
Jalan pagi di tepi telaga, angin sejuk membawa damai. Ilmu hadis penjaga agama, kemurnian Islam terjaga sampai usai.
Ketatnya Ulama Hadis dalam Menyeleksi para Periwayat, Telaah Oleh Dwi Taufan Hidayat, Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PCM Bergas Kabupaten Semarang.

Tagar.co – Sikap ketat para ulama hadis dalam menyeleksi para periwayat hadis merupakan upaya mereka untuk menjaga kemurnian ajaran Islam. Mereka memahami betapa pentingnya menjaga orisinalitas sabda Rasulullah Salallahualaihiwasalam, sehingga menetapkan standar yang sangat tinggi dalam ilmu hadis, khususnya dalam menilai sanad (rantai periwayatan) dan matan (isi) hadis.
Abu Nu’aim Al-Ashbahani rahimahullah, dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ yang memuat biografi para tokoh sufi dan ahli hadis, meriwayatkan bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا عَرُوبَةَ، يَقُولُ: سَمِعْتُ الْمُسَيِّبَ بْنَ وَاضِحٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ ابْنَ الْمُبَارَكِ، وَقِيلَ لَهُ: الرَّجُلُ يَطْلُبُ الْحَدِيثَ لِلَّهِ يَشْتَدُّ فِي سَنَدِهِ، قَالَ: إِذَا كَانَ يَطْلُبُ الْحَدِيثَ لِلَّهِ، فَهُوَ أَوْلَى أَنْ يَشْتَدَّ فِي سَنَدِهِ
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ibrahim, ia berkata: Aku mendengar Abu ‘Arubah berkata: Aku mendengar Al-Musayyib bin Wadlih berkata: Aku pernah mendengar Ibnul-Mubarak: Dikatakan kepadanya, ‘Seseorang yang mencari hadits karena Allah, apakah ia harus memperketat sanadnya?’ Ia menjawab, ‘Apabila ia mencari hadits karena Allah, maka itu lebih pantas baginya untuk memperketat sanadnya.’” (Hilyatul-Auliyaa’, 8/166)
Pernyataan ini menunjukkan bahwa ulama hadis seperti Ibnul-Mubarak sangat menekankan pentingnya ketelitian dalam menyeleksi sanad, terutama bagi mereka yang memiliki niat ikhlas untuk mencari ilmu. Hal ini bukan hanya sebagai upaya ilmiah, tetapi juga ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah.
Metode Ketelitian Ulama Hadits
Para ulama hadits menggunakan berbagai metode untuk menilai keabsahan periwayatan. Beberapa poin penting dalam seleksi mereka adalah:
1. Penilaian Adil dan Dhabith (Kredibilitas Periwayat): Ulama hadis memastikan bahwa setiap periwayat dalam sanad haruslah seorang yang dikenal memiliki sifat adil (ketaatan kepada agama dan jauh dari dosa besar) dan dhabith (ketelitian dalam hafalan dan periwayatan). Untuk menilai adil dan dhabith seorang periwayat, para ulama hadits merujuk pada disiplin ilmu khusus yang dikenal sebagai Jarh wa Ta’dil.
Ilmu ini mempelajari dan menetapkan kaidah-kaidah ilmiah untuk menilai kredibilitas dan integritas para periwayat hadits. Melalui ilmu inilah, seorang periwayat bisa dinilai apakah ia terpercaya (siqah), lemah (daif), atau bahkan pendusta.
