
Dulu papan tulis dan kapur jadi simbol ruang belajar Islam. Kini kelas virtual, LMS, dan aplikasi Islami hadir membawa pembelajaran lebih interaktif. Tantangannya: menjaga agar digitalisasi tetap berakar pada nilai Qur’ani dan akhlak.
Oleh Munirul Ikhwan; Alumnus S2 Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Tagar.co – Transformasi digital telah mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan Islam. Jika dulu pembelajaran agama identik dengan ruang kelas tradisional, papan tulis, dan interaksi langsung antara guru dan murid, kini proses itu mulai bergeser ke ruang-ruang virtual yang lebih dinamis dan interaktif.
Pandemi Covid-19 menjadi titik balik yang mempercepat adopsi teknologi dalam sistem pendidikan Islam, mendorong madrasah, pesantren, dan perguruan tinggi Islam untuk menata ulang cara mengajar dan belajar.
Namun, tantangan sesungguhnya bukan hanya pada penggunaan teknologi, melainkan bagaimana digitalisasi ini dapat menghadirkan pembelajaran yang tetap berakar pada nilai-nilai qur’ani, adab, dan spiritualitas.
Kalam Modern
Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. menegaskan pentingnya ilmu dan sarana penyampaiannya. Firman-Nya dalam Surah Al-‘Alaq ayat 1–5 menggambarkan bahwa penyebaran ilmu merupakan bagian dari amanah ilahiah.
Alat komunikasi yang dulu berupa pena, kini berupa teknologi digital sebagai wasilah untuk menunaikan amanah tersebut. Dengan demikian, digitalisasi bukanlah ancaman bagi pendidikan Islam, melainkan bentuk baru dari “kalam” yang dapat memperluas jangkauan dakwah dan pendidikan secara lebih efektif.
Baca juga: Membangun Karakter Cinta Tanah Air melalui Pendidikan Islam
Digitalisasi membawa perubahan dari model pembelajaran monolog yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran interaktif yang berpusat pada peserta didik.
Melalui platform seperti learning management system (LMS), virtual classroom, atau aplikasi Islamic EdTech, peserta didik tidak hanya menjadi pendengar pasif, tetapi juga aktif berinteraksi, berdiskusi, dan mengembangkan kreativitas dalam memahami ajaran Islam.
Penelitian oleh Abdullah dan Hasanah (2022) dalam Jurnal Pendidikan Islam Modern menunjukkan bahwa integrasi media digital meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman konsep keislaman hingga 35 persen. Temuan ini menegaskan bahwa teknologi, jika diarahkan dengan benar, dapat menjadi penguat nilai spiritual dan moral.
Etika Digital
Namun, kemajuan teknologi juga menuntut munculnya kesadaran baru tentang etika digital. Ruang digital bukanlah ruang bebas nilai. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 13, Allah Swt. berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.”
Ayat ini mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan dan membangun dialog. Dalam konteks pembelajaran daring, pesan ini bermakna bahwa interaksi digital harus dijaga dengan adab: menghormati pandangan orang lain, menjauhi ujaran kebencian, menghindari plagiarisme, serta tidak menyebarkan informasi yang menyesatkan.
Guru dan peserta didik harus menjadi teladan dalam menanamkan nilai-nilai etika digital Islami, di mana teknologi tidak memisahkan manusia dari moralitas, melainkan memperkuatnya.
Smart Islamic Learning Scosystem
Menuju masa depan, digitalisasi pendidikan Islam harus diarahkan untuk membangun ekosistem pembelajaran Islam cerdas (smart islamic learning ecosystem) yang memadukan ilmu agama dengan sains, teknologi, dan nilai kemanusiaan.
Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat perlu bersinergi menyiapkan infrastruktur digital, kurikulum adaptif, serta pelatihan guru agar siap menghadapi tantangan abad ke-21.
Rasulullah Saw. bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (H.R. Ahmad)
Hadis ini menjadi dasar moral bahwa pemanfaatan teknologi dalam pendidikan Islam bukan semata demi kemudahan belajar, melainkan untuk menciptakan kemaslahatan dan kebermanfaatan bagi umat.
Digitalisasi pendidikan Islam bukan sekadar fenomena teknologi, melainkan pergeseran paradigma menuju pembelajaran yang lebih partisipatif, kolaboratif, dan berorientasi nilai.
Jika dikelola dengan kebijaksanaan, ia dapat menjadi sarana untuk memperkuat identitas keislaman di tengah modernitas, membentuk generasi yang cerdas digital sekaligus berakhlak Qur’ani.
Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Mujadilah ayat 11: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Maka, tantangan kita kini adalah memastikan bahwa teknologi digital tidak menjauhkan kita dari nilai iman, melainkan menjadi jembatan menuju ilmu yang mencerahkan dan iman yang meneguhkan. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni