Milad Ke-113 Muhammadiyah, 18 November 2025, menjadi momentum untuk menimbang kembali arah gerakan: menjaga sakralitas nilai, memperkuat ideologi, dan menafsir ulang kemajuan di tengah perubahan zaman.
Oleh Dr. Aji Damanuri, M.E.I., Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tulungagung, Dekan FEBI UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo.
Tagar.co – Milad, pada dasarnya, adalah momen sakral. Tetapi sakralitas itu kerap memudar ketika sebuah peringatan berubah menjadi rutinitas tahunan: sekadar seremoni, foto bersama, dan rangkaian acara yang dibungkus meriah namun miskin makna.
Karena itu, Milad Ke-113 Muhammadiyah harus dibaca bukan sebagai ulang tahun organisasi, tetapi sebagai titik refleksi gerakan: sebuah kesempatan untuk meneguhkan kembali arah, merawat nilai, dan memperbarui komitmen berkemajuan.
Unik
Dalam usianya yang lebih dari satu abad, Muhammadiyah bukan hanya hidup lebih lama dari berbagai rezim politik, tetapi juga tetap relevan di tengah perubahan masyarakat global. Inilah keunikan Muhammadiyah: usia menjadi energi, bukan beban; sejarah menjadi pijakan, bukan museum.
Milad kali ini menjadi refleksi paling penting dengan merenungkan bagaimana gerakan ini terus menafsir dalam kerja nyata visi kemajuannya melalui enam isu strategis Muktamar Ke-48 di Surakarta—isu yang bukan sekadar daftar agenda, melainkan peta jalan masa depan.
Penguatan ideologi Muhammadiyah harus terus dilakukan untuk menjaga roh dari rutinitas yang melenakan. Sakralitas perayaan hanya hidup bila rohnya terjaga. Dan roh Muhammadiyah terletak pada ideologinya: Islam berkemajuan yang mencerahkan.
Namun, di era digital, ketika informasi berlimpah tetapi makna menipis, ideologi pun mudah dipahami secara dangkal.
Muktamar Surakarta menyerukan penguatan ideologi bukan hanya dalam bentuk pengajaran, tetapi pembudayaan; bukan hanya hafalan, tetapi penghayatan kritis.
Akal Sehat Berkemajuan
Dalam refleksi milad ini, kita mesti bertanya: apakah daring dan luring, gawai, dan jagat media sosial telah menggeser cara warga memahami Islam berkemajuan?
Apakah ideologi masih menjadi sumber cahaya yang menggerakkan amal?
Atau hanya embel-embel yang dipakai saat pidato resmi?
Penguatan ideologi hari ini tidak cukup hanya melalui Baitul Arqam atau Darul Arqam. Ia harus menyentuh ruang digital, gaya hidup, literasi data, hingga etika bermedia.
Muhammadiyah harus menanamkan “akal sehat berkemajuan” pada warganya: teguh dalam tauhid, luas dalam wawasan, kritis terhadap hoaks, dan produktif dalam amal.
Tidak kalah penting adalah penguatan kepemimpinan dan tata kelola—dari sekadar amal ke profesionalisme sebagai sunah zaman.
Usia panjang Muhammadiyah tidak mungkin bertahan tanpa kepemimpinan yang visioner. Namun, tantangan hari ini bukan sekadar memiliki pemimpin yang baik, tetapi sistem yang baik.
Muktamar Solo menekankan pentingnya tata kelola modern: transparan, akuntabel, partisipatif, dan berbasis data.
Milad Ke-113 Muhammadiyah adalah momentum menanyakan kembali:
- Apakah amal usaha kita setara standar global?
- Apakah sekolah-sekolah Muhammadiyah unggul kualitasnya?
- Apakah rumah sakit kita menjadi pusat inovasi dan kerahmatan medis?
Tata kelola yang buruk membuat amal usaha berlari di tempat. Kepemimpinan yang tidak adaptif menjadikan organisasi tua tampak letih. Karena itu, refleksi milad hari ini adalah memastikan bahwa kemajuan tidak hanya menjadi cita-cita, tetapi menjadi sistem kerja.
Pengembangan ilmu pengetahuan pun harus melampaui rutinitas akademik, kajian, atau tabligh akbar.
Muhammadiyah memikirkan ilmu jauh sebelum menjadi tren. Tetapi apa makna pengembangan ilmu pada usia ke-113 ini?
Peran PTMA
Perguruan tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) harus menjadi pusat riset yang menemukan solusi atas krisis sosial, ekologi, ekonomi, dan moral. Dunia bergerak cepat: AI, bioteknologi, iklim ekstrem, disrupsi ekonomi. Jika PTMA hanya sibuk membuat jurnal tanpa agenda peradaban, ia kehilangan fungsi profetiknya.
Refleksi milad kali ini adalah mendorong PTMA menjadi centre of excellence for Islamic civilization, bukan sekadar tempat mencari gelar.
Selanjutnya, penguatan dan perluasan amal usaha—dari peningkatan aset fisik ke dampak sosial yang luas.
Yang dinilai bukan luas bangunan, tetapi luas manfaatnya. Muhammadiyah menuntut amal usaha yang lebih kontekstual: rumah sakit ramah dhuafa, sekolah digital inklusif, lembaga syariah pemberdaya UMKM, serta inovasi filantropi yang mengatasi ketimpangan.
Milad Ke-113 Muhammadiyah juga menegaskan pentingnya strategi dakwah dan advokasi umat yang melampaui mimbar.
Dakwah berkemajuan adalah advokasi sosial, edukasi publik, dan pembelaan moral bagi yang tertindas. Kader perlu menembus ruang digital, industri budaya, kebijakan publik, hingga isu ekologi.
Pertanyaannya: apakah dakwah Muhammadiyah sudah hadir di ruang TikTok, ruang keadilan iklim, ruang literasi digital, dan ruang pengendalian hoaks? Atau masih terjebak pola lama: banyak pengajian, sedikit transformasi?
Internasionalisasi
Internasionalisasi Muhammadiyah pun terus berkembang. Namun, internasionalisasi bukan hanya pembukaan cabang dan pengiriman dai; ia adalah diplomasi peradaban, menghadirkan Islam Indonesia yang moderat, rasional, humanis, dan berkemajuan.
Milad ini adalah momen membangun global presence: kemitraan riset, kolaborasi kemanusiaan global, dan diplomasi budaya.
Milad kali ini juga menjadi momentum tajdid—menghidupkan kembali sakralitas gerakan agar Muhammadiyah tidak berubah menjadi korporasi yang kering spiritualitas.
Makna milad bagi para kader penggerak setidaknya mencakup empat hal:
-
Mengingat bahwa gerakan ini lahir dari kegelisahan moral.
-
Meneguhkan nilai tauhid, keadilan, pencerahan, dan pengabdian.
-
Memperbarui komitmen membawa Islam sebagai kekuatan kemajuan.
-
Meningkatkan inovasi dalam menjawab isu global dengan kecerdasan lokal.
Sakralitas milad hadir jika ia menjadi momentum transformasi, bukan seremoni. Muhammadiyah harus tetap muda dalam gagasan, berani dalam perubahan, dan luas dalam manfaat.
Milad bukan sekadar penanda waktu, tetapi panggilan sejarah untuk terus menjadi gerakan pencerahan yang menyalakan masa depan.
Semoga Allah meridai langkah panjang ini, dan semoga umat terus mendapatkan cahaya dari gerakan berkemajuan ini.
Selamat Milad ke-113 Muhammadiyah. Tetap mencerahkan, tetap berkemajuan, tetap menjadi suluh peradaban. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni













