orang.

Kelangkaan yang Mengguncang Desa

Hari-hari berlalu. Suatu pagi, ibunya tampak gelisah di dapur.

Baca Juga:  Bikin Bangga! Siswa MIM 2 Campurejo Lolos ke Semifinal KMNR 2025

“Kenapa, Bu?” tanya Arif.

“Gas kita hampir habis, Nak. Tapi sejak kemarin, Ibu sudah keliling ke warung-warung, semuanya bilang stok gas kosong.”

Arif terkejut. “Kok bisa, Bu? Biasanya selalu ada.”

Ibunya menghela napas. “Katanya pasokan dari agen terlambat. Banyak warga kesulitan mendapatkannya.”

Penasaran, Arif bergegas ke rumah Pak Danu. Sesampainya di sana, ia melihat beberapa warga berkumpul, mengeluh karena kehabisan gas.

“Maaf, semuanya,” kata Pak Danu. “Saya juga sudah pesan ke agen besar, tapi katanya stok sedang langka.”

Arif tak puas. Ia mencari berita di ponsel ayahnya. Ternyata, kelangkaan gas terjadi karena keterlambatan distribusi, meningkatnya permintaan, adanya oknum yang menimbun tabung gas untuk dijual mahal.

Keesokan harinya, Arif menemui Pak Danu lagi. “Pak, kalau gas susah didapat, ada cara lain buat memasak?”

Pak Danu berpikir. “Dulu orang pakai kayu bakar atau minyak tanah. Bisa juga kompor listrik, tapi mahal dan listrik di desa kita sering padam.”

Arif mengangguk. Ia harus menemukan solusi lain.

Solusi dari Arif

Malam itu, Arif berdiskusi dengan orang tuanya.

“Bu, Ayah, bagaimana kalau kita buat tungku hemat energi? Bisa pakai serbuk kayu atau batok kelapa,” usulnya.

Ayahnya tersenyum. “Itu ide bagus, Nak! Kita bisa coba buat sendiri.”

Dengan penuh semangat, Arif dan ayahnya membuat tungku dari drum bekas. Hasilnya memuaskan! Walau tidak sepraktis gas, setidaknya mereka bisa tetap memasak.

Tak hanya itu, Arif juga mengajak teman-temannya mengumpulkan ranting dan batok kelapa untuk bahan bakar alternatif. Berkat inisiatifnya, beberapa warga ikut mencoba cara ini.

Baca Juga:  Sahabat yang Tak Lagi Sama

Beberapa minggu kemudian, pasokan gas kembali normal. Namun, Arif menyadari satu hal: terlalu bergantung pada satu sumber energi berisiko besar. Sejak saat itu, ia bertekad mencari solusi energi yang lebih stabil dan ramah lingkungan.

Pelajaran dari Sebuah Kebijakan

Beberapa bulan kemudian, Arif melihat berita di TV. Menteri Energi menjelaskan bahwa kelangkaan LPG bukan karena pasokan habis, melainkan akibat perubahan distribusi dari pengecer ke pangkalan resmi.

Arif kembali menemui Pak Danu. “Pak, saya lihat berita. Berarti pengecer seperti Bapak tidak boleh menjual lagi?”

Pak Danu mengangguk. “Benar, Nak. Pemerintah ingin distribusi lebih teratur. Tapi, akibatnya, banyak desa kesulitan mendapatkan gas karena pangkalan resmi jauh.”

Arif merenung. “Jadi, niatnya baik, tapi pelaksanaannya masih banyak kendala?”

“Tepat sekali,” jawab Pak Danu. “Untungnya, setelah dievaluasi, pemerintah memperbolehkan pengecer berjualan lagi dengan pengawasan lebih ketat.”

Malam itu, Arif berkata kepada orang tuanya, “Bu, Ayah, aku pikir kita harus tetap pakai tungku hemat energi. Supaya kita nggak terlalu bergantung sama LPG.”

Ayahnya mengangguk. “Kamu benar, Nak. Yang penting, kita harus bijak menggunakan energi.”

Ibunya tersenyum. “Dan kita juga harus mendukung kebijakan pemerintah dengan memberikan masukan yang baik.”

Arif tersenyum. Ia tahu, petualangannya dalam memahami energi baru saja dimulai. (*)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Cerpen

Setiap langkahnya meninggalkan jejak perjuangan. Suara kaki palsunya…