
Ning Surti karo Cak Sokran nggawa jenang
tuku papat abon diwenehno simbah
Supaya ati lan pikiran bisa tenang
adohana sifat suuzan lan gibah.
Oleh Ustaz Soedjono, M.Pd; Dai Segudang Parikan
Tagar.co – Dalam kehidupan sehari-hari, lidah adalah anugerah kecil yang bisa membawa akibat besar. Dari lidah bisa lahir kebaikan—zikir, doa, nasihat, dan salam—namun dari lidah pula bisa muncul dosa besar seperti fitnah, prasangka buruk, dan ghibah (menggunjing).
Allah Swt. berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat: 12)
Ayat ini menggunakan perumpamaan yang sangat kuat: orang yang suka menggunjing sama dengan memakan bangkai saudaranya sendiri. Jijik, menjijikkan, dan sangat hina. Tapi sayangnya, banyak di antara kita justru menjadikan ghibah sebagai “menu harian”—baik di tongkrongan, grup WhatsApp, atau bahkan forum pengajian.
Baca juga: Menjauhi Sombong, Mendekap Rida Ilahi
Sumber Gibah: Dari Suuzan ke Dosa
Semuanya bermula dari suudan, prasangka buruk yang tidak terkendali. Saat hati tidak bersih, kita mudah menilai orang lain dari tampilan luar, menduga-duga isi hatinya, atau mengomentari kekurangannya.
Dari suuzan inilah lahir bisikan untuk membicarakan keburukannya, lalu berujung pada gibah. Tidak semua yang kita dengar pantas disebarkan. Kadang yang kita sampaikan belum tentu benar, tapi sudah terlanjur melukai.
Doa dan Ajakan
Setelah memahami betapa besar bahaya ghibah dan prasangka buruk, sudah sepantasnya kita berhenti sejenak untuk menundukkan hati. Setiap kita pernah khilaf: pernah menilai tanpa tahu, pernah berbicara tanpa sadar, atau pernah menyebarkan kabar tanpa memastikan.
Namun, kasih sayang Allah jauh lebih luas dari kesalahan hamba-Nya. Ia membuka pintu taubat bagi siapa pun yang ingin memperbaiki diri. Maka, marilah kita memohon ampun dan kekuatan kepada-Nya agar lidah ini kembali menjadi sumber kebaikan, bukan sumber dosa.
“Ya Allah, jauhkanlah kami dari prasangka buruk dan ghibah terhadap saudara kami. Jangan biarkan kami merasa paling benar, paling suci, atau paling baik, sebab hanya Engkau yang Maha Mengetahui isi hati dan niat kami. Jadikanlah lidah kami pembawa kebaikan, penyejuk bagi sesama, dan penyambung ukhuwah di jalan-Mu. Amin.” (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni










