FeatureUtama

Pulau Pari Melawan: Merawat Ruang Hidup, Menolak Tenggelam

260
×

Pulau Pari Melawan: Merawat Ruang Hidup, Menolak Tenggelam

Sebarkan artikel ini
Dialog hangat bersama warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, mempelajari upaya mereka merawat ruang hidup sekaligus memperjuangkan keadilan iklim. (Tagar.co/Istimewa)

Di balik indahnya gugusan Kepulauan Seribu, warga Pulau Pari terus berjuang melawan abrasi, banjir rob, dan klaim lahan yang mengancam ruang hidup. Dari suara tokoh agama hingga kekuatan perempuan, perjuangan mereka menjadi simbol harapan bagi keadilan iklim.

Tagar.co – Pulau Pari, gugusan kecil di Kepulauan Seribu, menyimpan kisah keberanian warganya. Di tengah ancaman abrasi, banjir rob, hingga klaim lahan yang menghantui, masyarakat setempat tidak menyerah begitu saja.

Mereka menghimpun kekuatan dalam Forum Peduli Pulau Pari, sebuah wadah untuk saling menguatkan, berbagi pengalaman, dan merumuskan strategi mempertahankan ruang hidup.

Baca juga: Keteguhan Perempuan Pulau Pari: Dari Pagar Betis hingga Dapur Perlawanan

Pada sebuah malam yang hangat, warga Pulau Pari berkumpul dalam sebuah diskusi akrab. Mereka duduk melingkar bersama para pendamping dari berbagai organisasi.

Hadir di antaranya Hening Parlan (Koordinator Nasional GreenFaith Indonesia); Parid Ridwanuddin (Campaign Manager GreenFaith Indonesia); serta Budi Pratama dari Rumah Zakat.

Dari pihak warga, tampak Ati Sukamti (Bendahara Kelompok Perempuan Pulau Pari), bersama dua penggerak utama forum: Mustagfirin (Ketua) dan Edi Mulyono (Wakil Ketua).

Baca Juga:  Lima Pemimpin Agama di Bali Satu Suara: Merawat Bumi Adalah Ibadah
Ketua Forum Peduli Pulau Pari Mustagfirin, menekankan bahwa nilai-nilai agama sejatinya mengajarkan penghormatan terhadap ruang hidup bersama. (Tagar.co/Istimewa)

Pelibatan Tokoh Agama untuk Gerakan yang Berkelanjutan

Hening Parlan menyoroti pentingnya membangun gerakan yang tidak hanya bersemangat sesaat, tetapi bertahap dan berkelanjutan.

“Pemberdayaan masyarakat perlu berjalan beriringan dengan keterlibatan tokoh-tokoh agama. Suara mereka bisa menjadi penopang penting dalam melindungi pulau-pulau kecil dan memperjuangkan mimpi besar keadilan iklim,” ungkapnya.

Ia menekankan bahwa perjuangan iklim tidak melulu soal isu global. Hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari, seperti kebutuhan rumah tangga, pendidikan anak, dan penguatan koperasi perempuan, menjadi pilar penting kemandirian warga.

Sejalan dengan itu, Budi Pratama menambahkan bahwa kemandirian warga dapat dibangun melalui ekowisata.

“Masyarakat bisa mengembangkan ekowisata. Selain menjaga lingkungan, juga bisa meningkatkan kesadaran sekaligus perekonomian,” ujarnya.

Menurutnya, kisah sukses Pulau Pari justru ada pada kemampuan warganya berdiri di atas kaki sendiri, sembari membuka ruang kolaborasi dengan pihak lain.

Dialog hangat bersama warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, mempelajari upaya mereka merawat ruang hidup sekaligus memperjuangkan keadilan iklim. (Tagar.co/Istimewa)

Namun di balik keberhasilan itu, kegelisahan tetap menyelimuti. Mustagfirin menuturkan bahwa klaim sepihak perusahaan membuat warga merasa ruang hidup mereka terus terancam.

“Pantai Perawan yang dirawat bersama warga sejauh ini belum sepenuhnya mendapat dukungan pemerintah. Harapannya, ke depan bisa terjalin kolaborasi yang lebih kuat,” katanya. Ia menambahkan, tidak ada ajaran agama yang membenarkan perampasan ruang hidup.

Baca Juga:  Berjalan Bersama untuk Bumi: Festival SHE 2025 Satukan Iman dan Alam

Nada serupa disampaikan Edi Mulyono. Menurutnya, suara pemuka agama penting untuk memperkuat perjuangan warga. “Konsolidasi masyarakat harus terus dijaga agar tetap solid dalam menghadapi tantangan jangka panjang,” tegasnya.

Sementara itu, Ati Sukamti menyoroti tekanan terhadap lahan dan laut yang menjadi ruang hidup warga. Ia berharap kisah perjuangan ini bisa lebih banyak disuarakan, sekaligus membuka jalan bagi penyelesaian izin-izin yang dinilai bermasalah.

Dialog hangat bersama warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, mempelajari upaya mereka merawat ruang hidup sekaligus memperjuangkan keadilan iklim. (Tagar.co/Istimewa)

Strategi Komunikasi dan Kolaborasi

Selain penguatan ekonomi dan solidaritas, strategi komunikasi juga menjadi sorotan. Hening Parlan menekankan perlunya dokumentasi sejarah perjuangan warga. “Harus ada cerita yang ditulis, agar generasi berikutnya tahu bagaimana sejarah perjuangan Pulau Pari,” katanya.

Ia juga mendorong peningkatan kapasitas masyarakat, seperti pelatihan media bagi anak muda dan ibu-ibu, pemetaan pemangku kepentingan, serta pelibatan tokoh agama untuk memperkuat solidaritas.

Forum ditutup dengan tekad untuk melanjutkan perjuangan melalui jalur hukum, kampanye publik, maupun penguatan komunitas. “Berbagai cara sudah ditempuh, tapi oligarki juga terus berkonsolidasi. Karena itu, kita perlu membangun kekuatan bersama,” kata Parid Ridwanuddin, Campaign Manager GreenFaith Indonesia.

Baca Juga:  Kekuatan Langkah Kecil: Kisah Nyata Small is Beautiful di Komunitas Muhammadiyah dan Aisyiyah

Faith for #SavePulauPari

Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Faith for #SavePulauPari yang diselenggarakan GreenFaith Indonesia, Rumah Zakat, dan Ummah for Earth pada 14–15 Agustus 2025 di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Selama dua hari, para peserta mengunjungi wilayah terdampak, berdialog dengan warga, mendokumentasikan kondisi lapangan, serta merancang strategi kampanye.

Kegiatan ini bertujuan mengintegrasikan pendekatan spiritual lintas agama untuk mendorong kepedulian lingkungan dan memperkuat ketahanan komunitas pesisir. Dari Pulau Pari, suara perjuangan kembali menggema: menjaga pulau berarti menjaga kehidupan. (#)

Jurnalsi Dzikrina Farah Adiba Penyunting Mohammad Nurfatoni