Opini

Karakter Bani Israel: Ibrah Al-Qur’an dan Tafsir Psikologi Kontemporer

275
×

Karakter Bani Israel: Ibrah Al-Qur’an dan Tafsir Psikologi Kontemporer

Sebarkan artikel ini
Kemas Adil Mastjik

Al-Qur’an tak sekadar mencatat sejarah Bani Israel, tetapi menghadirkannya sebagai ibrah bagi manusia. Menariknya, pola perilaku itu kini sejalan dengan temuan psikologi modern.

Oleh Kemas Adil Mastjik; Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Kader Ulama Dewan Dakwah Jatim.

Tagar.co – Sejarah datangnya Israel di tanah Palestina merupakan rangkaian panjang peristiwa politik, kolonialisme, dan ideologis yang meninggalkan luka mendalam. Konflik Israel dan Palestina merupakan salah satu isu geopolitik paling kompleks dan panjang dalam sejarah modern.

Untuk memahami situasi saat ini, penting untuk menelusuri sejarah datangnya Israel di tanah Palestina. Itu berakar dari pergerakan Zionisme pada abad ke-19 dan semakin memanas di awal abad ke-20 hingga saat ini.

Baca juga: Modeling dan Mentoring: Strategi Mengkloning Kesuksesan Tokoh Dakwah

Sekadar menyebut fakta “paling akhir”, sejak 2023 terjadi serangan dan perusakan fasilitas medis serta rumah sakit. Human Rights Watch melaporkan bahwa pasukan Israel menduduki beberapa rumah sakit di Gaza (misalnya kompleks Al-Shifa, Kamal Adwan, Nasser).

Terkait hal itu, banyak pasien dan tenaga medis mengalami penderitaan. Juga, rumah sakit rusak, fasilitas dan peralatan medis hancur, serta evakuasi paksa dilakukan. Laporan ini juga menyebut bahwa terjadi beberapa pemindahan paksa warga sipil (pengungsian massal).

Human Rights Watch menyebut bahwa sejak Oktober 2023, terjadi forced displacement terhadap ratusan ribu warga Palestina di Gaza. Sekitar lebih dari 90 persen populasi Gaza dilaporkan terdampak atau terpaksa mengungsi akibat operasi militer, pengepungan, dan kehancuran infrastruktur sipil.

Pemindahan paksa ini dianggap sebagai pelanggaran kemanusiaan. Dalam banyak analisis HAM, tindakan ini dapat memenuhi kriteria sebagai kejahatan perang.

Beberapa organisasi HAM seperti Amnesty International telah menyimpulkan bahwa tindakan Israel dapat memenuhi syarat sebagai genosida terhadap penduduk Palestina di Gaza.

Laporan Komisi Independen PBB (UN Human Rights Council) menyebut bahwa strategi militer Israel dalam banyak serangan dianggap melanggar prinsip-prinsip hukum humaniter internasional.
Israel menyatakan bahwa mereka menyerang sasaran militer dan Hamas.

Baca Juga:  Prof. Triyo Supriyatno Bedah Karakter Bani Israel di Pengajian Ahad Pagi PDM Gresik

Namun, kritik internasional tetap mempertanyakan aspek proporsionalitas dan pencegahan korban sipil. Laporan menyebutkan ada penahanan aktivis, warga sipil, dan pelanggaran terhadap tahanan politik. Juga ada tuduhan penyiksaan, perlakuan medis yang buruk, dan kematian di dalam tahanan.

Perlawanan Global

Belakangan, banyak negara melakukan aksi bersama bernama Global Sumud Flotilla. Dengan armada puluhan kapal yang memuat bantuan kemanusiaan, ratusan aktivis dari berbagai negara berusaha menerobos blokade laut Israel untuk mencapai Gaza membawa bantuan kemanusiaan.
Apa yang terjadi? Israel mencegat sebagian kapal (13 dari 50, pada salah satu laporan) dan menahan aktivis yang ada di dalamnya.

Banyak laporan sah dan kredibel mengenai pelanggaran HAM oleh Israel terkait pendudukan, operasi militer di Gaza, pemblokiran bantuan kemanusiaan, intersepsi kapal seperti Global Sumud Flotilla, dan perlakuan terhadap tahanan. Banyak dari tuduhan ini dianggap serius oleh organisasi internasional sebagai kemungkinan tindakan war crimes, dan ada juga klaim genosida.

Karakter Negatif

Al-Qur’an sering mengisahkan Bani Israil (Yahudi) bukan semata untuk sejarah, tetapi sebagai ibrah (pelajaran) bagi umat manusia. Mereka adalah kaum yang mendapat banyak nikmat Allah, namun banyak pula melakukan penyimpangan.

