Verbal filler adalah mengucapkan bunyi-bunyi sejenis partikel yang tidak memiliki arti atau kata-kata untuk mengisi jeda antarkalimat. Bagi audiens, Verbal filler bisa sangat mengganggu. Tapi bagi pembicara kadang jadi solusi.
Opini oleh Bekti Sawiji
Tagar.co – Kenyamanan saya semakin lama terganggu oleh gaya bicara narasumber pada acara yang saya ikuti pagi itu. Narasumber kali ini sering menggunakan ungkapan “emm…” atau “eeeh….”.
Apa yang dia lakukan adalah mengucapkan bunyi-bunyi sejenis partikel yang tidak memiliki arti atau kata-kata untuk mengisi jeda antarkalimat. Contoh lainnya adalah “apa itu namanya?”, “anu”, “maksudnya”, “apa sih?”, dan banyak lagi. Dalam ilmu bahasa, hal ini dinamakan verbal filler.
Saat masih SMP, kepala sekolah saya memiliki varian lain untuk verbal filler yaitu “ya toh!”. Ungkapan ini sampai diucapkan berkali-kali saat dia menjadi pembina upacara.
Baca juga: Soekarno atau Sukarno?
Di kesempatan lain, saya dan teman-teman kadang mencatat jumlah verbal filler yang diproduksi oleh guru saat menerangkan materi pelajaran. Dalam menghitung, kami menggunakan teknik tally mark atau penandaan garis, yaitu mencoret-coret buku kami dengan membuat garis-garis vertikal, satu garis untuk setiap satu ungkapan verbal filler.
Setiap mencapai hitungan kelima kami coret empat garis vertikal itu dengan satu garis horizontal. Begitu seterusnya sampai pelajaran usai. Cara hitung ini persis dengan penghitungan hasil pemungutan suara dalam pemilihan umum di tempat-tempat pemungutan suara.
Mungkin kami melakukannya hanya karena “gabut” saat itu. Tetapi, hasilnya sangat mencengangkan. Ada puluhan verbal filler yang diucapkan guru kami selama menerangkan pelajaran. Saat itu kami tidak memikirkan analisis apapun dari hasil “survei penting” itu, seru-seruan saja.
Dampak Positif dan Negatif
Kini setelah mengerti, saya dapat menganalisis bahwa penggunaan verbal filler itu memiliki dampak positif maupun negatif. Dampak positif bagi narasumber ketika menggunakan verbal filler adalah dia memiliki kesempatan untuk berpikir tentang apa yang akan diucapkan. Hal ini akan mengurangi risiko kesalahan dalam hal materi yang disampaikan.
Selain itu, verbal filler ini juga dapat membantu pembicara untuk menekankan suatu poin penting dalam pembicaraannya. Dengan demikian, pembicara terdengar lebih alami dalam menyampaikan materinya.
Baca juga: Flek Hitam di Pipi Marlince
Sebaliknya, verbal filler menyebabkan beberapa dampak negatif. Dalam penggunaan yang berlebih, verbal filler akan mengganggu audiens dan hal ini sekaligus membuat pembicara terlihat ragu, tidak siap, dan tidak percaya diri.
Selain itu, verbal filler yang digunakan secara berlebih dalam situasi yang sangat formal akan menunjukkan bahwa penyampaian materi tidak terstruktur dengan baik. Dan lagi, hal ini akan menurunkan profesionalisme.
Apakah Anda tergolong orang yang menggunakan verbal filler secara berlebih? Saatnya untuk berlatih mengurangi penggunaannya ketika berbicara di depan publik. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni