
Alam tak pernah berteriak, tapi selalu mengajar lewat keteduhan. Dari daun-daun yang tumbuh di tanah yang sama, kita diajak memahami arti keberagaman dan keseimbangan.
Oleh: Ulul Albab: Ketua ICMI Orwil Jawa Timur; Kabid Litbang DPP Amphuri
Tagar.co – Sudah lama sebetulnya hal ini memenuhi pikiran saya setiap kali berjalan pagi untuk menjaga kesehatan sambil berzikir dan bertasbih, yaitu tentang tanaman-tanaman di sepanjang jalan yang saya lalui.
Saya perhatikan, ada tanaman yang daunnya panjang seperti daun pandan, ada yang menjuntai lentur seperti daun palem. Ada yang bulat kecil seperti daun kelor, ada pula yang lebar seperti daun pisang.
Baca juga: Huruf-Huruf Kehidupan dan Pilihan Manusia yang Menakjubkan
Sebagian daun ada yang tebal seperti daun sawo, sebagian tipis seperti daun singkong. Bahkan aromanya pun beragam. Ada yang harum, ada yang tidak. Padahal semuanya tumbuh di tanah yang sama, disiram air yang sama, diterpa angin dan cahaya matahari yang sama.
Batang pohonnya pun berbeda bentuk, warna, dan tekstur. Ada yang keras seperti jati, ada yang lembut seperti pepaya. Ada yang lurus, ada yang berkelok. Tentu ini bukan kebetulan. Semuanya pasti sudah didesain dan diatur dengan sangat teliti oleh Sang Pencipta, Allah Swt.
Sejak kecil pun saya sudah diajari oleh orang tua dan guru-guru mulia untuk meyakini hal itu—tak mungkin keberagaman ini terjadi tanpa maksud.
Dan benar, Allah Swt. berkali-kali mengingatkan dalam Al-Qur’an bahwa semua ini adalah tanda-tanda bagi orang yang berakal:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berakal.” (Ar-Rum: 24)
Namun sering kali manusia berhenti hanya pada tahap berpikir, tak sampai pada tahap berdampak. Kita tak melanjutkan perenungan itu menjadi perilaku, kebijakan, dan sikap hidup. Padahal, setiap daun yang berbeda itu seolah sedang menyampaikan pesan Ilahi tentang makna perbedaan dan keunikan ciptaan.
Dalam Al-Qur’an, Allah memberi perumpamaan yang indah tentang pohon, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Ibrahim: 24–27:
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap waktu dengan izin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.”
Ayat tersebut memang merupakan perumpamaan untuk kalimat yang baik (tayibah), tetapi dalam konteks ini bisa kita maknai bahwa pohon yang baik itu menggambarkan iman dan amal saleh—yang akarnya kuat dalam keimanan dan cabangnya menjulang dalam kebaikan. Dari akar yang sama tumbuh berbagai ranting dan daun yang berbeda, tetapi semuanya memberi manfaat.
Keberagaman Manusia
Demikianlah manusia. Kita semua tumbuh di “tanah” yang sama, yaitu di bumi Allah. Kita disiram oleh kasih sayang yang sama, diterangi oleh matahari yang sama, diberi rezeki dari sumber yang sama. Namun kita tumbuh dengan bentuk dan fungsi yang berbeda-beda. Ada yang menjadi ilmuwan, ada yang menjadi petani, ada yang menjadi pedagang, guru, ulama, pemimpin, dan sebagainya.
Seperti daun yang berbeda bentuk, setiap manusia punya fungsi dan keindahan masing-masing. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, karena semua bagian dari sistem kehidupan yang saling melengkapi. Daun pisang mungkin tak seharum daun pandan, tapi tanpa daun pisang kita kehilangan pembungkus yang alami dan bermanfaat.
Justru dari keberagaman itulah lahir harmoni. Dunia menjadi indah karena tidak seragam. Bila seluruh daun bentuknya sama, betapa monoton wajah alam ini. Maka Allah mendesain perbedaan agar manusia belajar menghargai keberagaman, bukan saling meniadakan.
Sayangnya, banyak manusia yang lupa makna dari pohon dan daun-daun di sekitarnya. Kita lebih sibuk membandingkan daripada mensyukuri. Kita ingin seragam, padahal Allah menciptakan kita berbeda justru agar saling mengenal dan saling memberi manfaat.
“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.” (Al-Hujurat: 13)
Maka setiap kali saya berjalan pagi dan melihat daun-daun yang beraneka bentuk di tanah yang sama, saya merasa sedang diajak berdialog oleh alam. Seolah daun-daun itu berbisik:
“Kami berbeda bukan untuk bersaing, tapi untuk saling melengkapi. Kami tumbuh dari tanah yang sama, tapi menjalankan peran yang berbeda demi keseimbangan ciptaan.”
Itulah pelajaran dari pohon dan daun: bahwa keindahan hidup bukan pada keseragaman, tetapi pada keseimbangan perbedaan yang saling menghormati.
Dan semoga kita pun, seperti pohon yang baik dalam perumpamaan Al-Qur’an itu, memiliki akar yang kokoh dalam iman dan cabang yang menjulang dalam amal. Serta menjadi daun yang meneduhkan, bukan yang melukai; daun yang mengharumkan suasana, bukan yang menebarkan bau busuk seperti daun pohon bangkai.
“Kita tumbuh di bumi yang sama, tapi kita diciptakan berbeda agar saling memberi makna.” (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni










