
Korupsi seperti perilaku yang diwariskan dari generasi ke generasi dalam birokrasi. Pendidikan karakter di sekolah bertolak belakang dengan pendidikan karakter birokrasi. Entah di generasi kapan warisan itu berhenti.
Oleh Mahyuddin Syaifulloh, Mahasiswa Program Doktor UMM.
Tagar.co – Kekuasaan cenderung korup. Ungkapan itu ditulis John Dalberg Acton dalam suratnya kepada uskup Anglikan tahun 1887.
Ungkapan itu terbukti di negara mana saja. Orang berkuasa tergoda menggunakan wewenangnya untuk ngentit uang receh hingga triliunan. Walaupun dulu sewaktu muda dan miskin tergolong makhluk idealis. Kekuasaan mengubahnya menjadi binatang serakah.
Contoh kasus oplosan Pertamax yang melibatkan pimpinan anak perusahaan Pertamina yang merugikan negara Rp 193,7 triliun.
Di antara sembilan orang koruptor oplosan Pertamax yang ditangkap Kejaksaan Agung, ternyata empat orang pada tahun 1998 adalah mahasiswa demonstran yang menduduki Gedung DPR/MPR menuntut reformasi.
Aktivis mahasiswa ini ketika lulus dan menduduki jabatan ternyata korupsi juga. Ini perilaku menyimpang yang diwariskan, situasi kerja, peluang kekuasaan, atau memang kelakuan bejat pejabat. Sampai generasi ke berapa perilaku korupsi bisa berhenti?
Kurikulum pendidikan ganti berkali-kali dengan semangat perbaikan karakter, tapi pejabat memberikan contoh seperti ini bakal diserap dalam otak generasi muda kalau menjabat harus korupsi supaya kaya raya.
Kepemimpinan Transformasional
Dalam Teori Kepemimpinan Transformasional yang dikembangkan oleh James MacGregor Burns dan diperluas oleh Bernard M. Bass menyatakan, pemimpin yang baik harus menginspirasi, memotivasi, dan menjadi teladan bagi pengikutnya untuk mencapai perubahan yang positif.
Pejabat yang menerapkan kepemimpinan transformasional akan menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat.
Seorang pejabat yang baik bukan hanya sekadar pemegang kekuasaan, tetapi juga teladan bagi masyarakat. Kejujuran, integritas, kerja keras, dan kepedulian terhadap rakyat menjadi nilai-nilai utama yang harus mereka junjung tinggi.
Keteladanan seorang pemimpin dapat menjadi inspirasi bagi generasi penerus, menanamkan semangat kebangsaan, serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Pejabat dan generasi hari ini patut meneladani pendiri bangsa dan Wakil Presiden pertama Indonesia Mohammad Hatta. Seperti yang dinarasikan dalam buku Bung Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman karya Deliar Noer.
Menurut Deliar Noer, Hatta sosok pemimpin yang berintegritas tinggi. Bukan hanya seorang negarawan yang cerdas, tetapi juga contoh nyata dari kesederhanaan, kejujuran, dan pengabdian tanpa pamrih kepada rakyat.
Di tengah kekuasaan yang terbuka bagi berbagai godaan, Hatta teguh dalam prinsipnya. Ia menolak segala bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kesederhanaannya terlihat dalam kehidupannya sehari-hari, meskipun pernah berada di puncak pemerintahan. Ia tidak memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri.
Bahkan di masa pensiunnya, Hatta tidak memiliki rumah. Sebagai Wapres harus menabung dulu untuk membeli sepatu Bally sesuai iklan di koran.
Konsistensi Hatta dalam menjunjung nilai-nilai moral menjadikannya simbol pemimpin yang berintegritas. Ia percaya bahwa seorang pejabat negara harus menjadi teladan bagi rakyatnya, bukan hanya dalam perkataan, tetapi juga dalam perbuatan.
Baginya, kekuasaan adalah amanah yang harus dijalankan dengan tanggung jawab dan penuh kejujuran.
Keteladanan Hatta mengajarkan bahwa kepemimpinan sejati bukan tentang kemewahan atau kekuasaan, melainkan tentang pengabdian dan keikhlasan dalam membangun bangsa.
Nilai-nilai integritas yang ia pegang teguh menjadi warisan berharga bagi generasi penerus, bahwa seorang pemimpin yang jujur dan sederhana adalah kunci bagi kemajuan bangsa.
Penegakan Hukum
Indonesia tak bisa berharap banyak atas kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, tatkala budaya korupsi masih menjadi aktivitas dari pejabat tinggi negara hingga pejabat tingkat desa.
Untuk keluar dari lingkaran budaya korupsi tersebut perlu komitmen politik yang kuat dari pemerintah, dari proses penegakan hukum hingga penguatan peraturan perundang-undangan terkait tindak pidana korupsi.
Pemerintah bisa memberikan pemberatan sanksi hukum, seperti pidana seumur hidup atau hukuman mati, penyitaan aset, dan pelarangan jabatan seumur hidup.
Pengawasan pelaksanaan juga harus ketat. Jangan ada lagi kamar mewah untuk koruptor atau koruptor bisa keluar penjara untuk jalan-jalan.
Selain itu bisa penguatan lembaga antikorupsi, percepatan proses hukum, pencegahan dan transparansi melalui perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa, peningkatan sistem pealporan kekayaan pejabat. Pendidikan antikorupsi harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah untuk membentuk karakter generasi muda yang berintegritas.
Indonesia Emas 2045, tatkala peringatan 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia hanya akan menjadi angan, kalau di 2025 para pejabat masih serakah.
Tatkala pejabat ingin kaya raya, maka yang dipikirkan anak cucunya sendiri bukan anak bangsa. Bukan Indonesia Emas yang tercapai pada tahun 2045, tapi Indonesia besi rongsokan. (#)
Penyunting Sugeng Purwanto