Tulisan ini mencoba meninjau karakter negatif Yahudi sebagaimana digambarkan Al-Qur’an melalui perspektif teori-teori psikologi modern, sehingga terlihat relevansinya dalam memahami perilaku manusia sepanjang zaman. Berikut ini antara lain:

  1. Sering Melanggar Janji. Tergambar di Al-Baqarah 100:

    “Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman.”

    Dari sudut psikologi, fenomena ini dapat dijelaskan dengan cognitive dissonance theory (Festinger, 1957), yaitu konflik batin ketika seseorang mengetahui perilakunya tidak konsisten dengan nilai yang dianut. Untuk mengurangi ketidaknyamanan ini, manusia kerap mengubah perilaku atau mencari pembenaran.

    Tentang hal seperti ini, Bandura (1990-an) menyebutnya sebagai moral disengagement, mekanisme psikologis untuk melepaskan diri dari rasa bersalah akibat pengkhianatan.

  2. Mengubah Kitab dan Memanipulasi Kebenaran. Tergambar di Al-Baqarah 79:

    “Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya ‘Ini dari Allah’ (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.”

    Dalam psikologi kepribadian, tindakan ini terkait dengan Machiavellianism (Christie & Geis, 1970), ciri kepribadian manipulatif, licik, dan mengejar kepentingan pribadi. Selain itu, terdapat self-serving bias, yaitu kecenderungan menafsirkan kebenaran sesuai keuntungan pribadi.

  3. Keras Hati dan Menolak Kebenaran. Tergambar di Al-Baqarah 74:

    “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.”

  4. Psikologi mengenal istilah cognitive rigidity, yaitu pola pikir yang kaku dan sulit menerima bukti baru. Hal ini berhubungan dengan confirmation bias, kecenderungan hanya menerima informasi yang sesuai dengan keyakinan awal. Adorno (1950-an) menambahkan konsep authoritarian personality, yaitu kepribadian yang keras, dogmatis, dan cenderung menolak perubahan.

  5. Membunuh Nabi dan Pembawa Kebenaran. Tergambar di Al-Baqarah 61:

    “… mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan.”

    Fenomena ini dapat dipahami dengan deindividuation theory (Zimbardo, 1969), ketika seseorang dalam kelompok kehilangan kontrol moral dan melakukan kekerasan. Selain itu, scapegoating theory menjelaskan kecenderungan mencari kambing hitam untuk melampiaskan frustrasi.

    Hal ini juga selaras dengan frustration-aggression theory (Dollard, 1939), yang menyebut bahwa frustrasi dapat menimbulkan perilaku agresif.

  6. Kesombongan: Merasa Umat Pilihan. Tergambar di Al-Baqarah 111:

    “Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata ‘Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani’. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: ‘Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar’.”

    Psikologi sosial menjelaskan fenomena tersebut melalui Social Identity Theory (Tajfel, 1979), yang menyebut adanya in-group bias, yaitu kecenderungan menilai kelompok sendiri lebih unggul daripada kelompok lain. Kesombongan ini dekat dengan ciri narcissistic traits (kepribadian narsistik) serta ethnocentrism, yaitu menilai budaya atau agama lain lebih rendah.

  7. Tamak dan Cinta Dunia Berlebihan. Tergambar diAl-Baqarah 96:

    “Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling tamak kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik.”

    Dalam psikologi, fenomena ini berkaitan dengan materialism (Belk, 1985), yaitu kecenderungan menilai kesuksesan melalui harta. Konsep hedonic treadmill juga relevan: manusia yang terus mengejar kenikmatan duniawi tanpa pernah puas.

    Selain itu, penelitian delayed gratification (Mischel, 1970-an) menunjukkan bahwa individu yang gagal menunda kesenangan jangka pendek akan sulit mencapai kebahagiaan jangka panjang.

Baca Juga:  Satu Masjid Satu Dai: Solusi Kekurangan Pembina Umat

Menunduk dan Berdoa

Sifat-sifat negatif yang dicatat Al-Qur’an pada kaum Bani Israel, seperti ingkar janji, manipulasi, keras hati, agresi, kesombongan, dan materialisme, terbukti dapat dijelaskan melalui teori psikologi modern. Artinya, Al-Qur’an telah mengidentifikasi pola perilaku manusia yang dikonfirmasi oleh sains modern.

Dengan demikian, umat Islam dapat mengambil hikmah agar tidak mengulangi kesalahan serupa, baik dalam skala individu maupun sosial.

Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk mentransformasi pelajaran sejarah menjadi langkah nyata. Mudah-mudahan doa dan dukungan kita turut meringankan beban saudara kita di Palestina, hingga kemenangan dan keadilan untuk mereka terwujud. Wallāhua‘lam. (#)

Rewwin Sidoarjo, 5 Oktober 2025

Penyunitng Mohammad Nurfatoni

Opini

Metode valuasi Scrapped Approach dipakai di ruang sidang…