OpiniUtama

Harga Mahal Seorang Presiden

×

Harga Mahal Seorang Presiden

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Opini Tagar
Ilustasi Opini Harga Mahal Seorang Presiden (Al)

Untuk bayar ini itu, menjadi presiden mahal juga. Mulai sewa pesawat sampai honor tim sukses. Belum lagi, harga saat mengumpulkan massa. Kayaknya, mimpi menjadi presiden harus dikubur dulu.

Kolom oleh Dr. Encep Saepudin, S.E., M.Si; Pemulung Kata, Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Agam Islam, Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP)

Tagar.co – Semua orang bisa berandai-andai jadi presiden. Tapi hanya segelintir orang yang bisa mewujudkan pengandaian itu.

Syarat utama calon presiden memilki dana yang cukup untuk mendapatkan lisensi dari Partai Politik (Parpol). Setelah itu, barulah bahas program kerja.

Capres AS harus punya modal awal US$ 1 miliar, capres Brazil US$740 juta, capres Indonesia sekitar Rp 5 triliun.

Uang ini untuk anggaran membayar biaya logistik, di antaranya biaya pasang baliho, spanduk, iklan komersial, kunjungan door to door, kumpulan massa, sewa pesawat, bus dan truk, sewa artis lokal/nasional, sewa tenda plus sound system, sewa vendor surveyor, honor tim sukses, dsb alias dan saya bingung mau nyebut apa lagi.

Sepanjang tahun 2024, terdapat (sekitar) 36 negara, termasuk Indonesia, yang menggelar Pemilihan Presiden (Pilpres). Presiden terpilih bukan sekadar mengurus pemerintahan, melainkan sebagai sosok kepala negara.

Baca juga: Sumpah Pemuda, Bukan Pemuda Menyumpah

Setiap negara beda lama masa jabatannya, antara 4-6 tahun. Masa jabatan dibatasi, mayoritas dua periode. Presiden yang lebih dari dua periode biasanya turun karena digulingkan rakyatnya.

Baca Juga:  Peran Ayah di Tengah Fenomena Fatherless

Mengawali Pilpres dengan kegiatan kampanye ke berbagai titik lokasi yang sudah ditentukan. Orasi di depan massa. Tanpa lupa alunan merdu biduan dengan liukan goyangnya. Menggoda.

Kondisi keamanan dan ketertiban selama kampanye bak bara api. Tensi ketegangan tinggi. Rawan konflik antarpendukung. Nyawa pun jadi taruhan.

Seperti yang terjadi di negeri seberang sana, Paman Sam. Dor.. peluru kaliber 5,56 mm, yang dilesatkan dari jarak 150 meter, melukai telinga calon presiden yang sedang berorasi.

Tahun sebelumnya lebih dramatis lagi. Dor… dor… dor… Tiga butir  peluru, yang ditembakan dari jarak dekat, mengubur gagasan dan jasad sang calon presiden Ekuador. Tewas!

Peristiwa-peristiwa tersebut berefek pada insiden-insiden lain. Di tempat lain. Kegiatan lain.

Rentetannya menyebabkan publik tegang. Cemas! Was-was! Suntuk!

Apakah bestie merasakan gejala itu semua (saat Pilpres lalu)? Bila iya, dikau kagak sendirian. Kondisi psikologis ini, yang dirasakan sejumlah individu, sejak awal hingga hari pencoblosan ini disebut : Election Stress Disorder!

Baca jugaDiam Tak Lagi Emas

Begitulah drama pelaksanaan Pilpres. Di semua negara, podo bae. Tegang!

Selalu ada cerita haru biru di baliknya. Propaganda yang sini bagus, sana buruk. Agitasi menang bikin senang, kalah bikin gelebah.

Ajakan lagu pemilihan umum, yang mesti sudah ganti judul dan lirik, yaitu :…. Ayo songsong dengan gempita…. Namun sejatinya, sungguh, pelaksanaan Pilpres melelahkan mental.

Baca Juga:  Brainstorming

Makanya, daripada gelebah, mendingan mangut karena didalamnya tercipta rasa pedas, gurih, dan sedikit manis. Semua tersaji dalam hidangan mangut lele. Sedap! Benar, kan?

Bagaimana pun suasana kampanye dan pencoblosan, begitulah hasilnya. Diterima dengan segala catatan harapannya.

Minimal merealisasikan janji kampanyenya. Yang tercermin pada alokasi anggaran, yang menjadi stimulan pembangunan, dan target pencapaiannya.

Sebagaimana perintah Allah Swt terhadap para pemimpinan negara dalam QS Shad : 26, yaitu: “(Allah berfirman,) “Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan.”

Berdasarkan firman Allah Swt itu, seorang presiden selayaknya mengambil kebijakan yang mengedepankan kepentingan rakyatnya. Mencerdaskan rakyatnya. Menyejahterakan rakyatnya. Membuat rakyatnya aman dan nyaman. Serta, adil!

Baca jugaTriliuner, Kaya Kasta Tertinggi

Begitulah harapan rakyat pada presiden diberbagai negara. Ideal sekali. Ya, seharusnya begitu.

Minimal, rakyat kagak cemas bin takut kalau menyampaikan pendapatnya. Apa ada situasi begini? Entahlah.

Umar bin Abdul Aziz adalah seorang Khalifah Bani Ummayah, yang berkuasa hanya tiga tahun, yaitu 717-720 M.  Selama pemerintahannya berhasil memberantas kemiskinan, tidak menindas rakyat, melindungi semua golongan, menolak gratifikasi, pemerintahan yang bersih dari korupsi dan ketidakadilan.

Baca Juga:  Konflik

Saking bersih pemerintahannya, Yahya bin Said yang ditugaskan menghimpun dan menyalurkan zakat dan sedekah sampai bingung mencari orang miskin. Sebab semua rakyat sudah berkecukupan.

Tahun 2024 menjelang tutup tahun. Pilpres sepanjang tahun ini diberbagai negara berlangsung mulus dan lancar.

Sebaris harapan rakyat di berbagai negara yang dipimpin presiden sama. Berkuasa bukan karena hawa nafsu.

Namun seorang yang mampu menjamin rakyatnya bisa tidur nyenyak di kasur nan empuk dengan nyaman dan aman, serta perut kagak nahan lapar. Plus, tanpa ngiler karena rakyatnya sehat.

Semoga. (#)

Penyunting Ichwan Arif