FeatureUtama

Zaka, Pemungut Sampah Tunanetra Antarkan Dua Anaknya Sarjana

×

Zaka, Pemungut Sampah Tunanetra Antarkan Dua Anaknya Sarjana

Sebarkan artikel ini
Bagi Zaka, pekerjaan adalah ibadah. Menjadi pemungut sampah ternyata mampu mengantarkan kedua anaknya hingga sarjana. Meski dengan kondisi kedua mata yang tak lagi dapat melihat dunia.
Zaka, pemungut sampah, beserta keluarganya saat wisuda anak pertamanya, Diyah Ayu Ariyani, di S1 di UPN Surabaya. (Tagar.co/Dokumen Keluarga)

Zaka menilai pekerjaan adalah ibadah. Menjadi pemungut sampah ternyata mampu mengantarkan kedua anaknya hingga sarjana. Meski dengan kondisi kedua mata yang tak lagi dapat melihat dunia.

Tagar.co – Gerobak sampah berukuran panjang 1,5 meter dan lebar semeter itu bergerak maju. Dengan tinggi setengah meter dan terbuat dari kayu, gerobak dengan bentuk persegi itu ditopang besi di bagian bawahnya.

Gerobak itu kemudian dibawa Zaka Sukarya keliling dari rumah ke rumah. Bapak dua anak itu memunguti sampah rumah tangga. Dia bergerak dari satu pintu ke pintu rumah warga di Desa Sendangagung, Paciran, Lamongan, Jawa Timur, meski dengan kondisi mata tak sempurna.

Saat mengambil sampah di salah satu rumah warga, Kang Zaka—panggilannya—selalu memilahnya terlebih dahulu. Sampah plastik kemasan dan kardus dipilahnya ke dalam glangsing plastik. Sementara sampah basah dimasukkannya ke dalam gerobak.

Zaka, pemungut sampah tunanetra itu memang setiap hari bergelut dengan sampah. Setelah gerobak sampahnya penuh muatan, kemudian ditariknya menuju tempat pembuangan akhir (TPA), dengan kontur jalan yang naik turun.

Baca juga: Kali Pertama Ikut Lomba, Langsung Raih Dua Penghargaan

Zaka lahir pada 27 November 1971 dari pasangan suami istri Muhajir dan Kayatun yang asli Sendangagung. Dia merupakan anak bontot dari 10 bersaudara dan lahir serta tumbuh berkembang secara normal. Hanya ketika masuk usia remaja dan duduk di bangku kelas II SMP Muhammadiyah 12 Sendangagung, terpaksa harus dropout  (DO) karena ada gangguan di penglihatannya.

Setelah DO dari sekolah, bukan berarti menjadi pengangguran, tetapi dia memilih bekerja sebagai perajin emas yang saat itu menjadi mata pencaharian utama penduduk Desa Sendangagung. “Waktu itu Sendangagung masih ramai-ramainya nggarap emas, dan saya dapat garapan dengan bobot 5 gram per kalung,” ungkapnya sembari menambahkan jika pekerjaannya itu digelutinya selama sembilan tahun.

Bak Disambar Petir

Dengan kondisi mata yang kian memburuk, orang tuanya kemudian membawanya ke RS Mata Undaan Surabaya. Dokter mata yang memeriksanya saat itu mengatakan jika kedua matanya tidak dapat diobati, sekalipun dioperasi. “Seperti sambaran petir, dunia terasa gelap usai mendengar vonis dokter tersebut,” paparnya.

Baca Juga:  UMM Kibarkan Bendera Raksasa di Pujon Hill

Usai vonis dokter tersebut, dia tetap menjalani pekerjaannya menjadi perajin emas, meski dengan susah payah. Sampai kemudian Zaka menemukan jodohnya, yakni dengan Yunani, gadis cantik asli Paciran.

Mereka kemudian menikah pada 30 Juli 1999 dan dkaruniai dua buah hati. Diyah Ayu Ariyani, anak pertama lahir pada 2000, sedangkan anak keduanya Gizca Sabrina Ariyanti pada tahun 2002.

Saat anak kedua berusia dua tahun, atau pada tahun 2004 , Zaka Sukarya benar-benar merasa dunia sangat gelap karena matanya mengalami kebutaan permanen. Hanya setitik cahaya yang bisa dilihatnya.

Waktu itu Zaka masih numpang hidup serumah dengan orang tuanya. Walau keadaan mata yang tidak bisa melihat, Zaka tidak ingin  menyusahkan orang lain, dia merasa harus bertanggung jawab atas kesejahteraan keluarganya. Hingga akhirnya, dia memutuskan untuk bekerja menjadi tukang pengusung sampah, karena tak mungkin bisa menjadi perajin emas lagi.

Zaka menilai pekerjaan adalah ibadah. Menjadi pemungut sampah ternyata mampu mengantarkan kedua anaknya hingga sarjana. Meski dengan kondisi kedua mata yang tak lagi dapat melihat dunia.
Zaka, pemungut sampah, menjalani aktivitas hariannya. (Tagar.co/Sri Asian)

Anak Istri Tidak Boleh Kelaparan

Dia lalu bernegosiasi dengan pemerintah Desa Sendangagung agar diizinkan menjadi tukang sampah dengan berbagi keuntungan, yaitu melalui skema bagi hasil. Lewat langganan sebanyak 60 rumah yang tersebar di tiga RW termasuk sebagian wilayah Sendangduwur, sampah-sampah itu diangkutnya menuju TPA (tempat pembuangan akhir).

Sebanyak 60 langganan dengan sampah-sampahnya itu harus diangkut tiga kali pulang pergi menuju TPA. Jarak tempuhnya setara dengan 3 km dengan kontur jalan naik turun. Kehilangan penglihatan tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap bekerja. Dia berprinsip, yang penting halal dan anak istri tidak boleh kelaparan.

