FeatureUtama

Gerakan Kawal Putusan MK: Dari Tagar ke Pagar Berbeton

×

Gerakan Kawal Putusan MK: Dari Tagar ke Pagar Berbeton

Sebarkan artikel ini
Massa demonstrasi dari elemen buru sudan berada di pintu gerbang gedung DPR/MPR RI, Kamiś (22/8/2024). Tampak sebagain demonstran menaiki beton untuk memasang spanduk (Tangkapan layar Metro TV)

Gerakan kawal putusan MK bukan hanya berlangsung di dunia maya akan tetapi berlanjut ke dunia nyata. Berbagai elemen masyarakat Kamis (22/8/2024) mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasinya. Sayang DPR malah memperkukuh pagarnya.

Tagar.co – Pagar besi yang menjulang tinggi di Gedung DPR/MPR RI kini semakin kukuh. Sejak Rabu (21/8/2-24) malam, beton-beton tebal berduri setinggi satu meter dipasang untuk menambal lapisan pengamanan gedung wakil rakyat sagar semakin kukuh.

Penguatan pagar itu dilakukan menyusul rencana aksi demontrasi para aktivis demokrasi dan mahasiswa yang menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dalam Rapat Paripurna DPR hari ini.

RUU Pilkada dibuat oleh secara kilat oleh Badan Legislasi (Baleg) bersama Pemerintah dan DPD, Rabu (21/8/2024) untuk merevisi UU Pilkada sebelumnya yang telah dikoreksi oleh Mahkamah Konstitusi (MK) lewat Putusan 60 dan 70, Selasa (20/8/2024). 

Baca juga: ‘Peringatan Darurat’ Menggema di Medsos, Warganet Kecewa DPR dan Pemerintah

Masalahnya, revisi UU yang dilakukan oleh DPR bukan untuk mengakomodasi putusan MK tersebut, melainkan justru sebagai bentuk pembangkangan DPR pada MK, sebagai bagian untuk mengamankan agenda politik tertentu. 

Maka sebagian besar rakyat Indonesia melakukan gerakan perlawanan dengan simbol tagar #KawalPustusanMK (1,63 juta), #TolakPilkadaAkal2an (937 ribu), #TolakPolitikDinasti (913 ribu), dan lain-lain yang menjadi trending topic di X, sejak Selasa hingga Kamis hari ini.

Selain hastag, bentuk perlawanan atas pembangkangan DPR itu muncul dalam bentuk flyer berwarna biru bergambar Pancasila dengan tulisan ‘Perhatian Darurat’ yang tersebar di berbagai platform media sosial (medsos). Para tokoh politik, aktivis, dosen, selebritas, dan rakyat jelata memasang flyer itu di medsos mereka.

Baca Juga:  Kisah Ustaz Fadlan Garamatan Mengislamkan Pendeta

Aksi Demontrasi di Dunia Nyata

Gerakan perlawanan juga tak cukup dilakukan di medsos atau dunia maya, melainkan juga di dunia nyata, di antaranya melakukan aksi demonstrasi di DPR/MPR RI. Berbagai elemen masyarakat akan bergabung dalam aksi ini, seperti mahasiswa, burun, aktivis demokrasi, dan dosen.

Ironisnya, alih-alih gedung ikonik berkubah hijau itu menjadi persinggahan rakyat untuk mengadu dan berkeluh kesah atas segala aspirasi mereka, tapi malah menutup diri rapat-rapat agar tak dijamah oleh rakyat.

Baca jugaDPR Dianggap Membegal Putusan MK: Kaesang Berpeluang, PDIP Terancam

Apakah arus penolakan dan perlawanan itu akan didengar oleh mereka, para wakil rakyat itu? Ataukah DPR bukan lagi Dewan Perwakilan Rakyat—melainkan, seperti singkatan yang beredar di medsos—sebagai Dewan Penyuara Penguasa? 

Plesetan singkatan ini sekaligus mengingatkan kita pada masa Orde Baru, di mana DPR saat itu sering dikritik sebagai tunkang stempel kebijakan rezim Soeharto.

Oleh karena itu lagu Surat buat Wakil Rakyat karya Iwan Fals yang dia ciptakan di masa Orde Baru berkuasa, masih relevan kita nyanyinkan saat ini: Wakil rakyat seharusnya merakyat/jangan tidur waktu sidang soal rakyat/wakil rakyat bukan paduan suara/hanya tahu nyanyian lagu setuju. (*)

Mohammad Nurfatoni

Feature

Smamuga Tulangan juara II Futsal Sumpah Pemuda kategori putra se-Kabupaten Sidoarjo. Mereka mengalahkan SMKN 3 Buduran di semifinal. Sedang di final mereka harus mengakui keunggulan SMK Trisakti Tulangan