
Menko PMK Pratikno mengajak masyarakat memaknai Kebangkitan Nasional secara baru dengan mengusulkan gerakan “CabAI”—Cerdas dan Bijak ber-AI—sebagai tangga menuju kemajuan Indonesia di era digital.
Tagar.co – Suasana Ruang Heritage Kemenko PMK pada Senin pagi (19/5/2025) tampak berbeda. Nuansa reflektif dan antusiasme menyatu dalam gelaran Senergi—Senin Bersinergi—yang kali ini hadir spesial memperingati Hari Kebangkitan Nasional alias Harkitnas.
Namun, alih-alih mengenang masa lalu secara seremonial, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno memilih jalur lain: mengajak masyarakat “naik tangga baru” menuju masa depan digital.
“Kita harus memanfaatkan segala instrumen yang tumbuh saat ini dengan daya kritis, dengan kesadaran penuh. Termasuk digital. Digital adalah tangga kemajuan tetapi kita harus memanfaatkannya dengan bijak,” ujarnya dalam forum bertema Bangkit, Berkarya, Berdaya di Era Digital itu.
Baca juga: Pustakawan, Pahlawan Literasi di Tengah Gempuran AI
Menurutnya, semangat Kebangkitan Nasional tidak berhenti pada romantisme sejarah. Ia adalah ajakan untuk terus menyesuaikan diri dengan zaman, tanpa kehilangan arah perjuangan. Jika pada masa kolonial para pelopor bangsa memanfaatkan institusi pendidikan kolonial secara kritis, maka di era kini, teknologi digital dan artificial intelligence (AI) adalah ruang baru perjuangan itu.
“Kesadaran penuh bahwa waktu itu kita di era kolonial tidak ada institusi pendidikan kecuali institusi pendidikan yang disediakan oleh pemerintah kolonial. Pada saat itu mereka tidak menolak masuk sekolah tapi bagaimana memanfaatkannya secara kritis,” ungkapnya, dikutip dari Humas Kemenko PMK yang diterima Tagar.co, Senin (19/5/26) siang
Untuk menjelaskan gagasannya, Pratikno mengutip buku Kicking Away the Ladder karya ekonom Korea Selatan Ha Joon Chang, yang mengkritisi praktik negara maju menutup jalan bagi negara berkembang untuk maju dengan cara yang sama. Indonesia, katanya, harus menciptakan jalannya sendiri.
“Tangga-tangga itu bisa jadi sudah di-kick away, ditendang. Tangga-tangga itu tidak lagi membawa untuk naik tapi justru untuk jalan mendatar,” katanya. “Oleh karena itu kita mengampanyekan, saya mengusulkan: Cerdas dan Bijak ber-AI atau CabAI.”
Gagasan ini bukan sekadar akronim unik, tapi upaya membentuk kesadaran digital yang tidak hanya adaptif, tapi juga kritis dan beretika. Bagi Pratikno, kebangkitan nasional hari ini bukan hanya soal koneksi internet cepat atau kemampuan teknis, tetapi soal cara kita menempatkan teknologi dalam misi besar bangsa.
“Kebangkitan nasional adalah memanfaatkan yang ada, itu datang dari mana-mana. Tetapi semua itu untuk kemajuan Indonesia seperti Budi Utomo dulu didirikan untuk persatuan, pendidikan, dan kebudayaan,” tegasnya.
Acara ini tak hanya menyajikan refleksi dari atas podium. Dua narasumber inspiratif turut dihadirkan sebagai wajah nyata dari semangat bangkit di era digital.
Achmad Budi Santoso, ASN penyandang disabilitas yang kini menjadi Perencana Ahli Muda di Kemenko PMK, mengisahkan perjalanan panjangnya dari keterbatasan menuju pencapaian. Ia menempuh pendidikan hingga jenjang S2 dan berhasil meraih cita-cita menjadi abdi negara. Kisahnya menyentuh banyak hati dan menegaskan bahwa kebangkitan bisa datang dari ruang-ruang yang tak terduga.
Sementara itu, Kurie Kurniasih Suditomo membawa perspektif segar lewat dunia anak-anak. Pendiri Kelas Coding Anak dan CodingCamp.id itu berbagi pengalamannya mengenalkan logika pemrograman sejak usia dini. “Literasi digital harus dibangun dengan pendekatan yang tidak hanya teknis, tetapi juga membina kreativitas dan semangat belajar anak di tengah tantangan digitalisasi,” ujarnya.
Acara Senergi edisi Kebangkitan Nasional ini tidak hanya mengingatkan pada semangat Budi Utomo, tapi juga mengusulkan arah baru: dari ruang kelas kolonial ke ruang digital global, dari buku ke kode, dari kesadaran kolektif ke literasi algoritmik. Dan dari sana, harapan baru pun tumbuh—dengan semangat CabAI sebagai tangga kebangkitan Indonesia yang berikutnya. (#)’
Penyunting Mohammad Nurfatoni