Kang Zaka sangat bersyukur karena kebutaan tidak menurun pada dua anaknya. Dia bertekad, kedua anaknya harus bisa sekolah dan menggapai cita-cita. Dia merasa cukup dan bersyukur bisa membiayai sekolah kedua anaknya dari upah memungut sampah 800 ribu setiap bulannya. Ditambah, dari hasil penjualan kardus dan plastik hasil pilahan dan dibantu penghasilan istrinya sebagai pengrajin bordir.

Baca Juga:  Berperan Aktif Cegah Perkawinan Anak, PDNA Lamongan Diganjar Penghargaan

Hingga Zaka kemudian bisa punya rumah sendiri, rumah sangat sederhana yang  berada di gang sempit, RT 06 RW 02 Kampung Lebak Sendangagung. Baginya, hal tersebut sudah menjadi karunia yang luar biasa.

Baca juga: Pembantu Warung Soto Itu Bisa Kuliahkan Anaknya di UGM

Penglihatan Tak Jadi Kendala

Walau ada kendala di penglihatannya, dia dapat menjangkau rumah langganannya dan nyaris mulus tak ada kendala. Berangkat dari rumah bakda jemaah salat subuh di Masjid An-Nur Sendangagung, dia kemudian berangkat dengan bismillah dan niat ibadah mencari nafkah.

Bismillah itulah menjadi kalimat yang selalu diucapkannya ketika menjalani profesinya sebagai pemungut sampah. Zaka selalu yakin, pertolongan Allah itu dekat, selagi kita taat menjalankan perintah-Nya. “Pasti pertolongan Allah itu akan datang dari arah yang tidak disangka-sangka,” yakinnya.

Kebiasaan Zaka lainnya adalah sebagai muazin di Masjid An-Nur Muhammadiyah Sendangagung. Salat malam pun tak pernah dia tinggalkan. Putri pertamanya, Diyah Ayu Ariyani berhasil meraih S-1 Sarjana Manajemen di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya jalur prestasi. Putrinya berhasil memperoleh beasiswa bidik misi,

Usai lulus, Ayu kemudian dipersunting Nanda Misfa. Suaminya itu kini bekerja di perusahaan Pertamina di Kalimantan. Dari pernikahannya itu lahir seorang cucu laki-laki yang sehat dan lucu.

Sedangkan putri keduanya Gizca Sabrina Ariyani juga kuliah di kampus yang sama dengan kakaknya. Dia masuk jurusan Agrobisnis lewat  jalur SNBT dan menerima beasiswa bidik misi dan sebentar lagi diwisuda. Kedua anaknya berhasil menyelesaikan pendidikan sampai ke perguruan tinggi, merupakan anugerah luar biasa bagi diri dan keluarganya.

Hafal Medan

Walau demikian Kang Zaka tetap saja menekuni profesinya sebagai pengangkut sampah. Medan naik turun dan memasuki gang-gang dari rumah ke rumah adalah hal biasa bagi Zaka yang sudah buta.

Baca Juga:  Silaturahmi para Tokoh Nasional Dibubarkan Sekelompok Orang secara Anarkis

“Saya main ilmu hitung-hitungan dan kira-kira saja,” tuturnya. Meski tak bisa melihat, kata dia, tapi dia punya insting untuk bisa sampai ke tempat tujuan, yaitu dengan menghitung langkah.

Misalnya, untuk menuju ke rumah si A yang membutuhkan 30 langkah, setelah hitungannya pas 30 langkah, berati dia harus berhenti dan mendapatkan sampahnya yang sudah disiapkan pemilih rumah.

“Tapi jika harus belok dan masuk dari  gang ke gang, maka saya hitung dulu berapa langkah agar tidak kesasar sambil mengingat medannya seperti apa. Karena tempat-tempat pelanggan sudah pernah saya kenal dan lihat saat penglihatan masih normal dulu,” ungkapnya.

Tak jarang Zaka kerap terperosok, terpeleset, hingga menginjak api. Baginya, hal tersebut dianggapnya menjadi risiko pekerjaan. “Alhamdulillah, ketika saya sakit atau terluka biasanya cepat sembuh,” imbuhnya.

Baca juga: Dulu Dianggap Tabu, Donor Darah di Desa Tempeh Lor Akhirnya Disambut Antusias

Sebagai bentuk ikhtiar, dia selalu menyimpan Teosal tablet saat sesak napasnya kambuh. Kemudian Imflasol tablet untuk pegal-pegal dan diminum sebelum berangkat kerja. “Cairan infus juga digunakan untuk membersihkan luka,” jelasnya.

Setiap hari laku hidupnya dimulai dari berangkat jam lima pagi hingga kembali ke rumah pukul satu siang. Tak pernah lupa dia menjalankan printah-Nya, yaitu pergi ke masjid untuk salat berjamaah. Di mata keluarga, Zaka juga dikenal sosok penyayang.

Kang Zaka, pemungut sampah yang gigih itu bertekad akan setia pada pekerjaannya sampai dia merasa tak kuat lagi. Menurutnya, bekerja itu ibadah, maka harus terus dijalaninya selagi masih kuat. “Saya ingin dipanggil oleh Sang Khalik dalam keadaan beribadah salat dan husnul khatimah,” harapnya. (#)

Jurnalis Sri Asian Penyunting Darul Setiawan 

Feature

Smamuga Tulangan juara II Futsal Sumpah Pemuda kategori putra se-Kabupaten Sidoarjo. Mereka mengalahkan SMKN 3 Buduran di semifinal. Sedang di final mereka harus mengakui keunggulan SMK Trisakti Tulangan