Rasulullah Salallahualaihiwasalam bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَ، فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
“Semoga Allah mencerahkan wajah seseorang yang mendengar hadits dari kami lalu menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar, karena boleh jadi orang yang menerima hadits lebih memahami daripada orang yang mendengarnya.” (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi, hasan shahih)
2. Pengecekan Ketersambungan Sanad (Ittishal As-Sanad): Para ulama memverifikasi bahwa sanad hadits harus tersambung tanpa adanya periwayat yang gugur atau tidak dikenal.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
مَنْ تَعَلَّمَ الْحَدِيثَ قَبْلَ أَنْ يُصَحِّحَ إِسْنَادَهُ، فَهُوَ كَمَنْ يَحْتَطِبُ فِي الظَّلَامِ
“Barang siapa mempelajari hadits sebelum memverifikasi sanadnya, maka ia seperti orang yang mengumpulkan kayu bakar dalam kegelapan.” (Adab Asy-Syafi’i wa Manaqibuhu, karya Ibnu Abi Hatim, yang merupakan kitab biografi dan kumpulan perkataan Imam Asy-Syafi’i)
3. Pemeriksaan Matan Hadis (Isi Hadis): Selain sanad, matan hadis juga diteliti untuk memastikan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, hadis lain yang sahih, atau logika yang sehat. Beberapa ulama memberikan kriteria tambahan seperti tidak bertentangan dengan ayat Al-Qur’an yang muhkam (jelas maknanya), tidak bertentangan dengan hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang dari berbagai jalur sehingga mustahil berdusta), serta selaras dengan fakta sejarah yang valid.
Keteladanan Ulama dalam Ketelitian
Imam Bukhari Rahimahullah, misalnya, dikenal sangat selektif dalam memilih hadis untuk dimasukkan dalam kitabnya Sahih Al-Bukhari. Dari sekitar 600.000 hadis yang ia hafal, hanya sekitar 7.275 hadits yang dianggap memenuhi syarat keabsahan tertinggi.
Selain Imam Bukhari, Imam Muslim Rahimahullah, penyusun kitab Sahih Muslim, juga dikenal dengan ketelitiannya. Beliau melakukan perjalanan jauh untuk menemui para guru hadits dan menerapkan metode seleksi yang ketat dalam menyusun kitabnya.
Perspektif Kritis dan Dampak Masa Kini
Meskipun metode yang digunakan ulama hadis telah terbukti efektif dalam menjaga keotentikan hadis selama berabad-abad, di era modern, beberapa kalangan, terutama orientalis, mengajukan kritik terhadap validitas ilmu Jarh wa Ta’dil, menganggapnya rentan terhadap subjektivitas.
Namun, kritik ini umumnya dijawab oleh para ulama hadis kontemporer dengan menjelaskan metodologi ilmiah yang digunakan dalam Jarh wa Ta’dil serta menekankan pentingnya kehati-hatian dan objektivitas dalam penerapannya.
Ketelitian ulama hadis dalam menyeleksi periwayat dan matan hadis ini memiliki implikasi langsung pada praktik keagamaan kita saat ini. Sebagai contoh, pemahaman kita tentang hadits sahih, hasan, dan daif akan berpengaruh pada bagaimana kita mengambil hukum dan mengamalkan ajaran Islam.
Hadits sahih menjadi sumber utama pedoman hidup setelah Al-Qur’an, hadits hasan dapat diamalkan dengan lebih hati-hati, sedangkan hadits daif umumnya hanya digunakan untuk fadhailul a’mal (keutamaan amal) dan dengan syarat-syarat tertentu. Dengan memahami prinsip-prinsip seleksi hadits, umat Islam dapat lebih yakin dalam menjalankan ajaran agama dan terhindar dari amalan-amalan yang tidak berdasar.
Kesimpulan
Sikap ketat ulama hadis dalam menyeleksi periwayat dan sanad bukanlah sekadar formalitas, melainkan bukti kecintaan mereka terhadap Rasulullah Salallahualaihiwasalam dan tanggung jawab besar untuk menjaga kemurnian agama.
Sebagai generasi penerus, sudah seharusnya kita menghormati jerih payah mereka dengan mempelajari ilmu hadits dan mengamalkannya dengan penuh keikhlasan.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُحَافِظِينَ عَلَى سُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَارْزُقْنَا الْإِخْلَاصَ فِي كُلِّ أَعْمَالِنَا. آمِينَ
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang menjaga sunnah Nabi-Mu shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan karuniakan kepada kami keikhlasan dalam setiap amal kami. Aamiin.”
Dari ladang petik kelapa, buahnya segar penawar dahaga. Belajarlah hadis dengan usaha, agar iman kita semakin terjaga. (#)
Penyunitng Mohammad Nurfatoni