Feature

Pustakawan, Pahlawan Literasi di Tengah Gempuran AI

303
×

Pustakawan, Pahlawan Literasi di Tengah Gempuran AI

Sebarkan artikel ini
Menko PMK Pratikno di acara Peringatan HUT Ke-45 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI), Jumat (16/5/2025)

Di tengah disrupsi AI, pustakawan tak sekadar penjaga buku, tapi benteng terakhir nalar kritis bangsa. Menko PMK serukan literasi sebagai senjata tengah zaman yang kian terbius scrolling tanpa makna.

Tagar.coDi tengah derasnya arus digitalisasi dan gelombang disrupsi kecerdasan buatan (AI), satu peringatan penting datang dari panggung sederhana di Auditorium Perpusnas RI, Jakarta. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyerukan sesuatu yang terdengar klasik, namun kini menjadi makin relevan: membaca dan memperkuat literasi.

Peringatan HUT Ke-45 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI), Jumat (16/5/2025), menjadi momentum refleksi bukan hanya bagi institusi perpustakaan, tetapi bagi semua yang percaya bahwa bangsa besar dimulai dari masyarakat yang membaca.

Baca juga: Menko PMK: Saatnya Indonesia Unjuk Gigi lewat Publikasi dan AI Berbasis Nilai Bangsa

Dalam sambutannya, Pratikno tidak berbicara dengan jargon-jargon teknologi tinggi. Ia justru mengawali dengan kisah dua buku dari masa kecilnya—Nrimo Peparinge Pangeran dan Timba Air Mandi Sendiri. Dua karya sederhana yang membekas, membentuk karakternya, dan membuatnya tetap teguh menempuh pendidikan meski dalam keterbatasan.

Baca Juga:  Di Forum SEAMEO, Indonesia Komitmen Wujudkan Pendidikan Bermutu, Inklusif, dan Berkelanjutan

“Buku bukan hanya transfer pengetahuan, buku adalah sumber inspirasi. Buku mendorong anak-anak kita untuk melakukan refleksi dan menentukan langkah,” ungkap Pratikno, mengenang masa kecilnya yang bersahaja namun sarat makna.

Namun, pesan utama hari itu lebih dari nostalgia. Ia mengajak semua pihak untuk memandang pustakawan bukan sekadar pengurus rak buku, tapi sebagai penjaga benteng terakhir nalar kritis di tengah zaman yang kian terbius scrolling tanpa makna.

“Terutama sekali kepada Bapak Ibu para relawan yang melampaui kewajibannya, yang aktif untuk perpustakaan keliling, bekerja tanpa gaji. Mereka adalah pahlawan literasi nasional,” katanya penuh hormat.

Pratikno tidak menutupi kekhawatirannya terhadap dampak negatif teknologi. Ia menyoroti fenomena mindless scrolling dan screen time berlebihan sebagai gejala menurunnya daya refleksi dan berpikir mendalam pada anak-anak.

“Jangan mentradisikan kepada anak-anak kita mindless scrolling. Kita harus jauhkan cucu-cucu kita untuk tidak terjebak dengan screen time yang terlalu lama,” tegasnya.

Lebih dari itu, ia mengajak para pustakawan untuk tidak takut terhadap AI, melainkan menjadikannya alat bantu yang dikendalikan dengan bijak. Kemenko PMK bahkan telah memulai inisiatif Gerakan Cabai—Cerdas dan Bijak Ber-AI—sebuah komunitas edukatif untuk membangun kesadaran kritis terhadap teknologi mutakhir.

Baca Juga:  AI Tidak Ambil Alih Otoritas Guru dalam Pembelajaran 

“Betapa AI itu mengerikan. Ini tantangan besar yang dihadapi oleh pustakawan dan kita para pendidik. Tetapi bijak, arif, dan religiusitas—itu yang akan menjaga kita menghadapi disrupsi AI,” ujarnya.

Ia menutup orasi inspiratifnya dengan satu seruan kolaboratif: menggandeng masyarakat sipil, lembaga pendidikan, dan para relawan untuk bersama menumbuhkan budaya literasi sebagai fondasi kecerdasan bangsa.

“Literasi adalah jalan untuk membangun manusia Indonesia yang unggul, berpikir lebih dalam, dan mampu melangkah maju,” pungkasnya.

Peringatan ulang tahun ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh penting seperti Kepala Perpusnas RI E. Aminudin Aziz, Wakil Mendiktisaintek Fauzan, Wakil Kepala BPS Sonny Harry Budiutomo Harmadi, serta jajaran pustakawan dari seluruh penjuru Indonesia—yang hari itu menerima lebih dari sekadar pujian. Mereka menerima pengakuan atas peran strategisnya dalam menjaga martabat bangsa melalui literasi. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni