OpiniUtama

Empat Macam Kemerdekaan, Sudahkah Dirasakan Bangsa Indonesia?

×

Empat Macam Kemerdekaan, Sudahkah Dirasakan Bangsa Indonesia?

Sebarkan artikel ini
Empat macam kemerdekaan dikemukakan oleh Syekh Musthofa al Gholayan dalam kitab Idhatun Nasyiin. Yakni kemerdekaan individu, kemerdekaan bermasyarakat, kemerdekaan ekonomi, dan kemedekaan politik. Sudahkan keempatnya dimiliki oleh bangsa Indonesia?
Ilustrasi freepik.com premium

Empat macam kemerdekaan dikemukakan oleh Syekh Musthofa al Gholayan dalam kitab Idhatun Nasyiin. Yakni kemerdekaan individu, kemerdekaan bermasyarakat, kemerdekaan ekonomi, dan kemedekaan politik. Sudahkan keempatnya dimiliki oleh bangsa Indonesia?

Opini oleh Aji Damanuri, Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Lazismu Tulungagung.

Tagar.co – Sudah 79 tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dideklarasikan kepada dunia. Banyak dinamika dan drama politik mengiringi perjalanan bangsa ini sejak diproklamasikan hingga hari ini. Setelah lepas dari penjajahan negara lain, sudahkah kita benar-benar merdeka? 

Pembukaan UUD 45 menyatakan dengan jelas, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Poin penting dari kalimat di atas adalah kemanusiaan dan keadilan. Dua kata yang sangat mendasar sebagai standar kemerdekaan.

Baca juga: Legenda Putri Sedudo dan Makna Kemerdekaan

Kerangka filosofis pembukaan UUD 45 selaras dengan ajaran Islam yang termaktub dalam Al-Quran: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujarat/49:13). 

Ayat di atas menunjukkan manusia memiliki hak yang sama menjadi manusia merdeka yang dihargai harkat kemanusiaan dan keadilannya. Kelompok suku bangsa satu dengan yang lainnya memiliki derajat yang sama, agama tidak menjadi alasan untuk menjajah manusia lainnya meskipun beberapa kelompok  memiliki kelebihan dibanding yang lain. Kelebihan yang diberikan Tuhan adalah modal untuk saling memberi manfaat bagi orang lain, bukan untuk menjajahnya.

Faktor Penjajahan

Selain faktor ekonomi ada beberapa faktor yang menjadi alasan kelompok manusia menjajah kelompok manusia lainnya. Bangsa Yunani kuno dianugerahi kecerdasan yang luar biasa, melahirkan banyak filosof, namun perasaan lebih cerdas dari yang lain membuat mereka menganggap yang di luar mereka sebagai budak.

Baca Juga:  Menunggu Aksi Alumni Madrasah Haji

Sementara bangsa Romawi kuno dianugerahi kekuatan fisik yang luar biasa, namun bersikap arogan dan memperbudak yang lainnya. Adapun bangsa yang Israel dianugerahi Allah kelebihan atas rata-rata manusia namun berbuat aniaya dengan menjajah Palestina. Bahkan dalam agama tertentu ada konsep kesatria, brahmana dan sudra sebagai kasta yang melanggar kemanusiaan dan keadilan.

Kelebihan yang diberikan Tuhan kepada sebuah kaum bukan menjadi alasan untuk saling memperbudak, tetapi untuk saling mengenal, memahami, tolong -menolong dan saling memberi manfaat.

Sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kemerdekaan atau merdeka memiliki tiga makna yaitu bebas dari penjajahan, bebas dari tuntutan dan tidak terikat atau tergantung pada pihak tertentu. 

Mungkin kita sudah bebas dari penjajah secara teknis dengan ekspansi militer, namun keterikatan dan ketergantungan pada negara lain dalam berbagai bidang menunjukkan bahwa kita belum sepenuhnya merdeka. Bangsa yang merdeka memiliki supremasi atas semua yang dimilikinya, termasuk kebanggaan dan kepercayaan diri.

Empat Macam Kemerdekaan

Dalam bahasa Arab secara kemerdekaan dikenal dengan hurrun (orang yang bebas) sebagai lawan dari ‘abdun(hamba/budak), kemudian dikenal dengan al-huriah.

Kemerdekaan menurut Syekh Musthofa al Gholayan dalam kitab Idhatun Nasyiin ada empat: al-huriah al-fardhiah/nafsiah, al-huriah al-ijtimaiah, al-huriah al-iqtishadiah, dan al-huriah as-siyasiah.

Pertama, al-huriah al-fardiah atau huriah sakhsiah adalah kemerdekaan individu dan merupakan kemerdekaan utama. Dengan kemerdekaan ini setiap individu bisa mendapatkan haknya yang melekat pada dirinya. 

Hurriyah fardi mencakup kebebasan bertindak, berpendapat, memilih keyakinan, mendapatkan pendidikan, berorganisasi dan sebagainya. Walaupun bebas, dalam mempergunakan kemerdekaan ini individu harus mempertimbangkan kemerdekaan orang lain. Dalam beragama, merdeka berarti bebas menjalankan agamanya, tidak terbelenggu oleh tuhan-tuhan lain, keyakinan lain seperti tahayul dan khurafat.

Baca juga: Dahsyatnya Potensi Iuran Anggota Muhammadiyah 

Baca Juga:  Kemerdekaan Indonesia untuk Semesta, Bebaskan Palestina 

Individu yang merdeka memiliki pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berdasarkan kesadaran pribadinya. Mengajukan pikiran dan tindakan tanpa intimidasi dari orang lain baik verbal maupun nonverbal. Penjajahan media sosial atas individu tampaknya menjadi keumuman yang malah dinikmati, padahal sering kali menjadi candu yang membunuh akal sehat dan rasa empati. 

Kedua, huriah jamaah atau kemerdekaan bermasyarakat adalah kemerdekaan yang didapat dari huriah fardi. Kemerdekaan jamaah meliputi kebebasan beragama, bebas dari ikatan tuhan selain Allah, bebas dari belenggu nafsu, bebas dari kebodohan, berserikat, berorganisasi dan berkegiatan di sana. Dengan syarat tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku di negara tersebut.

Kemerdekaan bukanlah kebebasan nir adab karena ada kemerdekaan dan hak orang lain yang harus dihargai dan dihormati. Kemerdekaan berbicara bukan berarti memberi hak untuk berbicara seenaknya, menghujat, mencemooh, mengumpat, hantam sana hantam sini. Sikap yang demikian bukanlah kemerdekaan, karena pikiran dan hatinya sedang terjajah oleh hawa nafsunya.

Kemerdekaan Ekonomi dan Politik

Ketiga, huriah iqtishadiah atau kemerdekaan ekonomi berarti kebebasan umat dalam berusaha dan mencari rezeki. Misalnya kebebasan dalam bidang perdagangan, pertanian, pabrik, perusahaan pertambangan dan sebagainya. Umat yang tidak bisa merdeka dalam bidang ini akan menjadi budak bangsa lain, bagaikan tawanan yang dikekang selamanya oleh musuh, ditawan. 

Sewaktu-waktu musuh bisa membuat hancur perekonomian serta negaranya sekaligus. Kemakmuran ekonomi tidak bisa dilakukan oleh individu-individu namun harus dilakukan secara berjamaah. Landasan normatif bahwa silaturahmi itu memperluas rezeki harus dimaknai sebagai kebangkitan bersama dan membangun networking yang kuat.

Keempat, huriah siyasi, maksudnya setiap umat atau bangsa itu bebas dan merdeka untuk menentukan hal-hal yang bersangkut paut dengan politik negaranya. Tidak terikat dan bergantung kepada bangsa lain sekaligus tidak boleh dicampuri oleh kehendak bangsa lain. 

Baca Juga:  Meluruskan Persepsi Negatif tentang (Bahan) Kimia

Baca juga: Hiperealitas Cantik, Fenomena Antisyukur?

Bebas membuat segala macam peraturan sesuai kehendak dan kondisi tanah air. Dengan adanya kedaulatan dalam hal politik ini, setiap bangsa bisa memajukan semua hal, termasuk pekerjaan, pertanian, perekonomian dan hal-hal lain yang menjadi hak bangsa tersebut.

Secara personal orang yang memiliki al-huriah as-sakhsiah mampu menentukan sikap politiknya secara bebas tanpa intervensi penguasa, money politic, balas budi dan pengikat lainnya. Sikap politik yang diambil merujuk pada landasan filosofis kemerdekaan yaitu kemanusiaan dan keadilan yang mengarah pada kemakmuran dan kesejahteraan bersama.

Memerdekaan harus dimulai dari memerdekakan diri sendiri agar tidak menjadi penjajah bagi orang lain dengan ikatan-ikatan yang membelenggu. Jual beli suara adalah belenggu terhadap lidah kritis rakyat, baik teman, saudara, bahkan jamaah. Utang-piutang yang pada asalnya secara fikih sebagai akad taawanu alalbirri wa takwa, tolong menolong, bisa menjadi belenggu penjajahan bagi para pihak yang berakad.

Saling Terkait

Empat kemerdekaan yang dikemukakan oleh Mustofa Al-Gholayah merupakan hierarki yang saling terkait. Kemerdekaan individu akan menjadi landasan bagi kemerdekaan bersama, kemudian mengarah pada kemerdekaan ekonomi sebagai landasan kemerdekaan politik. 

Kenapa masih banyak suara politik yang terbeli, karena belum merdeka secara politik, karena belum menjadikan ijtimaiah sebagai networking ekonomi yang memberdayakan. Hal ini dipengaruhi oleh literasi individual terhadap berbagai unsur kehidupan yang kurang memadai.

Baca juga: Muktamar Tikus

Mengisi kemerdekaan pada hakikatnya usaha untuk terus menjaga, mempertahankan dan menjadikan kemerdekaan sebagai spirit kemajuan bangsa. Ketika pragmatisme telah menjelma menjadi monster politik yang membinasakan, sudah semestinya kembali pada kerangka filosofis perikemanusiaan dan perikeadilan dalam membangun bangsa yang penuh keadaban.

Selamat ulang tahun Indonesiaku, semoga berkat dan rahmat Allah dan di dorong oleh keinginan luhur supaya perikehidupan dan kebangsaan yang bebas, adil, makmur, selalu menyertai perjalanan bangsa ini. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni