
Ibu adalah pusat emosi keluarga. Jika kondisi ibu rileks dan tenang, maka kondisi rumah akan menyenangkan. Anak-anak perlu dibiasakan bahwa lembut bukan berarti tidak tegas.
Tagar.co – Patah untuk Bertumbuh, Ikhlas untuk Terberkahi menjadi tema Kajian Islam Spemdalas (KIS) Ikatan Wali Murid (Ikwam) SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik, Senin (22/9/25) di Masjid Taqwa Spemdalas.
Sebagai pemateri, Aniqq Al Faqiroh, S.Psi.,CH.,CHt, mengawali pemaparan dengan mengajak seluruh peserta kelas untuk menjadi seorang perempuan yang bertumbuh.
“Bunda-bunda semua, mari kita ingat kembali, bagaimana kita sebagai ibu, istri, dan anak dapat menerima takdir. Bagaimana kita berkata kepada anak kita. Bagaimana perlakukan kita terhadap suami kita,” terang Founder Spiritual Motherhood dan Ruang Pulih Perempuan ini.
Anniq kemudian menjelaskan bahwa setiap orang pernah terluka. Luka tersebut bermula dari rumah dan dilakukan oleh orang yang terkasih.
“Bun, luka itu diwariskan. Seorang bayi dalam kandungan mewarisi luka dari ayah dan ibunya. Menurut sebuah penelitian, ibu hamil yang bahagia, bayi dalam kandungan menunjukkan gerakan yang lucu dan menarik,” tambahnya.
Setiap ibu adalah pusat emosi keluarga. Jika kondisi ibu yang rileks dan tenang maka kondisi rumah akan menyenangkan. Anak-anak perlu dibiasakan bahwa lembut bukan berarti tidak tegas. Justru ketegasan yang dibungkus dengan bahasa yang lembut inilah yang akan membuat anak menjadi pribadi yang tenang. Anak akan terbiasa untuk menyampaikan keinginan dan emosinya dengan cara yang baik.
Ibu dan Healing
Menjadi ibu dewasa memang tidak mudah. Peran besar seorang ibu tersebut menjadi sebuah beban yang cukup berat. Oleh sebab ibu memerlukan healing. Healing yang dimaksud bukan jalan-jalan. Healing adalah melepaskan beban yang menyesak di dada.
“Sebuah penelitian membuktikan bahwa air mata yang dikeluarkan saat mengupas bawang dan ketika kecewa, memiliki perbedaan. Menangis adalah mekanisme untuk mengeluarkan racun. Perempuan yang kuat bukan yang tidak menangis, melainkan perempuan yang tetap berada di jalan takdir yang telah dijalankan meskipun dengan menangis, imbuhnya.
Anniq kemudian mengajak sekitar 300 peserta kajian yang terdiri atas wali siswa Spemdalas, perwakilan Ikwam SD Mugeb, SD Berlian, dan Smamio, serta peserta umum untuk healing. Dengan panduannya, ibu-ibu diajak untuk mengingat ibu, ayah, suami, dan anak-anak. Seketika suasana berubah menjadi haru, hampir semua peserta meneteskan air mata.

Terapi Mental
Anniq menjelaskan bahwa sangat urgen untuk memutus lingkaran setan yang tidak disadari keberadaanya.
“Bunda, unfinish problem akan menghasilkan toxic person yang akan menyakiti orang lain. Toxic person ini akan melahirkan toxic marriage. Gejala yang nampak adalah pasangan yang mmemilih kabur jika mengjadapi masalah, silent treatment, abahkan munculnya kekerasan verbal dan fisik. Kondisi demikian tentunya akan melahirkan seorang toxic kids. Dalam kondisi ini munculnya toxic parenting tidak dapat dielakkakkan,” jelasnya.
Terapi yang dapat kita lakukan adalah menyadari bahwa kita adalah makhluk. Apa pun yang terjadi atas kehendak sang Pencipta. Anniq menjelaskan terapi mental dengan tiga hal. Pertama adalah membaca tasbih membaca tasbih agar selalu Allah berikan peliharaan dari kesalahan menaruh takdir. Kedua adalah tahmid, sebagai bentuk syukur, mengingat nikmat-nikmat Allah yang telah dan sedang diberikan. Dan ketiga adalah takbir dengan maksud membangun harapan (hope).
“Ketiga-tiganya disampaikan dengan lembut ya, Bunda. Kita ulang ulang dengan penjiwaan. Kita sampaikan dengan khusyuk dan penuh pengharapan. Selian itu, kita perlu memahami bahwa Alquran adalah guidance, petunjuk untuk kita hidup di dunia. Bismillah semoga kita menjadi perempuan yang terberkahi. Lakukan peran yang terbaik karena kita ingin menjadi baik di mata Allah, bukan di mata manusia,” jelasnya dengan mantap. (#)
Jurnalis Fitri Wulandari. Penyunting Ichwan Arif.