Telaah

“Anakku, Mana Baktimu?” Stop Menuntut, Mulailah Mendampingi!

313
×

“Anakku, Mana Baktimu?” Stop Menuntut, Mulailah Mendampingi!

Sebarkan artikel ini
Alih-alih menuntut bakti, orang tua semestinya belajar membimbing dengan kasih dan berdialog dengan anak. Islam mengajarkan komunikasi yang mendidik, bukan sekadar menuntut atau menghakimi.
Bakti Orang Tua (Ridwan Ma’ruf)

Alih-alih menuntut bakti, orang tua semestinya belajar membimbing dengan kasih dan berdialog dengan anak. Islam mengajarkan komunikasi yang mendidik, bukan sekadar menuntut atau menghakimi.

Oleh Ridwan Ma’ruf; Oleh Ridwan Ma’ruf: Anggota Majelis Pemberdayaan Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Sidoarjo, Pendiri Tahfiz Quran Islamic School Al-Fatih Sidoarjo, dan Praktisi Spiritual Parenting Sidoarjo.

Tagar.co – Ucapan seperti ini: “Anakku, mana baktimu?”, sering kali keluar dari lisan orang tua ketika keinginannya tidak dipenuhi oleh anak. Biasanya, hal itu terjadi karena orang tua cenderung memaknai sikap anak sebagai bentuk kesalahan, pembangkangan, atau bahkan kedurhakaan.

Memang benar, berbakti kepada orang tua adalah kewajiban seorang anak. Namun, syariat Islam tidak melihat masalah dari satu sisi saja. Islam juga mewajibkan orang tua untuk bersikap santun, ramah, dan penuh kasih terhadap anak-anaknya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Surah Al-Baqarah 233:

وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ

“Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang patut.”

Ayat ini mengajarkan bahwa anak bukanlah alat bagi orang tua untuk saling menyakiti. Islam mendorong orang tua membangun komunikasi dengan anak bukan dengan ego, melainkan dengan pendekatan edukatif dan dialogis.

Lihatlah bagaimana Nabi Ibrahim a.s. berdialog dengan anaknya, Ismail As, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama Ibrahim, ia berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab, ‘Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'”

Ayat ini memberi pelajaran penting: orang tua seharusnya mengajak anak berdiskusi dan mendengarkan pendapatnya. Bukan mendikte. Bukan menekan. Bukan menuntut semata. Peran orang tua adalah mendampingi, membimbing, dan memberi arahan terkait pendidikan, gaya hidup sederhana, karier, pertemanan, hingga pasangan hidup—dengan penuh kasih, bukan otoritarianisme.

Menjadi Orang Tua Betulan, Bukan Kebetulan Menjadi Orang Tua

Ada ungkapan, “Menjadikan anak saleh itu mahal.” Maka jawabannya adalah: orang tua harus terlebih dahulu menjadi pribadi yang saleh sebelum meminta anaknya menjadi demikian.

Baca juga: Anak Perempuan, Pintu Surga bagi Orang Tua 

Menjadi orang tua sejati berarti mempersiapkan diri jauh sebelum membangun rumah tangga, dengan bekal ilmu agama yang kuat dan pemahaman tentang tujuan berumah tangga serta segala konsekuensinya. Sebagaimana sabda Nabi Saw.:

مَنْ نَكَحَ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الإِيمَانِ، فَلْيَتَّقِ اللَّهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي

“Barang siapa menikah, maka ia telah menyempurnakan setengah dari agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada setengah yang lainnya.” (H.R. Baihaqi)

Dari hadits ini, kita paham bahwa apa pun pendidikan dan kondisi ekonomi orang tua, yang terpenting adalah kualitas pemahaman agama. Dengan itulah orang tua dapat mendampingi anak dalam kasih sayang, komunikasi santun, dan dukungan penuh atas pilihan hidup anak—selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Wallahualam. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni