
Di tengah riuhnya banalitas diskusi publik dan pelintiran konstitusi, suara jernih Irmanputra Sidin dirindukan. Sebuah seruan lirih: negeri ini masih membutuhkan Anda.
Tagar.co – Surat terbuka ini ditulis oleh Dwi Taufan Hidayat, berikut isi lengkapnya:
Yth. Bapak Andi Irmaputra Sidin,
di tempat bertapa yang penuh ketenangan dan perenungan,
Dengan segala hormat dan kerinduan, izinkan saya—bagian kecil dari rakyat yang pernah mendengar ketajaman nalar Anda, menyimak ketenangan cara bicara Anda, dan mencatat setiap kalimat Anda dengan penuh hormat—menulis surat ini.
Sudah cukup lama kami tidak mendengar suara jernih Anda di tengah bisingnya opini publik dan arus deras pengulangan narasi dari hari ke hari. Bapak seolah menarik diri dari keramaian, menyepi dari layar kaca, dan memilih diam saat yang lain berlomba bicara.
Tentu saja, kami menghormati pilihan itu. Karena kami tahu, Bapak bukan pencari sorotan. Ketika Bapak berbicara, bukan sekadar kata yang Bapak keluarkan, tetapi prinsip. Bukan popularitas yang Bapak kejar, melainkan kejujuran intelektual.
Namun, izinkan kami berkata jujur: kami rindu.
Kami rindu pada analisis tajam Bapak yang tidak terburu-buru; pada ketegasan yang dibalut kelembutan; pada cara Bapak menjelaskan konstitusi bukan sebagai alat kuasa, melainkan sebagai rumah bersama yang harus dijaga marwahnya.
Di saat banyak ahli berlomba mencari perhatian, Bapak justru menepi. Mungkin itu adalah bentuk perlawanan tersendiri—perlawanan terhadap banalitas diskusi publik yang kerap kehilangan kedalaman dan integritas.
Tetapi, Pak Irman, negeri ini sedang menuju simpang jalan. Demokrasi sedang diuji. Konstitusi kerap dipelintir. Maka, suara jernih seperti Bapak adalah cahaya dalam gelap. Ketika keheningan Bapak terlalu lama, kami takut kegelapan jadi terbiasa.
Apakah Bapak sedang menyusun argumen? Apakah Bapak sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar komentar sesaat? Jika ya, kami menanti.
Jika Bapak memilih diam untuk menjaga kesucian suara, kami hormati. Namun bila suara itu siap dilantangkan lagi, negeri ini masih sangat membutuhkannya.
Teriring salam dan hormat dari kami,
yang tak punya kuasa apa-apa,
kecuali kerinduan akan suara kebenaran.
Dari rakyat yang menanti,
dengan hormat dan penuh harap. (#)
Baca juga: Surat Terbuka kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto
Penyunting Mohammad Nurfatoni