
Kemendikdasmen menegaskan pentingnya meluruskan miskonsepsi pembelajaran mendalam. Lewat webinar nasional, guru diajak memahami esensi belajar yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan.
Tagar.co – Upaya menghadirkan pendidikan bermutu untuk semua terus diperkuat Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Salah satunya melalui penguatan pembelajaran mendalam (deep learning) yang kini menjadi pendekatan utama dalam kebijakan pendidikan nasional.
Baca juga: Pola Pikir Bertumbuh, Fondasi Guru Menuju Transformasi Pembelajaran
Pembelajaran mendalam tidak sekadar soal metode, tetapi tentang menghadirkan proses belajar yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Konsep ini menekankan integrasi antara olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olahraga. Namun, di lapangan masih kerap muncul miskonsepsi yang membuat esensinya kurang terwujud.
Peran Guru dalam Pembelajaran Mendalam
Direktur Guru Pendidikan Dasar, Rachmadi Widdiharto, menegaskan bahwa guru memegang peranan sentral dalam meluruskan arah praktik pembelajaran mendalam.
“Guru adalah fasilitator kesadaran belajar, inisiator pendekatan holistik, sekaligus pencipta suasana belajar yang memuliakan dan menggembirakan,” ujarnya dalam Webinar Nasional Pembelajaran Mendalam bertajuk Regulasi dan Miskonsepsim yang berlangsung Kamis 4 September 2025
Rachmadi mengajak para guru untuk terus berkolaborasi dan melakukan refleksi berkelanjutan. Forum seperti webinar ini, menurutnya, menjadi sarana penting untuk menyamakan persepsi dan memperkuat kompetensi agar pembelajaran mendalam benar-benar membumi di ruang kelas.
Posisi dalam Kebijakan Kurikulum
Salah satu narasumber, Yogi Anggraena, Ketua Tim Kerja Kurikulum Puskurjar BSKAP, menegaskan bahwa pembelajaran mendalam telah terintegrasi dalam Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025. Regulasi ini menempatkan pembelajaran mendalam sebagai pendekatan utama yang menyinergikan intrakurikuler, kokurikuler, hingga ekstrakurikuler.
“Pengalaman belajar kini dipahami sebagai proses berjenjang: mulai dari memahami, mengaplikasi, hingga merefleksi, dengan asesmen otentik dan holistik,” jelas Yogi. Ia menambahkan, kurikulum memberi keleluasaan bagi satuan pendidikan untuk menyesuaikan strategi agar lebih kontekstual, kolaboratif, dan relevan dengan kebutuhan murid.
Meluruskan Miskonsepsi
Sementara itu, Yuli Rahmawati, Tim Pengembang Pembelajaran Mendalam, menyoroti adanya miskonsepsi yang sering muncul. Salah satunya adalah anggapan bahwa refleksi cukup sebatas menulis ulang materi. “Padahal, refleksi sejatinya adalah proses kritis yang menghubungkan pengalaman belajar dengan kehidupan nyata,” tegasnya.
Yuli juga mengingatkan bahwa surface learning tetap penting sebagai fondasi menuju pemahaman mendalam. Guru perlu menguasai konsep, strategi asesmen, serta kemampuan menciptakan suasana belajar yang kreatif dan fleksibel. “Pembelajaran mendalam adalah paradigma transformasi, bukan sekadar teknik tambahan,” tandasnya.
Praktik Baik di Kelas
Praktik nyata ditunjukkan Triska Fauziah, guru SDN 164 Karangpawulang Bandung. Ia berbagi pengalaman bagaimana miskonsepsi bisa diluruskan melalui kegiatan sehari-hari di kelas.
“Salah satu anggapan yang keliru adalah bahwa pembelajaran mendalam harus selalu penuh ice breaking. Padahal, esensi kegembiraan belajar muncul saat murid merasa dihargai dan berhasil menyelesaikan tantangan,” katanya.
Triska juga mencontohkan refleksi yang benar mampu menumbuhkan regulasi diri murid, serta menekankan bahwa pengalaman belajar bisa dibangun bertahap, tidak harus selesai dalam satu pertemuan.
Dari forum ini, semakin jelas bahwa pembelajaran mendalam bukan sekadar jargon, melainkan sebuah pendekatan komprehensif untuk membentuk pembelajar sepanjang hayat. Melalui sinergi guru, kebijakan, dan praktik nyata di kelas, Kemendikdasmen berharap pendidikan bermutu untuk semua dapat terwujud, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni